Dengan bujuk rayu mami Junet, dan restu dari maminya, akhirnya Hanifa memutuskan untuk mencoba suasana baru. Ia memutuskan bersedia menemui ibu Anita.
Dipandanginya sekeliling ruangan kantor. Professional look. Cozy, di tengah tengah ruangan ada ruang meeting kecil seperti mini aquarium, terbayang, ketika nanti ia duduk wawancara di cubical kecil itu, akan banyak mata melirik. Terlihat kesibukan orang orang di ruangan tersebut. Tidak terlalu banyak, mungkin ada sekitar dua puluh orangan yang ada di ruangan tersebut.
Selera ibu Anita boleh juga, batin Hanifa. Desain interior yang banyak menggunakan kayu, lampu lampu kecil memenuhi ruangan, tidak ada lampu lampu besar, jendela kaca yang mengelilingi bagian luar gedung, yang dibiarkan terbuka, telanjang tanpa gerai menjadikan ruangan tetap terang. Dalam hati, desain kantor ini selera anak muda sekali.
Sofa minimalis, ruang kerja di tengah tengah dengan model tempat duduk seperti di cafe, ia mengkira kira, dari desain lay out yang ada, sepertinya yang memiliki meja dan kursi standar di empat penjuru ruangan, yang lagi lagi terbuat dari kayu adalah meja kerja di level manajerial, sementara yang di bagian tengah di sekitar dua mini cubical terbuat dari kaca dipisahkan oleh satu line bangku dan kursi dengan desain yang cozy serasa di cafe, terlihat walaupun sibuk, orang orang sepertinya nyaman bekerja.
Tidak ada pc seperti di tempat ia bekerja di bank dulu, semua sibuk dengan laptop masing masing. Apalagi di perusahaan mami Junet yang sangat santai, hanya memiliki dua belas karyawan back office yang mendukung aktivitas usaha tiga gerai toko kue di beberapa lokasi premium dan beberapa gerai di mall area Jakarta Selatan. Ia jarang keluar kantor, duduk seharian di depan PC. Kantor tempat usaha mami Junet hanya sepuluh menit dari rumahnya. Nyamannyaaa.
Sudah lama, enam tahun lebih, tidak akrab dengan suasana rush hour aktivitas kantor. Begitu lulus kuliah, saat usia menginjak 21 tahun, hanya selang tiga bulan istirahat bersantai main jalan sepuasnya dengan Junet. Tiga bulan yang ceria. Lalu kemudian bekerja kantoran yang akrab dengan deadline, target, pressure...Junet lagi lagi menjadi penerang dalam gulitanya. Ahh Junet lagi Junet lagi.
Ingatannya berkelana. Teringat dengan bibir manyun, ketika Junet tak kunjung datang, yang ternyata ketiduran, padahal sudah janjian ke Gramedia.. Berantem, baikan, nonton, lari pagi tiap minggu, dunianya benar benar hanya seputar Junet.
Pikirannya tersadar dari kenangan manis dengan sahabat terkasihnya, ketika namanya dipanggil oleh seseorang. Diikutinya langkah kaki bapak paruh baya yang tadi mengenalkan diri dengan nama pak Cahyo itu ke ruang meeting kecil di tengah tengah ruangan.
"Bu Hanifa, kebetulan saat ini ibu Anita sedang ada rapat dengan pak Akil, mohon berkenan mengisi data diri terlebih dahulu ya Bu untuk saya sampaikan ke beliau berdua" ucap pak Cahyo sambil menyerahkan berkas yang kemudian ia isi dengan data pribadinya.
"Hari ini kebetulan sekali, pak Akil dan bu Anita ada di kantor, tadi ibu Anita menyampaikan, bu Hanifa dipersilahkan masuk ke ruangan lebih kurang tiga puluh menit lagi. Nanti akan wawancara langsung dengan pak Akil dan bu Anita. Tak sampai 10 menit sudah diisinya form yang disodorkan tadi.
Sebelas tahun tidak pernah lagi mengikuti wawancara. Tahun terakhir saat keluar dari salah satu bank papan atas negri ini, ia baru mendapatkan promosi di level manajer. Lalu ia tinggalkan begitu saja dunia kerjanya untuk menyembuhkan duka karena kepergian Junetnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Galak
Romanceoffice romance, antara atasan yang super galak dengan asistennya