Mungkin bisa kuperkenal. Teman awal masuk, teman curhat, teman ospek, dan kami cukup dekat. Namanya Mella, Mella Agustina panjangnya. Panggil aja dengan Mella dengan dua L ingat dengan dua L.
Swalayan di dekat kampus ini tempat biasa aku menunggunya. Malam ini bulan purnama, bulat, dan bercahaya sejuk. Derungan kendaraan lalu lalang meramaikan suasana kota malam ini. Lampu malam makin hari makin menyala dan menyilaukan. Malam yang entah kesekian aku di kota ini. Semakin mendekat dari jarak pandangku aku yakin dia yang sedang berjalan kearah ku.
"Lama ya nunggu, tadi masih beres-beres kamar maaf ya," ucapannya. Dia telah tiba.
"Nggak lama kok, aku baru dateng juga," sambutku kepadanya. "Makan dimana? Bakso?," penawaranku padanya. Malam ini kami janji untuk keluar, kalau tidak salah ini kali ke tiga kita makan berdua.
"Jangan-jangan, aku pengen nasi goreng dekat bank itu," tunjuknya kearah warung nasi goreng tersebut.
"Oalahh yang itu, ayo Mell keburu malam ini"
"Tapi Arya ini emang udah malam liat tuh udah gelap hehehe,"
"Terserah ah,"
......
Dulu bertemu dengan Mella adalah hal yang tak ingin disengaja. Bagiku dia adalah orang pertama aku kenal dan sekaligus aku sukai di kampus ini.
"Aku boleh minta tolong enggak?" Mella berkata kepadaku. Senin ospek sudah dimulai. Banyak perlengkapan yang harus aku persiapkan. Mulai kertas A3, roti-rotian, susu, karton, dan baju-baju yang sudah ditentukan.
"Minta tolong apa Mell?," kataku.
"Kamu kan sedang bawa sepeda motor, aku minta tolong belikan kertas A3 warna merah dan pita merah," pintanya kepadaku. "Tolong ya, aku sedang tidak enak badan, Arya mau ya?," sambung Mella.
"Iyaa nggak apa-apa, santai aja, Mell,"
"Makasih ya Arya,"
Semenjak hari itu aku dan Mela sangat dekat. Sering balas membalas chating dan beberapa kali keluar bareng. Makan atau jogging bila ada waktu libur kuliah.
Semua berlangsung normal, namun seiring waktu, hubungan kami semakin tidak biasa. Semula hanya bercanda berujung menjadi perhatian. Semula hanya bertanya kabar sekarang selalu saling mengabari. Semula hanya sekedar tanya dan jawab, kini berubah saling cerita dan kadang saling menguatkan.
Namun aku sadar diri. Siapa aku dan siapa Mella. la pernah bercerita tentang siapa pacarnya. Ia mempunyai pacar yang telah bekerja. Bekerja disalah satu perusahaan di Sidoarjo. Dengan hubungan tersebut sudah cukup untuk ku tidak berharap lebih jauh. Meskipun kadang aku tak mengerti, tentang aku yang terlalu berharap atau Mella yang memberikan isyarat kepadaku.
......
Mella sepertinya suka sekali dengan nasi goreng. Kali ketiga kita keluar pasti hal yang dituju adalah nasi goreng. Tempatnya bisa berbeda-bada namun menu yang ia kehendaki tetap sama, nasi goreng.
"Dimakan Mell nasi gorengnya, nggak enak to?," tanyaku pada Mella. "Kamu sakit?," aku melihat keanehan pada raut muka Mella.
"Nggak apa-apa Arya, enak kok," nada Mella yang seperti menyembunyikan sesuatu kepadaku.
"Kamu bener nggak apa-apa?,"
"Bener aku nggak ada apa-apa kok, Arya,"
"Yaudah dihabiskan yaa," kataku pada Mella.
"Arya?,"
"Apa Mell?,"
"Aku perlu ngomong sama kamu,"
"Tentang?,"
"Penting Arya,"
.....
Kadang kami bercerita panjang lebar tentang banyak hal. Mulai tentang masalah kuliah, keluarga, dan keluh kesah yang alami. Bercerita bagaimana kelakuan adik Mella yang manja saat ia pulang.
Semakin lama rasa ini terus berkembang. Dari rasa temen dan saling bantu menjadi suka. Aku bingung harus bagaimana. Kadang aku mengiyakan bagaimana Mella bercerita panjang lebar tentang pacarnya. Kadang aku harus menahan cemburu, tapi kanapa aku harus cemburu? Memangnya aku siapa? Ada ikatan apa? Apa hak aku untuk cemburu kepadanya? Rasa yang tidak masuk akal.
.....
"Kamu ingin bicara apa Mell?" tanyaku pada Mela bahwa tidak ada apa-apa dengannya
"Aku ingin bilang sesuatu,"
"Iya bilang aja Mell," aku tidak suka tentang pembicaraan ini. Ada yang ingin ia ungkapkan padaku. Banyak hal yang ia pendam dan banyak pula yang ia ingin katakan padaku.
"Arya.." Mella dengan lirih
"Mell, jangan kamu yang nembak, aku aja hehehe" candaku pada Mella.
"Aku serius," Mella masih tetap diam dan seperti beku dalam perasaanya. Candaanku gagal total.
"Ohhh maaf,"
"Lebih baik kamu jauhi aku," Mella menatap ku dan akhirnya menunduk kebawah.
"Mell nggak lucu deh, aku nggak ulang tahun," aku berusaha menghibur. "Kamu becanda kan?," tanyaku memastikan.
"Ia tahu kalau kamu dekat denganku, dia cemburu. Setiap hari kami bertengkar dan tahu bagaimana kedekatan kita berdua," Sambil menahan air mata. " Aku nggak mau nyakitin Mas Arif," jelas Mela padaku
"Aku..." suaraku terbata.
"Sebaiknya kita temenan seperti dulu, aku nggak mau kamu berharap lebih kepadaku," lagi-lagi Mela menerangkan apa yang terjadi. "Sekalipun hubungan kita dekat,"
"Kitakan emang temenan biasa?,"
"Iyaa gitu pokoknya,"
"Aku suka padamu Mell," kata-kataku ini meluncur tanpa kontrol.
"Aku nggak bisa Arya, jauhi aku mulai sekarang,"
"Aku boleh tanya?,"
"Tanya apa?,"
"Sedikitpun adakah perasaamu
padaku?,""Tidak ada," pernyataan yang meruntuhkan semua harapan yang aku bangun. Serta mengandaskan semuanya.
"Sedikitpun?,"
"Sedikitpun tidak ada,"
Selesei sudah, ini untuk kali kedua dan tidak akan terulang kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Definisi Rindu
Teen Fiction| Romance | Fiksi "Bagiku rindu adalah hak setiap, termasuk rindu denganmu" ..... Malam yang selalu menyanyat direlung hati yang dalam. Menepis dingin dengan kelembutan rasa. Melangkah dan berjalan di sisi yang sepi. Aku tetap ada disini, sama keti...