☆[S3] Chapter 22 : Penindasan dan Sebuah Rencana☆

131 15 9
                                    

Setelah menjatuhkan diri ke lubang para pendosa, alih-alih lenyap dan mati, Raiga, Yuna, dan Zapar malah terlempar ke dunia lain. Raiga tersesat ke dunia para iblis, sedangkan Yuna dan Zapar teralihkan ke dunia para elf. Sebenarnya, yang wajib masuk ke lubang para pendosa hanya Raiga saja, tapi karena Yuna dan Zapar khawatir pada sahabatnya, akhirnya mereka pun ikut masuk ke sana. Tapi sayang sekali, walaupun masuk ke dalam lubang yang sama, tempat pendaratan mereka terpisah, cuma Yuna dan Zapar saja yang masih bersama, sementara Raiga, seorang diri.

Di langit yang cerah , tampak wujud Raiga yang sedang melayang santai dengan mengepak-ngepakkan kedua sayap birunya, lelaki itu terlihat lesu, jelas dari matanya yang agak sayu, tapi memang begitulah rupa-nya. Kibasan sayapnya semakin kencang, ketika posisinya tidak terlalu jauh dengan kota yang ditujunya, dia pun menyunggingkan senyuman kecil.

Awalnya ia bingung akan mendarat dimana, karena dia tidak mungkin turun ke tempat yang diduduki banyak orang, itu bakal mengundang perhatian, dan Raiga sangat membenci hal itu, apalagi situasinya sekarang sedang berada di tempat yang sangat asing.

Kemudian Raiga mencari tempat yang sepi untuk mendarat, dan akhirnya ia menemukan lokasi yang cocok.

"Huhhhh...," Raiga menghela napas ketika pendaratannya mulus, kini dia sedang berada di atap sebuah gedung yang tua, alasan mengapa ia memilih tempat ini karena di sini, tidak ada satu pun orang yang berlalu-lalang, hanya ada suara serangga dibarengi cuitan burung-burung gagak, dan sepertinya toko-toko di sekitar gedung ini pun telah bangkrut, terlihat dari penampilan tokonya yang usang dan penuh jaring laba-laba. "Bagus, sepertinya ini akan menjadi tempat tinggalku untuk sementara, baiklah, karena suara keramaian kota tidak terlalu jauh, mungkin sisanya aku akan jalan kaki ke sana."

Kedua sayap birunya dinonaktifkan lalu Raiga lompat dari atap menuju tanah dengan gaya yang santai. Saat kedua kakinya sudah menapakki tanah yang keras, lelaki rambut perak itu melangkah meninggalkan gedung tua yang ada di belakangnya untuk pergi ke kota yang ada di hadapannya.

Setelah Raiga keluar dari gang sempit yang bau, ia disambut dengan kebisingan suara orang-orang yang lewat, dan kedua matanya membelalak saat melihat gedung-gedung pencakar langit yang berdiri di hadapannya, sungguh, jika dibandingkan dengan kota yang ada di Surga, tempat ini lebih gila. Mengapa bisa disebut gila? Karena jelas, di sini, gedung-gedungnya benar-benar menembus langit, dan suasana kotanya pun terasa unik, ia bisa melihat banyak makhluk aneh berkulit merah, biru, kuning, hijau dan mereka semua memiliki sepasang tanduk di kepalanya, berlalu-lalang dengan mengenakan pakaian kantor yang formal, kadang juga Raiga menemukan remaja dan anak-anak yang ikut berjalan di antara orang-orang berkantor itu, tapi kulitnya berwarna-warni, tidak seperti malaikat atau pun manusia.

Sekilas, sebuah pertanyaan besar tiba-tiba muncul di dalam kepala Raiga, sebenarnya, mereka itu apa? Tanduknya, warna kulitnya, logat bicaranya, benar-benar aneh.

Tak sadar telah berdiri mengagumi kota ini selama lima menit di tengah trotoar jalanan, dan kehadirannya cukup mengganggu orang-orang yang mau lewat. Raiga pun segera bergerak mengikuti arus orang-orang yang ada di sekitarnya, untuk berjalan bersama mereka. Tanpa tujuan, tanpa rencana, Raiga melangkah hanya ingin mencari tahu sesuatu, yaitu mengapa banyak hal yang aneh di kota ini.

Bruk!

Tidak sengaja, Raiga menabrak punggung orang yang sedang berjalan di depannya, alhasil, pemuda itu cepat-cepat menyadarkan diri dari lamunannya dan menatap punggung orang tersebut. Mereka berdua sama-sama menghentikkan langkah kakinya, membuat orang lain yang berjalan di belakang mereka meminggir.

"Apa kau punya urusan denganku, Anak Muda?" Punggung orang yang tak sengaja ditabrak oleh Raiga ternyata adalah punggung seorang lelaki berusia tiga puluhan. Warna kulit dari lelaki paruh baya itu merah darah, matanya memancarkan aura mengintimidasi, dan dua tanduk kambing yang tertanam di kepalanya mulai menyala terang.

RAIGA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang