22. SAH

83 3 0
                                    

(ATHAYA)

Bulan demi bulan pun berlalu sudah, hari pernikahan ku tibalah pula. Banyak tamu yang hadir untuk menyaksikan acara ijab dan kobul ku. Berbahagianya aku, saat ku lihat Ali dan Ustadz Soleh datang pula menghadiri undangan ku.

"Ustadz Abu, perkenalkan ini Ustadz Soleh dan Ali. Mereka yang sering saya ceritakan kepada anda" Tutur ku memperkenalkan Ali dan Ustadz Soleh kepada Ustadz Abu, Ustadz Abu pun lantas tersenyum sumringa menyambut mereka.

"Alhamdulillah, akhirnya kita bisa bertemu ya"

"Iya Ustadz. Sudah begitu lama saya dibuat penasaran dengan sosok Ustadz yang telah berhasil membuat Athaya hijrah dijalan Allah SWT" Puji Ali, membuat Ustadz Abu, Ustadz Soleh dan Ayah serta aku tertawa mendengarnya.

"Jangan berlebihan, karena kemauan hati Athaya sendirilah yang mau berubah, bukan karena saya"

"Ya... Saya percaya itu Pak Ustadz" Timpal Ustadz Soleh menyetujui.

"Mari, kita menikmati acara lainnya sejenak" Ajak Ustadz Abu.

"Saya disini saja Ustadz, mau mengobrol sebentar dengan Ayah dan Athaya" Ujar Ali, Ustadz Abu pun mengizinkan.

Ali biarkan Ustadz Abu membawa jauh Pamannya. Sekali-kali, inikan untuk pertama kalinya Ustadz Soleh ke Turki.

"Maaf Ayah, Athaya. Hanya aku dan Paman Soleh yang bisa menghadiri pernikahan ini. Zoura sebenarnya sudah memesan tiket, tapi dibatalkannya, karena mendadak ia direkomendasi untuk naik jabatan menjadi seorang manager ditempatnya bekerja"

"Alhamdulillah" Seru ku dan Ayah bersamaan.

Zoura sungguh pantas mendapatkan posisi itu, ia perempuan yang soleha dan pintar pula. Beruntung sekali Hendry menjadi calon suaminya kelak.

"Bagaimana kabar pinangan Hendry kepada Zoura? Kapan tepatnya mereka akan menikah? Apa setelah aku?" Tanya ku, Ali hanya tersenyum menanggapinya.

Baru hendak bertanya lanjut, langkah suara ku seketika saja terhenti, saat Ustadz Abu memanggil ku untuk bersiap-siap melakukan ijab dan kobul. "Mari Ayah, Ali" Ajak ku kepada Ayah dan Ali, mereka pun turut.

***********

Dengan mengucapkan basmalah, ku niatkan hati ku untuk menikahi Az-Zahra. Atasnama Allah SWT, aku siapkan diri ku untuk mengijab dan mengkobul Az-Zahra binti Abu Sidiq. Dengan ketegasan "SAH" Akhirnya resmilah sudah aku menjadi mahramnya seorang wanita cantik nan soleha, Az-Zahra. Kini aku bukan pria lajang lagi, sekarang aku seorang suami yang harus bisa membimbing keluarga ku agar tetap berada dijalan Allah SWT.

Aku Athaya Ath-Thahir suaminya, dan ia Az-Zahra istri ku... Semoga kami bahagia selalu, memiliki keturunan yang soleh ataupun soleha pula. Semoga Allah selalu menerangi keluarga kami dengan keberkahan-Nya, hingga membuat diriku dan istri ku menjadi keluarga yang baik untuk dicontoh. Aamiin...

**********

"Apa boleh aku bertanya suami ku?" Ujar Az-Zahra saat kami didalam kamar pengantin kami.

"Silahkan saja istri ku" Sahut ku memperbolehkan.

"Apakah kamu mencintaiku?" Tanya Az-Zahra, aku lantas tersenyum mendengarnya.

"Rasa cinta tidak haruslah disahkan melalui kata-kata. Semua orang bisa mengatakan aku mencintaimu, walau kebohonganlah yang ada dihatinya. Aku sudah resmi menjadi suami mu sekarang, dan engkau sudah sah menjadi istri ku. Lantas apa lagi alasan cinta tidak akan tumbuh diantara kita? Kamu seorang wanita soleha, karena Allah lah aku mencintaimu" Tutur ku mengungkapkan.

Sungguh, aku tak ingin hanya membual tentang cinta tanpa adanya Allah mengiringi kata-kata ku. Aku berani meminangnya, karena benar ia wanita yang soleha yang teramat mencintai Allah. Untuk apa lagi aku meragukan wanita soleh seperti ia? Jika sungguh ia bisa bersamaku istiqoma dijalan Allah SWT.

**********

Keesokan harinya, Ayah pun memutuskan untuk ikut pulang ke Indonesia bersama Ali dan Ustadz Soleh. Belum sempat waktu bila ikut pulang ke Indonesia membawa istri ku, masih banyak pekerjaan disini yang tidak bisa aku tinggalkan, dan itu sudah menjadi tanggungjawab ku.

"Selamat sekali lagi" Tutur Ali kepada ku dan istri ku yang berdiri tepat disisi kanan ku.

"Terima kasih Ali. Tolong jagakan Ayah ku di Jakarta. Bila Allah mengizinkan nanti, akan aku bawa Zahra ke Jakarta bersama ku"

"Aamiin. Kami akan tunggu kabar baik dari mu Athaya" Doa Ustadz Soleh. Aamiin...

"Ayah... Jaga diri Ayah disana, kalau ada apa-apa jangan sungkan menelepon ku, atau tidak kabarkan saja Ali. Dia lah yang lebih terdekat dengan Ayah"

"Kamu ini merepotkan Ali saja. Tenang saja, Ayah ini sudah menjadi kuat karena sering ditinggal sendirian"

"Ayah menyindirku, karena terlalu sering aku tinggalkan Ayah sendirian?" Canda ku, sukses membuat mereka tertawa mendengarnya.

"Ya sudah, kita harus segera masuk pesawat sekarang" Sela Ali.

"Jadi suami yang baik untuk Zahra ya nak. Dan Zahra, Ayah titipkan anak Ayah kepada mu. Beritahu Ayah bila ia melukai hatimu, Ayah yang akan memarahinya" Titip pesan Ayah kepada ku dan juga kepada Zahra. Zahra pun hanya menganggukkan kepalanya.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh anak-anak ku" Akhir Ayah.

"Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh Ayah" Sahut ku dan Az-Zahra bersamaan.

Ayah, Ustadz Abu dan Ali pun melenggangkan kakinya bersama menuju pintu keberangkatan. Berat rasanya hati melepas Ayah kembali ke Indonesia, memikirkan kesendiriannya saja sudah membuat ku teramat sedih. Semoga Ayah selalu sehat disana, hanya itu yang bisa aku pinta kepada Allah SWT.

"Ayo kita pulang Zahra" Ajak ku kepada Zahra.

Ia gandenglah dengan erat tangan ku. Hampir saja aku hendak melepasnya, karena lupa sejenak bahwa ia sudah menjadi mahram ku. Az-Zahra adalah gadis yang baik, tak tega bila aku sampai melukai hatinya.

KEKASIH HIJRAH KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang