☆[S3] Chapter 27 : Gadis Mungil yang Meledak☆

120 16 59
                                    

"Kenapa kau mengikutiku?" Melios memasang wajah kesal, dia tidak suka dibuntuti oleh orang lain, karena itu membuatnya tidak nyaman, apalagi sekarang, orang yang membuntutinya adalah seorang lelaki populer di sekolahnya, yaitu Norman Bravery, dan semua orang tahu namanya.

"Memangnya siapa yang mengikutimu? Aku hanya kebetulan berjalan ke arah yang sama denganmu saja, bukankah itu wajar?" Norman menyunggingkan senyuman ramahnya pada Melios, berharap lelaki pirang itu percaya pada ucapannya.

"Kau pikir aku tidak tahu? Asal kau tahu saja, aku bukan orang bodoh yang bisa dibohongi oleh tipuan payah begitu!" Tidak peduli bahwa lawan bicaranya itu merupakan orang yang sangat populer, Melios membentak Norman dengan nada yang menggeram, membuat lelaki tampan berambut cokelat itu menaikan kedua alisnya, terkejut.

Bahkan beberapa siswa yang lewat pun mendadak menolehkan perhatiannya pada Melios yang sedang membentak Norman, membuat suasana jadi semakin canggung.

"Raiga," Tiba-tiba Norman menyebut sebuah nama yang membuat Melios dan beberapa siswa yang mendengarnya terbelalak. "Apakah dia yang katanya seorang Malaikat Pendendam? Apakah aku benar?"

Menyebut nama orang yang sudah tidak ada di Surga adalah sesuatu yang tidak sopan, Melios membara. "Untuk apa... kau menyebut nama orang itu di depanku?"

Norman Bravery tersenyum. "Jadi benar, ya? Namanya Raiga?" Lalu, Norman mendekatkan mulutnya ke kuping Melios, membisikkan sesuatu. "Aku pikir sebaiknya kita membicarakkan ini di ruang yang sepi, kau lihat? Di sini banyak orang yang akan mendengar kita, jadi bagaimana kalau--"

"Aku tidak mau menghabiskan waktuku dengan orang aneh sepertimu." Melios langsung buru-buru masuk ke dalam ruang perpustakaan untuk menghindari Norman yang bertingkah menyebalkan di hadapannya.

Setelah masuk ke ruang perpustakaan, Melios lega dan dia pun langsung menyimpan buku-buku yang dibawanya ke rak-rak yang sesuai, lalu dia pun duduk di sebuah kursi khusus membaca, walau saat ini, dia sedang tidak membawa satu pun buku untuk dibaca, karena saat ini, dia hanya ingin istirahat dari segala hal yang membuatnya kesal, termasuk kejadian bersama Norman tadi.

Itu benar-benar menjengkelkan.

"Mengapa dia tiba-tiba menanyakan soal Raiga? Aku jadi agak penasaran, apakah dia--Ah mengapa aku membuang waktuku memikirkan hal bodoh seperti itu!? Sebaiknya aku--"

Tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh pundak Melios dengan halus. "Oh, kita bertemu lagi rupanya."

Spontan, Melios memutar kepalanya ke belakang, untuk memandangi orang yang barusan bersuara di dekatnya, ternyata bukan Norman Bravery yang menyentuh pundaknya, melainkan Rey, orang yang kemarin menghajarnya sampai babak belur.

"Ah--" Baru saja Melios akan berbicara, Rey langsung membekap mulut si pirang dengan telapak tangan kasarnya.

"Sebaiknya kau jangan bersuara, bangsat. Aku tidak mau mendengar suara bodohmu, aku datang kemari cuma ingin mengatakan sesuatu padamu, jadi diam dan dengarkan aku," Rey pun duduk di kursi yang bersebelahan dengan Melios, lalu dia pun menampilkan muka sangarnya yang menyeramkan.

"Sepulang sekolah, aku ingin kau ikut denganku."

Mendengar hal itu, Melios meringis ketakutan, firasatnya mengatakan akan terjadi sesuatu yang buruk menimpanya.

***

Di dunia Rebula.

"Badai saljunya sudah pergi, kawan!" Zapar berseru setelah dirinya keluar dari gua untuk mengecek situasi. "Kita bisa melanjutkan perjalanan! Ayo! Yun! Dan... Siapa namamu?"

Yuna menepuk jidatnya. "Bagus, kau lupa pada namanya padahal kurasa diriku ini sudah memberitahukannya padamu beberapa jam yang lalu. Kau benar-benar bodoh, Zapar." Yuna pun bangun dari posisi duduknya dan berjalan mendatangi Zapar. "Ah, kau benar, badainya sudah tidak ada." ucap Yuna saat dirinya memandangi langit yang cerah setelah keluar dari gua.

RAIGA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang