Sedang melakukan cek list persiapan untuk besok. Membawa beras satu gelas, dua bungkus mie instan jenis goreng, perlengkapan mandi, obat-obatan, baju ganti dan beberapa lagi yang harus aku persiapkan. Seingatku pemberangkatan dilakukan besok tepatnya besok Jumat sore pukul 14.00 bersama-sama dengan relawan menuju tempat bakti sosial.
Sebenarnya lebih asik berada di kos di akhir pekan. Apalagi mumpung redaksi masih longgar. Biasanya bila akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk berlabuh ke pulau kapuk alias tidur seharian hehehehe. Namun karena ingin mencari suatu hal baru saja mencoba untuk ikut kegiatan ini.
Semua sudah siap aku kemas rapi dalan satu paket dalam ransel hitamku. Malam ini waktu yang tepat untuk beristirahat. Kuputuskan merebahkan diri memejamkan mata dan membiarkan pikiran untuk mereda. Berusaha untuk menyelami segala imajinasi dan khayalan tingkat tinggi. Mengambil nafas dalam-dalam dan kembali memejam. Hingga tiba-tiba.
"Nada telepon berbunyi"
Tiba-tiba handphone sebelah tanganku bergetar. Pukul 22.00 menunjukkan pada jam yang tersusun dikamar kos. Siapa orang malam-malam yang telepon semalam ini pikirku.
Sedikit mengerutkan dahi ketika melihat siapa yang meneleponku malam-malam, dia Zahra. Bingung, diangkat atau tidak? Pentingkah harus menelepon jam segini? Atau jangan-jangan ada sesuatu dengan dia dan ada seseorang yang berusaha melakukan hal yang buruk. Semakin kacau dan semakin tak tentu pikiranku.
"Panggilan tidak terjawab"
Nada dering itu tiba-tiba senyap. Terlalu lama berpikir akhirnya telepon itu hanya kubiarkan berdering begitu saja. Hampir lima bulan sejak upacara perpisahan sekolah. Kini lagi-lagi kamu datang kembali secara tiba-tiba.
Panggilan kedua berdering kembali. Aku putuskan untuk menerima telepon kedua dari Zahra.
"Halo, Assalamualaikum," sambil aku membenarkan posisi duduk sehabis tertidur tadi.
Semuanya sempat hening beberapa detik. Sampai aku harus mengulangi permulaan pembicaraan ini. "Halo Zahra," ucapku kembali memastikan dia yang menelpon.
"Kak Arya, apa kabar maaf ganggu malam-malam," kata Zahra. Kupastikan memang ini adalah benar suara Zahra.
"Iya Zahra santai aja, aku baik," jawabku singkat.
Ketika kamu datang kembali yang hanya bisa dirasakan seakan kamu memberikan sebuah harapan. Harapan yang tidak ingin aku harapankan lagi. "Ada apa Zahra?," tanyaku kembali.
"Kapan kakak pulang?," tanya Zahra.
Kapan aku pulang? Menanyakan aku pulang? Jangan buat baper Zahra.
"Iyaa waktu liburan, satu bulan lagi kayaknya," sambungku.
"Aku mau pinjem buku-buku kakak buat ujian masuk PTN kemarin kak,"
"Boleh saja,"
"Benarkah?,"
"Iya pakai aja paling dirumah juga nganggur, ambil saja di rumah, ada Ibu, sama mbak," jelasku. Sebenarnya pertanyaanku belum terjawab menelepon jam 10 malam lebih benarkah hanya sekedar menanyakan beberapa buku saja?
"Nunggu Kak Arya pulang aja,"
"Kenapa?," jawabku heran. Mengapa harus menunggu aku pulang?
"Aku sungkan aja kalau nggak ada kakak," terang Zahra seraya suara melirih.
"Kamu mau apa sebenarnya?," tanyaku sengit. "Datang pergi, datang lagi lalu pergi lagi. Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Kemana aja, selama ini ha? Kamu ingetkan waktu kamu bilang kita putus. Apakah kau pernah peduli denganku setelah itu?," tambahku geram dan emosiku seakan tak mau dibendung. Aku sudah lama ingin mengungkapkan hal ini, namun aku memilih untuk diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Definisi Rindu
Teen Fiction| Romance | Fiksi "Bagiku rindu adalah hak setiap, termasuk rindu denganmu" ..... Malam yang selalu menyanyat direlung hati yang dalam. Menepis dingin dengan kelembutan rasa. Melangkah dan berjalan di sisi yang sepi. Aku tetap ada disini, sama keti...