Malam ini serasa lebih dingin. Aku memutuskan meringkuk dalam kamar kos. Sesekali mataku terbuka menatap langit-langit kamar.
Resah dan gelisah. Sesekali berguling-guling di alas tidur. Malam ini sungguh kacau. Sesekali mataku awas terhadap setiap notifikasi ponsel yang muncul. Mengamati layar ponsel namun tak ada pesan yang penting bagiku untuk segera aku balas.
Tiba-tiba dering ponselku berbunyi. Segera tanganku sigap meraih dan menatap layar. Ketika aku melihat layar ponselku hmm ternyata Lina. Otomatis langsung aku matikan. Maaf Lin sedang tidak mood.
Tak lama setelah aku menolak panggilan telepon Lina. Tak sampai 5 menit ia telepon lagi. Aku menduga aku bakal kena semprot dari Lina karena tidak memberikan kabar apapun ke pada teman-teman redaksi. Tapi aku yakin Faisal telah menjelaskan kepada Lina dan menceritakan apa yang telah terjadi kepadaku.
Aku mengangkat telepon Lina. "Hallo Lin, ada apa?" tanyaku pelan.
"Ar! kamu nggak kenapa-kenapa kan? Kamu ada dimana sekarang? Kata Faisal muka kamu tambah jelek? Lukamu gimana udah sembuh belom? Katanya Faisal muka kamu bonyok juga? Nggak ada yang patah atau tetanus kan?" nadanya tinggi dan nyerocos tanpa spasi.
"Tetanus? Kamu pikir aku habis main ke kali terus kena paku karatan bisa tetanus segala" pikiranku heran. Hmmm emang aku habis ngapain tetanus.
"Ya namanya juga panik"
"Aku nggak apa-apa Lin, maaf aku nggak bisa ngabarin temen-temen ponselku yang kemarin rusak" aku rasa Lina sudah mengerti apa yang sudah terjadi.
"Oke nggak masalah Ar, besok masuk kuliah nggak?" tanya Lina
"Hmm mungkin" jawabku ragu
"Kok mungkin? Jadi gini Ar.." Lina lekas bicara.
"Aku mau tidur dulu" sela ku pada Lina dan langsung menutup telepon.
"Ehh jangan dulu aku mau.."
Titttt.....
(Sambungan telepon terputus)
Ngomong-ngomongnya besok saja ya Lin. Aku mau tidur. Selamat malam untuk malam yang gelap.
....
Halo pagi aku siap untuk hari ini.
Aku menenteng ransel untuk siap berangkat. Sejenak aku melihat wajahku dalam cermin memang masih terlihat bekas luka yang tersisa. Namun tak terlalu mencolok bila tak diamati secara teliti, namun hari aku lumayan baik-baik saja.
Sejak pertemuan terakhir dari Rumah Sakit Kak Gadis belum sama sekali memberikan kabar. Mungkin ia sibuk atau seharusnya aku yang memberikan kabar lebih dulu. Sekedar mengabarkan keadaanku sudah baik. Tapi niat itu aku urungkan. Kejadian bertemu dengan orang itu, membuat pikiranku mencuat kemana-mana, sedikit kesal, marah, jenkel dan bertanya-tanya. Ini gejala cemburu?
Apakah aku terlalu berharap? Semua yang dikatakan Kak Gadis barangkali murni sebagai pemanis dalam obrolan. Mungkin saja teknik agar kami mudah akrab. Namun selebihnya adalah pemanis buatan yang sama sekali tak ada makna. Atau bisa juga aku yang terlalu terlalu berharap kepadanya.
Ketika semuanya sudah beres aku berangkat. Menutup pintu kos rapat-rapat lalu menguncinya. Seperti biasa aku memilih untuk berjalan. Dengan berjalan aku dapat berjalan dan merasakan kebersamaan dengan bumi, tanah, batu, rumput, pohon dengan mereka selalu ada sisi saat aku berjalan sendiri.
Lantas aku berhenti dimana insiden itu berada. Aku hanya tak menyangka bila kejadian yang aku alami akan menyeret Kak Gadis dalam bagian cerita ini. Mungkin ini hanya kebetulan, tapi bukankah di dunia ini tidak ada yang kebetulan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Definisi Rindu
Teen Fiction| Romance | Fiksi "Bagiku rindu adalah hak setiap, termasuk rindu denganmu" ..... Malam yang selalu menyanyat direlung hati yang dalam. Menepis dingin dengan kelembutan rasa. Melangkah dan berjalan di sisi yang sepi. Aku tetap ada disini, sama keti...