☆[S3] Chapter 21 : Dunia Para Elf☆

170 15 24
                                    

"Apa maksudnya ini?" Rambut perak Raiga berjatuhan ke keningnya, terhempas angin yang berhembus dari timur, dia sedang berjalan sendirian, kedua kakinya tenggelam dalam timbunan pasir merah yang hangat. "Mengapa aku ada di tempat seperti ini?"

Pupil matanya membesar, memandangi sebuah bangunan-bangunan kotak yang menjulang tinggi jauh di depannya, kepalanya menoleh ke belakang saat suara ombak terdengar, ah, jadi begitu, kini dia sedang berada di tepi laut.

Sendirian.

Laut yang membentang luas di belakangnya benar-benar membuatnya menarik napas panjang, Raiga tidak mengerti mengapa dia berada di tempat ini. Seingatnya, dia melompat ke dalam lubang para pendosa yang merupakan tempat khusus untuk melenyapkan para malaikat yang telah berbuat dosa, tapi bukannya lenyap dan mati, dia malah dikirim ke tepi laut yang sepi.

Raiga memalingkan pandangannya kembali ke depan. "Dan sepertinya, bangunan-bangunan berbentuk kotak yang menjulang tinggi di depanku, adalah sebuah kota besar yang dihuni para makhluk hidup," Raiga menghembuskan napasnya dengan lemas. "Aku tidak begitu yakin, tapi sepertinya ini bukan Surga, mungkinkah ini Bumi? Tempat tinggal para manusia atau alam yang lain?"

Selagi pikirannya masih bertanya-tanya, Raiga memutuskan untuk terus berjalan melewati timbunan pasir merah yang menenggelamkan kakinya sampai akhirnya kedua kakinya terlepas dari pasir-pasir tersebut dan tergantikan oleh permukaan tanah yang datar.

Kini Raiga menghentikkan kakinya, berdiri mematung di tempat yang dipijakinya. Rambut peraknya yang pendek dan berantakan terombang-ambing terbawa angin, kedua alisnya mengkerut disertai tatapan mata yang malas.

Pakaian yang dia pakai sekarang adalah kaos putih dan celana panjang berwarna biru pekat.

Raiga tidak habis pikir, setelah menjatuhkan diri ke dalam lubang para pendosa, ternyata dia masih bisa hidup santai di tempat seperti ini, padahal harapannya, dia ingin mati dengan tenang. Tapi nyatanya, harapan itu tidak terwujud.

"Baiklah, mungkin aku tidak tahu, sedang ada dimana aku sekarang, tapi setidaknya, aku harus mencari cara agar aku bisa bertahan hidup di sini." ucap Raiga dengan santai, kedua tangannya dimasukkan ke kantong celananya, dengan gaya kalemnya, ia kembali berjalan mengikuti arah jalan setapak yang membentang lurus di hadapannya. Entah akan dibawa kemana dia oleh jalan ini, tapi lebih baik berjalan daripada berdiam diri di sini.

Sayangnya, walaupun dia mengikuti jalan setapak ini dan terus berjalan, dia tidak menemukan apa-apa selain hamparan laut biru yang ombaknya beriak-riak, pepohonan pinus yang berdiri kokoh di setiap sisi jalan, dan pemandangan sebuah kota yang berkilauan jauh di depan.

"Kurasa kedua kakiku ingin beristirahat, mustahil untuk kembali berjalan, aku sudah lelah." kata Raiga dengan tubuh yang loyo yang kemudian merobohkan pantatnya ke tanah, terduduk lesu di permukaan tanah yang kasar. "Membosankan sekali."

Kepalanya didongakkan, memperhatikan hewan-hewan bersayap yang terbang bebas di atas langit biru, "Huh, enak sekali jadi mereka, bisa terbang bebas di langit, tanpa harus berjalan menggunakan kaki yang membuat lelah. Aku iri sekali, andai saja aku punya--Tunggu!"

Setelah memandangi burung-burung tersebut selama beberapa detik, tiba-tiba dia mengingat sesuatu yang tidak disadarinya selama ini.

"Bukankah aku punya sayap? Bodoh sekali, mengapa aku baru menyadari hal ini sekarang, malaikat macam apa aku ini sampai-sampai melupakan bagian tubuhnya sendiri." Lalu wajah Raiga yang tadinya malas dan lesu berubah menjadi lebih bergairah, bahkan senyuman tipis tercetak di bibirnya kali ini.

Seorang malaikat sudah pasti memiliki sepasang sayap di punggung, itu bukan sebuah bualan, tapi memang benar dan tentu saja, wajar. Tapi, seorang malaikat pun punya kemampuan untuk menonaktifkan sayapnya agar tidak bisa dilihat oleh orang lain, hal ini bertujuan untuk menghindari segala masalah ketika beraktivitas sehari-hari. Kalian bayangkan saja jika sayap yang ada di punggung tidak bisa dihilangkan, mungkin untuk sekedar duduk di kursi saja, akan merepotkan sekali. Jadi begitulah alasan para malaikat lebih memilih mengaktifkan sayapnya ketika dalam situasi yang benar-benar penting saja.

RAIGA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang