21# Lampu Malam

19 5 0
                                    

Dibalik sekedar kagum aku berdalih, bahwa sebenarnya aku berharap lebih. Lampu malam kali ini terlalu gelap untuk mengoreksi apa yang terjadi diantara kita berdua. 

Menyandingkan  dua mangkok bakso, dan dua gelas teh manis yang saling beriringan. Bila takdir dan Tuhan tidak mengizinkan kita bersama setidaknya teh manis kita pernah saling mendekat dan beriringan.

Cinta bukan sekedar harta tahta, tetapi bagiku sering merindukan hal-hal sederhana yang bisa membuat kami bahagia.

"Kamu kenapa liat aku gitu Ar" Kak Gadis sadar bila aku terus mengamatinya.

"Nanti kamu jadi suka lho," kata Kak Gadis sambil menyendok kuah baksonya.

Aku sedikit diam berfikir. " Eh nggak liatin, aku tadi liat lalat di jilbab kakak," aku beralasan

"Lalat?"

"Iya lalatnya gede"

"Seberapa gedenya?"

"Gede soalnya itu lalat purba"

"Ahahaha kamu kok nglantur gini sih ngomongnya, perasaan dulu ketemu pendiem" Kata Kak Gadis heran.

"Aku normal kak" aku protes

"Pokok kamu jadi konyol, titik" sambil mengunyah bakso dimulut.

"Gara-gara kakak ini, aku jadi gini," kataku kembali

"Gara-gara aku?" ia menatap serius

"Hehehe kakak yang nularin kekonyolan kakak," sambilku menahan tawa.

"Enggaklah kok aku yang disalahin, model konyol kayak kamu udah bawaan sejak lahir," Kak Gadis menegaskan."Udah jangan ngeyel!"

"Ahahaha nurut aja sama yang tua," aku menutup mulut haduh keceplosan.

"Haaaa! Tua katamu? Hmmm aku masih imut tau," ekspresinya tiba-tiba berubah masam.

"Tapi tua!"

"Tapi aku masih imut!"

"Imut tapi tua" kataku

"Berarti aku imut kan?" Kak Gadis bertanya

"Tapi tetep aja tua," aku menahan tawa diperdebatkan ini

"Hihhhhh pokok aku nggak tua, aku masih imut" ia mengerutkan dahi

"Kalau akukan masih muda" aku berlagak sombong

"Kamu amit-amit!" ucap Kak Gadis

"Dihabiskan kak hehehe"

"Bodo amat!"

.....

Lagi-lagi malam mengeluarkan strateginya. Memberikan kecerahan malam tanpa mendung dilangit. Hingga kunang-kunang datang dan terbang entah mengembara dari mana. Lampu-lampu jalan menerangi perjalanan sepanjang arah pulang. Hingga aku merasakan dingin angin malam ini.

"Kak pulang ke asrama kan?" tanyaku sambil mengendarai motor.

"Kalau ikut pulang ke rumah orang tua kamu gimana ahahaha?"
Ia tertawa lepas.

"Ngapain kak?" aku bingung

"Alahhh nggak nyambung deh Arya" ia langsung menjiwit pinggangku lagi.

"Aduhhh, kak bahaya"

"Rasain," ucapannya ketus.

"Kalau nabrak gimana?" aku memberi perlawanan

"Kamu yang tanggungjawab"

Hingga aku merasa kedekatan yang berbeda dimalam ini. Lampu-lampu yang tak konsisten menyala terang memberikan saksi bisu perjalanan yang disengaja aku lambatkan.

Definisi RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang