16. Pagi, ayo segera pagi.

1.8K 108 2
                                    

Akil tak menyadari sepanjang perjalanan dari kantornya ke rumahnya di Bintaro senyum terus tersungging di bibirnya. Ia bersenandung ceria, sampai sampai Agus sopir pribadi Akil terheran heran.

Biasanya sepanjang perjalanan bosnya hanya diam, sibuk dengan handphonenya, scroll layar handphone, membaca berita online, senyaap sepanjang perjalanan.

Mungkin bosnya sudah insaf dari segala bentuk kegalakan dan kejudesan, mungkin sihir jahat telah bosan menempel padanya selama ini.

Sudah berapa kali bosnya gonta ganti sopir. Yang ada, seharusnya dengan potongan macam bosnya harusnya yang gonta ganti adalah pacar.

Lha ini, selama hampir delapan bulan jadi sopirnya, disepanjang jalan pulang atau berangkat satu satunya perempuan yang telpon adalah ibunya. Ganteng yang sia sia.

Mendingan dia yang cuma sopir, udah ganti pacar dua kali. Iya sih, karena ditinggal kawin sama pacar. Minimal punya. Lha ini orang ganteng di belakang, ck ck ck.. Ganteng ganteng Mubadzir.

"Apa kamu, ngomongin saya ya dalam hati, ngomong langsung kalau berani!" kata bosnya dengan nada mengagetkan.

"Ma maaf bos"jawab Agus terbata bata. Ah masih normal ternyata bosnya. Masih ada sisa galaknya. Alhamdulillaah, berarti bukan si bos palsu. Beneran si bos.

Sementara Akil sendiri senyum senyum geli. Sesampainya di rumah, ia menarik napas. Kesendirian ini... Sandra, semoga di sana kau bahagia.

Dulu pulang kantor, di kantor, berangkat ke kantor, selalu berdua. Dunianya hanya pekerjaan, Sandra dan ibunya. Ibunya pernah memintanya untuk tinggal saja kembali ke rumah ibu, tapi ia menolaknya. Ia memang tidak ada niatan untuk menghapus semua memorinya dengan Sandra. Sandra adalah hidupnya, sumber bahagia dan kedamaian hatinya. Jadi ia tidak akan meninggalkan rumah ini.

Ia merebahkan diri di sofa. Bik Nur sudah menyiapkan kopor kecil untuk tinggal ia bawa besok pagi, entah sedang kena virus apa, tadi ia menyuruh asisten pribadinya untuk tidak usah ikut ke Bali.

Agus masuk membawa kotak kue dan menaruhnya di meja sofanya. Melihat kotak kue, Akil jadi teringat Hanifa.
Ah Hanifa, anak itu menggemaskan sekali. Dalam sehari ini, berapa kali ia melihat pemandangan muka yang merona merah, berapa kali ia menikmati salah tingkah anak itu.

Kira kira,  siapa laki laki plontos yang mengacak acak rambutnya ya..
Pacarnya...
Atau hanya temannya...
Kenapa tadi nggak tanya aja..  Ih norak.. Masa beginian nanya... Ah kan bos ya..
Rasa rasanya banyak yang sayang sama anak itu..
Kalau liat  gambar mereka tadi jadi inget dulu waktu sama Sandra.  Dunia serasa ceria.

Tapi untuk ukuran usia mendekati tiga puluh..  Rasa rasanya,  sudah banyak yang menikah. Dulu ia menikahi Sandra usia 26. Enam tahun menikah, pernikahan yang bahagia. Sayang leukimia harus merenggut nyawanya tiga tahun lalu. 

Akil tersenyum mengingat segala upaya ibunya untuk mencarikan pengganti Sandra. Semua mental. Tapi hari ini,  kehadiran Hanifa membawa nuansa yang berbeda.

Bayangkan, entah angin dari mana, ia yang boro boro makan di luar gedung ketika ada di kantornya,  makan di pantry aja, terakhir sejak Sandra masih ada. Tapi hari ini,  Ia sudah mengajak Hanifa menemaninya makan di luar kantor!,  ditolak pulaaaa...

Belum ia tanpa rasa malu mengambil sayur masakan ibunya. Yang ternyata enaak.

Belum termasuk ia bercanda dengan Hanifa dan anak anak di kantor.

Belum ditambah ia pergi ke Bali tanpa mengajak asisten pribadinya. 
Gila,  satu hari bersama Hanifa sudah banyak sekali hal hal diluar kebiasaan yang terjadi.

Ia meraih handphone di tangannya. Teringat kembali moment saat ia meminta nomor HP Hanifa dan ia kembali tersenyum.

Dibukanya aplikasi whatsapp, dilihatnya profile picture Hanifa. Dipandangnya foto Hanifa yang sedang tersenyum dari arah samping.

Memandang ke arah pantai, rambut hitamnya yang sebahu tertiup angin, kalau melihat potongan tubuhnya tidak terlihat ia sudah menginjak usia 30an. Gila, bahkan ia menghitung  dan mengingat usia anak itu.

"Han.."tulis Akil. Tidak lama kemudian Hanifa membalas WA Akil.
"Ya pak ada yang bisa dibantu?" jawabnya. 
"Belum tidur? " tanya Akil basa basi.
"Belum Pak, nih saya masih balas WA bapak"jawabnya.
"Ha ha iya juga ya. Sudah sampai rumah? " tanya Akil.

"Dua puluh menitan lagi pak. Gimana ada yang bisa saya bantu?" jawab Hanifa.

"Cuma mau mengingatkan. Besok kita flight jam 5.40 ya. Besok ketemu di Executive Lounge bandara terminal tiga ya.  Jam 10 kita ada meeting dengan salah satu operator hotel "kata Akil.

"Baik pak,  ada data yang bisa saya pelajari malam ini?" tanya Akil. Hmm,  anak ini,  sepertinya well organized juga, batin Akil.

"Nggak usah,  mereka besok baru akan presentasikan skema kerjasamanya jadi kita pelajari setelah meeting dengan mereka saja "kata Akil
"Okay pak"jawabnya.
"Saya tidak mengganggu kan?"tanya Akil.

"Tidak pak,  tidak apa apa. Commuter Line nya sedang agak ramah, masih bisa berdiri dengan leluasa" tulisnya.
"Wah, naik kereta?" tanya pak Akil
"Iya pak" jawabnya.
"Perlu saya sediakan sopir untuk kamu ke kantor Han? " tanya Akil.

" Oooo tidak..tidak... Tidak perlu pak,  saya sebenarnya bisa bawa mobil sendiri,  memang saya yang niat naik komuter pak" jawab Hanifa.

Akil menepok nepok jidatnya sendiri,  kenapa mesti melontarkan pertanyaan itu.

"Ya sudah Han,  selamat istirahat ya,  sampai besok, saya tunggu jam 4.40 di lounge" kata Akil.
"Baik pak" jawab Hanifa singkat.

Ah,  kenapa malah pamitan... Begoooo.

Udah tau perjalanannya masih dua puluh menit lagi.

Ya sudah lah... 

Duh,  kenapa jadi berasa mau ketemuan sama kecengan aja. Pagi,  ayo segera pagi...

Bos GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang