18. Awal yang baik

1.8K 128 12
                                    

Pesawat mendarat di bali tepat waktu di bandara Ngurahrai International Airport. Hiruk pikuk penumpang pesawat terlihat di bandara, baik itu penumpang lokal maupun penumpang asing.

Jadwal pertemuan dengan beberapa calon operator hotel masih tiga jam lagi. Dan perjalanan dari bandara menuju Pecatu paling tidak akan memakan waktu lebih dari 40 menit.

Pak Akil tadi sudah memberitahu bahwa begitu mendarat, kami akan langsung menuju lokasi hotel. Dan benar. Empat puluh menit kemudian mereka sudah ada di lokasi hotel.

Di depan Hanifa, terlihat hotel yang mungkin jika Hanifa amati sekilas sudah pada tahap 80% pembangunan. Suasana sibuk pembangunan hotel terlihat jelas. Tampak beberapa orang sedang mengerjakan kolam renang di sisi sebelah kanan hotel. Hamparan lapangan golf menghijau di sekitar hotel dan terlihat sudah digunakan oleh beberapa orang pengunjung.

Karena target launching awal adalah dua bulan mendatang, terlihat bahwa pengerjaan lantai satu dan lantai dua Akila resort & hotel sudah mendekati selesai. Target finishing pertama adalah lantai 1 dan lantai 2, sementara setelah tadi diajak berkeliling sebentar oleh pak Akil ke lantai 3,4 dan 5, tiga lantai ini masih dalam tahap 75%, beberapa furniture sudah terpasang, sebagian lagi masih belum.
Hotel yang megah, batin Hanifa. Belum ditambah resort di sekitar hotel yang terlihat klasik dan elegan pada maket miniatur hotel itu.

Diikuti oleh tiga orang pegawai di sana, mereka kembali ke lantai 1 hotel itu.

"Han, tiga hari ini kamar kita akan bersebelahan. Sekarang masih ada waktu dua jam sebelum calon operator datang. Kamu mau istirahat dulu di kamar atau ngobrol dengan saya di restoran sambil pelajari file yang baru saya terima?" tanya Akil.

" Oh, sudah ada data ya pak, saya ikut bapak aja kalau gitu ke restoran" jawab Hanifa disambut senyum cerah Akil.

" Oke, kita taruh kopor aja dulu ya, biar nanti ke restorannya cukup bawa laptop aja" kata Akil.

"Oke pak" kata Hanifa lalu mengikuti pegawai hotel menuju kamar mereka.

Begitu menaruh kopornya, mencuci muka dan memperbaiki make up tipis di wajahnya, Hanifa bergegas keluar dan berjalan menuju restoran.

"waah, restorannya pun mewah" batin Hanifa dalam hati sambil melihat ke sekeliling restoran dan tersenyum melihat sosok Akil dan kemudian Hanifa berjalan ke arah bosnya itu.

"laper nggak Han?" tanya Akil.
"nggak sih pak, di pasawat makan, di lounge makan, nanti kaya gajah bengkak saya" jawab Hanifa spontan membuat Akil tertawa.

" gajah gembul yang cantik" ujar Akil sambil tertawa. Mendengar ucapan bosnya, tanpa bisa dikontrol, pipi Hanifa merah merona. Pemandangan pipi memerah ini selalu membuat gemas Akil.
" kita pesan menu cemilan ringan aja ya, sama minum" kata Akil
" oke pak " jawab Hanifa.
" Saya kuatir dijewer mami mamimu Han kalau sampe kamu kelaparan, sereem" kata Akil dan Hanifa tertawa lepas
" haha pak Akil ternyata nguping telpon saya ya" kata Hanifa.

" Gimana nggak nguping, orang kedengeran, aku tuh mau nanya ke kamu tapi takut ngga sopan, cuma di kepalaku udah terlanjur banyak pertanyaan berseliweran. Jadi aku mau nanya aja deh" kata Akil.

Suasana santai membuat nyaman pembicaraan merubah saya menjadi aku tanpa beban.

" Aku tahan tahaan mau nanyain ini, sebenarnya mamimu yang mana, mami Frida, atau yang mami aja" tanya Akil dengan muka serius.

" wah bapak ngintip ngintip hape saya juga" ujar Hanifa geli.
" kan keliataan tulisannya, mau ngga mau kebacaa" kata Akil.

" Dari pada saya dipecat karena bikin bos penasaran ngga bisa tidur, saya ceritain aja ya.. Mami saya bukan mami Frida. Maaf jadi salah sangka dan saya tidak mengoreksi dari awal, baik ke bapak maupun ke ibu Anita. Mami Frida itu maminya sahabat saya, eh mantan saya" jawab Hanifa.

"Oooo maminya mantaan, akrab banget" kata Akil, Akil tak menyadari nada yang mendekati nyinyir yang keluar dari bibirnya (bayangin muka ganteng lagi nyinyir).

"Mami Frida sudah seperti mami saya sendiri pak Akil" kata Hanifa.
"Padahal maminya mantan ya, biasanya kalau mantan kan ujung ujungnya ngambek ngambekan, pura pura nggak kenal lagi, kok bisa begitu Han? " kata Akil.
"Hehe gimana ya pak.. Mantan saya sahabat sejak sama sama masih di perut" kata Hanifa.

"Oooooooooo ya ya" jawab Akil.
" Oh iya pak, saya boleh lihat data proyeksi keuangannya semua calon operator? " Tanya Hanifa.

Saat itu juga Akil mengemail data dan mereka berdua larut dalam diskusi panjang.

" Nih pak, kalau menurut saya, proyeksi yang dibuat Alberta International terlalu optimis, iya siih, Alberta International operator sudah berpengalaman malang melintang berpuluh tahun, tapi kalau occupancy rate hotel dia buat 78.5% menurut saya terlalu berani" kata Hanifa.

" Kenapa terlalu berani, jaringannya dia luas lho Han, kalau kita bandingin strateginya dengan Patrick Robert, Alberta lebih kreatif, nggak cuma mengandalkan travel agency saja" kata Akil.

" Menurut saya, jumlah peningkatan hotel bintang 4 dan 5 di area Pecatu aja ada 6 hotel sendiri di tahun ini, kalau overall peningkatan jumlah kamar hotel bintang 4 dan 5 yang 3% di seluruh bali, dan dari 9 hotel bintang 5 yang equal dengan hotel bapak, 6 nya ada di Pecatu lho Pak. Rata-rata ocupancy rate tahun ini aja hanya 68.5%, jadi tetap pak, menurut saya angka 78.5% terlalu optimis. Belum ditambah operator fee yang jumlahnya signifikan lebih besar dibanding dua operator lain" kata Hanifa.

Akil mengakui, pendapat Hanifa bisa menjadi input yang baik buat ia mengambil keputusan strategis.

" Jadi menurutmu kita ambil aja Alberta International dibanding lainnya asal turunkan proyeksi occupancy rate?" Tanya Akil.

"Belum bisa jawab sih pak. Saya belum hitung feasibility masing masing operator. Saya masih perlu mendengar penjelasan dari semua calon operator. Yang jelas, saya nggak sreg dengan angka proyeksi occupancy rate Alberta yang 78.5%, dan perlu hitung ulang lagi apakah kalau kesanggupan occupancy rate mereka diturunkan dengan biaya operator fee setinggi itu masih lebih baik atau tidak return nya dibanding kalau kita mengambil operator lainnya" jawab Hanifa.

" Oke, good point of view" kata Akil tanpa ragu mengapresiasi pendapat Hanifa.

" Kita tutup laptopnya dulu, kita santai aja, nunggu keterangan dari mereka. Hayu ini dimakan dulu Han" kata Akil.

"Kembali ke mantan, jadi kamu udah putus sama mantan tapi masih ngga bisa putus sama maminya? " tanya Akil.

" hihi, saya sih ngga mau putus juga sama mantan saya, tapi ya mau gimana lagi" kata Hanifa.

" cinta banget ya Han" tanya Akil.

Ekenapa bahasannya jadi jauh melenceng dari serius dan urusan pekerjaan ya, batin Hanifa.

" ya Cinta sih" jawab Hanifa
" tapi putus" kata Akil
" ngga putus juga sih pak" balas Hanifa
" tapi mantan" jawab Akil.

" kenapa jadi bahas mantan ya pak" kata Hanifa tersenyum geli.

" nggak papa, kan aku udah terlanjur kepo" kata Akil.
" cuma malu aja saya pak, dan lagi jadi bahas orang yang udah ngga ada lagi" jawab Hanifa.
Ekspresi kaget tak bisa disembunyikan oleh Akil.
" maksudmu mantanmu meninggal? " tanya Akil dijawab anggukan kepala Hanifa.

" Aduh, maaf Hanifa, aku keterlaluan ya" kata Akil.

" nggak kok pak, toh kejadiannya udah enam tahun lalu" jawab Hanifa.

"Oooooooo" jawab Akil tak bisa banyak berkomentar, tapi semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya.
" pacarmu yang sekarang nggak jealous Han, kamu masih mesra banget sama maminya mantan" tanya Akil, sebenarnya ia ragu untuk menanyakan ini, tapi rasa ingin tahu nya tak tertahankan.

"saya nggak ada yang cemburuin, bahkan mami Frida yang ngusir ngusir saya dari toko kue nya, biar saya punya pacar lagi katanya" kata Hanifa. Ia sendiri heran, kenapa seterbuka ini ia, dan sama bosnya pula. Bos yang kata orang orang di kantor katanya galaknya nyebelin. Salah kali ya orang di kantor.

Jawaban Hanifa membuat Akil tersenyum lega dan puas.

Bos GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang