24# Kembalinya Luka Lama

59 7 2
                                    

Mengapa sebagian orang memilih merahasiakan ungkapan perasaanya?
Karena menjadi tidak tahu adalah hal yang paling menenangkan dan tidak beresiko.

Mengapa sebagian orang memilih untuk memendam perasaannya?
Karena mereka tahu betapa sakitnya mendapat jawaban yang tidak seperti yang mereka bayangkan.

Mengapa sebagian orang memilih menyanyangi seseorang tanpa berharap sesuatu apapun?
Kerena mereka telah berulang kali dijatuhkan karena harapan yang begitu tinggi.

Jadi jangan salahkan ia yang menyimpan perasaan untukmu.
Juga jangan salahkan ketakutannya untuk mendengarkan kata tidak darimu.
Jangan salahkan kekhawatirannya akan keadaan yang bisa berubah setelah ia mengutarakan semua padamu.

Karena haknya untuk menjagamu, memlikimu, dalam hatinya saja tanpa harus perlu kamu ketahui.

Kak Gadis malam ini aku tidur dulu. Bila kita bisa saling mengucap sapa di penghujung malam, setidaknya Tuhan mendengar ucapan selamat malam ku tanpa perlu kamu ketahui. 

Selamat malam pula pada dingin yang hinggap di malam ini. Selamat malam pula pada rasa yang tiba-tiba hadir dan menguat. Selamat malam juga atas keraguan dan keyakinan yang muncul di permukaan. Hingga aku sadar bahwa aku sedang rindu.

....

Mondar-mandir di lorong-lorong almari yang lumayan menjulang tinggi. Mencari beberapa buku yang diminta oleh Bu Bos besar Lina. Beberapa buku yang tengah aku cari ini untuk memenuhi beberapa data dan riset guna keperluan melengkapi rubrik majalah di edisi  bulan depan.

"Ar udah ketemu belum?," tanya Lina juga sambil mencari

Sambil menoleh kearahnya aku menutup dengan satu jari didepan bibir isyarat Lina harus diam di perpustakaan "Stssss, jangan keras-keras," ucap ku sebagai peringatan.

"Apa Ar? Kamu ngomong apa!," Lina bicara membalas setengah teriak.

Ini akibat Lina tidak pernah ke perpustakaan. Di ruangan ini ada Pak Sabar yang sebenarnya ia tidak sabar. Ia penjaga perpustakaan yang  menakutkan. Bila sudah ada Pak Sabar diruangan tidak boleh ada suara sedikitpun. Bahkan suara sepatu yang terlalu keras bisa terkena omelan dari Pak Sabar.

Apalagi kalau kita sampai telat mengembalikan buku di perpustakaan. Selain kita harus membayar denda tentu kita terkena omelan Pak Sabar yang panjang kali lebar. 

Sesekali aku melihat beberapa kakak tingkat harus menerima ceramahnya hampir satu jam karena gara-gara menghilangkan buku di perpustakaan. Karena baginya Perpustakaan bukan tempat nongkrong atau bicara sedikit bisa diusir paksa keluar dari perpus ini.

"Jangan berisik, pelan-pelan kalau ngomong," ucapku lirih.

Lina mendekat. "Kenapa emangnya ada siapa?," mukanya mulai bingung.

"Jangan keras-keras," kataku lirih. "Disini perpustakaannya angker jadi kamu harus diem,"

"Apa!," kata Lina keras. Hampir semua orang menoleh ke arah kami. Lina langsung refleks untuk menutup mulutnya. "Keceplosan Ar,"

"Hei kalian berdua ngapain?," sosok suara itu tiba-tiba muncul dari arah belakang kami.

Jeng jeng dia muncul.

"Sabar pak sabar pak, kami disini cuma berdiskusi mau cari buku kok pak," Lina sambil tersenyum enteng.

"Nama bapak sudah sabar, lihat!" Pak sabar menunjukkan identitas didadanya. "Liat ini!," Ia berhenti sejenak

"Ini perpustakaan kalian jangan ganggu yang lagi belajar, teriak-teriak kok pikir ini pasar," kata Pak Sabar dengan menatap kearah kami.

"Maaf pak, maaf kami tadi nggak sengaja kok," aku melakukan pembelaan agar ini tidak berkepanjangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Definisi RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang