Waktu menunjukkan pukul 4 sore ketika Hanifa selesai berbenah. Hanifa bergegas menuju ruangan pak Akil dengan membawa laptop dan dokumen pendukung. Diketuknya perlahan ruangan bosnya dan ketika sudah ada jawaban dari dalam ruangan Hanifa membuka pintu dan berjalan ke arah bosnya.
"Sore pak Akil" sapa Hanifa hormat.
" Sudah siap Han? " tanya bosnya
" Mulai dari mana dulu pak?" Tanya Hanifa sambil menyalakan laptop, menyabungkan kabel data dari layar tv besar di samping kiri meja kerja bosnya ke laptopnya sehingga terpampang screen laptop Hanifa di sana. Hanifa tidak sadar bahwa screen saver laptopnya telah tersambung pada layar besar TV di ruangan bosnya. Ia masih sibuk menata kertas kertas dokumen pendukung.Hanifa belum menyadari bahwa bosnya sedang memperhatikan dengan seksama layar TV besar di ruangan itu.
Terlihat foto Hanifa dengan teman temannya, sepertinya foto lama karena rambut Hanifa masih pendek, sedang diacak acak oleh sosok lelaki muda belakangnya. Keduanya tertawa lepas, mengenakan training dan kaos santai di lapangan, di belakangnya ada dua pria lain yang ikut bergaya dan satu abege perempuan ikut bergaya, jadi Akil berasumsi mungkin foto Hanifa diambil jaman jaman kuliah. Akil membayangkan keceriaan masa muda Hanifa. Tak urung diperhatikannya dengan seksama foto lelaki yang sedang mengacak acak rambut Hanifa, dengan berbagai pertanyaan yang muncul di benak Akil.
Hanifa sendiri panik ketika baru menyadari layar TV yang besar di samping meja bosnya menampakkan gambar foto dirinya dengan Junet, Mila, Andre dan Zaki sedang bersantai minggu pagi. Sesekali teman SMA nya dulu masih suka berkumpul melepas penat, foto itu diambil ada kali tujuh tahunan lalu, sebelum Junet meninggal dunia.
Hanifa buru buru membuka file Excell untuk menutupi foto screen savernya.
" Maaf pak kita mulai dari mana" kata Hanifa dengan muka yang masih memerah bak kepiting rebus. Akil menikmati pemandangan di depannya namun berusaha keras menahan diri untuk tidak tertawa.
" Saya ingin bahas laporan keuangan workshop di Surabaya aja dulu Han, barangkali ada yang sudah diambil kesimpulan dari data sementara yang saya sampaikan "kata pak Akil dengan nada santai, jauuh dari raut muka meeting tadi pagi. Hal ini membuat Hanifa lebih merasa nyaman.
"Sebentar sebentar" kata pak Akil sambil menekan extention pantry.
" Handi, saya mau kopi ya.. Han, minum apa" tanya pak Akil.
" mmm.. Kopi boleh pak" jawab Hanifa.
"Dua ya Han" perintah pak Akil.
" Pisang goreng sama siomaynya dibawa sekalian ya" kata pak Akil.Ebuset.. Sepertinya siap siap diskusi panjang... Batin Hanifa.
" Mohon maaf sebelumnya pak.. Kalau saya salah mengambil kesimpulan karena keterbatasan waktu untuk mempelajari data yang ada. Tapi dari laporan yang ada, ada beberapa hal yang mungkin akan saya tanyakan juga ke bapak untuk menjadi pemahaman saya.
1. Di catatan buku besar transaksi, seharusnya berapapun dana yang dikirimkan dari kantor pusat, akan tercatat pada posisi kas kantor cabang, atau jika sudah dibelanjakan akan ada di posisi persediaan atau uang muka pembelian. Dari angka yang ada saya masih perlu waktu untuk mencocokkan dengan seluruh nominal transfer ke workshop. Namun ada beberapa transaksi yang pengeluarannya dilakukan transfer ke rekening pribadi manajer workshop dan staff di sana, yang menurut saya tidak lazim dilakukan sesuai corporate practise.2. Terdapat lonjakan nilai persediaan yang signifikan pada dua periode terakhir yang kalau saya perbandingkan dengan nilai penjualan perusahaan, turn over persediaan menjadi cenderung melambat. Saya tadi menanyakan ke Sisil, terkait hal ini menurut info, karena kebijakan semula kita produksi kawat duri sesuai pesanan perusahaan sawit, tapi kemudian dua tahun lalu perusahaan melakukan perubahan strategi dengan melakukan trading kawat beton dari Cina. Menurut saya, strategi ini perlu dievaluasi karena prosentase kenaikan HPP tidak sebanding dengan prosentase kenaikan laba usaha, ditambah dengan turn over persediaan yang hampir mencapai dua tahun, dengan keterbatasan pengetahuan saya, saya mengambil kesimpulan bahwa kawat beton yang diimpor tidak laku dijual atau memang strategi perusahaan yang sengaja tidak melakukan penjualan. Tadi saya browsing di internet terkait data harga wire di negara kita dan harga di pasar global di dua periode itu, ternyata memang ada lonjakan penurunan harga, jadi kesimpulan saya sementara memang perusahaan sengaja untuk tidak melakukan penjualan untuk menghindari kerugian lebih besat dengan konsekuensi persediaan yang mengendap lama. Menurut saya, jika memang nilai peningkatan omset yang melonjak tapi tidak diikuti lonjakan keuntungan yang sebanding, kenapa perusahaan tidak fokus saja dengan memproduksi barang, dibanding dengan trading yang lebih padat modal dengan menanggung fluktuasi nilai tukar yang volatile.
3. Pada saat impor mesin kawat seng dari Jerman, pembayaran dilakukan melalui rekening pribadi manajer pabrik yang menurut saya kenapa mesti harus dilakukan melalui rekening pribadi sementara perusahaan memiliki rekening operasional.
Panjang lebar Hanifa menjabarkan hal hal yang menjadi kesimpulan awal dari data keuangan yang diperoleh. Akil memperhatikan dengan seksama seluruh perkataan Hanifa.
" Boleh juga kesimpulan kesimpulan yang disampaikan. Melebihi ekspektasi" batin Akil puas.
Walaupun ada perasaan tertohok pada kesimpulan kesalahan strategi perusahaan, berasa diaudit dan divonis salah strategi. Namun Akil mengakui bahwa memang strategi trading dengan resiko impor barang ini salah, namun ia membela diri siapa juga yang bisa memprediksi terjun bebas harga kawat dunia.
Akil masih mengukur ngukur karakter staff barunya. Tapi dari gaya bahasa yang lugas, yang berbeda sekali dengan gaya bahasa pada saat ngobrol santai, Akil mengambil kesimpulan bahwa Hanifa bukan tipe asal bos senang. Baru setengah jam menyampaikan pendapat aja ia sudah berasa sedang diaudit. Ibunya bisa tertawa puas kalau tau ada yang bisa ngomong dengan nada lugas seperti tadi. Untuung ibunya baru akan sampai jam 5 di kantor.
Yang paling Akil suka dari diskusi panjang selama hampir satu jam ini adalah sikap santai tapi dengan isi pembicaraan yang lugas dan berat. Dan bahkan karena Akil berdiskusi sambil minum dan memakan makanan yang ada di antara mereka, tidak sadar Hanifa berbicara sambil minum dan memakan makanan juga. Akil menemukan kenyamanan berdiskusi yang bahkan ia baru temui selama ini.
Dengan sikap santai tapi sopan, bahkan Hanifa tanpa merasa terbebani bertanya dan mengeksplor informasi. Kondisi ini membuat waktu terasa berjalan cepat. Diskusi berhenti ketika pintu ruangan terbuka dan ibu Anita berjalan ke arah mereka berdua.
Ibu Anita tertegun melihat pemandangan santai di depan matanya, Hanifa sedang memegang siomay dan anaknya sendiri sedang mengunyah pisang goreng.
Mengejutkan karena dengan waktu yang hanya sehari ia lewatkan, anaknya banyak sekali berubah, hal yang membuat banyak pertanyaan berseliweran di kepalanya namun lebih ke arah takjub senang dengan perubahan sikap yang besar ini.
Tiga tahun, baru kali ini pemandangan seperti ini dijumpai. Tapi ia tidak boleh gegabah bersikap karena kuatir arah angin berubah, jangan sampai karena langkahnya seperti pada saat ia selalu menjodohkan Akil dengan wanita wanita pilihannya membuat sikap santai yang ia temui ini menjadi berubah. Kali ini ia harus berhati hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Galak
Romanceoffice romance, antara atasan yang super galak dengan asistennya