2# Datang Untuk Singgah

161 12 6
                                    

Kimia, Matematika, Fisika, dan Bahasa Indonesia. Itulah mata pelajaran hari ini, aku sendiri sudah merasa pening dan gerah. Aku merasa salah masuk penjurusan dan seharusnya aku tidak di kelas ini. IPA? Kelas macam apa ini?

Hal yang paling menyebalkan harus berhadapan dengan Pak Kumis. Sebenarnya namanya Pak Soleh, hanya saja Pak Soleh mempunyai kumis yang super tebal. Sepakat aku dan Bowo menamainya dengan Pak Kumis.

Pak Kumis ini suka sekali menyengsarakan muridnya sendiri. Pak kumis tipe guru yang menginginkan keseriusan. Kelas di desain tegang tanpa suara, sunyi sepi. Ia buat aturan bila datang terlambat akan disuruhnya lari keliling lapangan basket lima kali, Bowo adalah korban dari keganasannya.

Ketika kelas sudah hening semua siswa dikelas hanya bisa diam menahan nafsu tidak celometan atau sedikitpun bersuara. Bila tidak ada kemungkinan terburuk. Pertama penghapus kayu itu bisa meluncur tajam kepalamu atau kemungkinan kedua disuruh maju mengerjakan soal yang maha sulitnya dan bila tidak bisa disuruh kerjakan soal serupa berjumlah 100 soal. Tidak ada alasan selain diam dan terus berdoa. Ya Tuhan semoga hari aku baik-baik saja dengan Pak Kumis.

.....

"Ayo cepetan Wo, Anang, sama Huda udah masuk kelas," sambil aku tarik lengannya. Supaya lebih cepat makan karena takut Pak Kumis sudah dikelas. Aku tidak ingin masuk terlambat dan dihukum konyol berputar-putar keliling lapangan lima kali.

"Bentar, Pak Kumis nya masih sisir kumisnya, atau enggak masih catok kumisnya tuh, tenang aku udah berpengalaman," nada Bowo sama sekali tak panik sambil terus makan Bakso yang masih separuh porsi dimangkuk.

"Pengalaman dihukum iya, aku sih ogah ayo cepet Wo!,"

"Iya-iyaaaa bentar kurang dikit nih," dengan lahab Bowo paksa semua bakso-baksonya yang tersisa masuk dalam mulutnya.

"Buruan Wo!!,"
"Iyaa bawel banget sih, udah ini,"

Menyusuri lorong sekolah dan keadaan sudah sepi. Perasaanku tidak enak, lantas aku terus lari menuju kelas dengan Bowo yang masih dibelakang. Kami sudah terlambat 10 menit. Namun konsentrasiku pecah.

Bowo yang masih dibelakang tiba-tiba berhenti tanpa sebab. Aku menduga perutnya dalam masalah sebab barusan membabi buta memakai sambel dan saos bakso dikantin. Atau memang sedang kebelet ingin ke toilet karena menahan buang air kecil? "Ada apa Wo? Buruan," teriaku pada Bowo dibelakang.

"Sini dulu penting," Bowo sambil mengayunkan tangannya meminta aku kearahnya. Ini tidak beres.

"Apa!," aku menghampirinya.

"Liat tuh, si Milah lagi baca puisi didepan kita nonton dulu bentar disini," Sambil cengengesan kepadaku dan mengintip dari lubang jendela kelas Millah.

"Apaaa! Gila ini bukan saatnya liat si Millah, nanti juga bisa liat waktu dia dilapangan," Aku mengerutkan dahi. Masih bisa saja hawa nafsunya bekerja dalam keadaan genting seperti ini. "Aku sih ogah disuruh lari-lari keliling lapangan basket," mendengus kearahnya. Masih saja asik dia mengintip dari jendela luar.

"Ini momen langka, dilapangankan udah sering hehehe," kata Bowo sambil cengengesan nggak jelas.

"Yaudah aku mau masuk dulu, aku nggak mau diceremahin panjang lebar sama si kumis,"

"Ehhh tunggu-tunggu aku bareng deh, ahh nggak seru," kerut Bowo sedikit kecewa

"Buruan Wo! dasar mesum,"

......

Jarak sekolah dari rumah lumayan tapi aku tempuh dengan sepeda. Biasanya ada Bowo, Anang, sama Huda tapi kayaknya mereka sudah pulang dulu karena aku tadi harus bertemu dengan Pak Soleh bicara masalah Osis besok.

Definisi RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang