21. UNDANGAN PERNIKAHAN

62 2 0
                                    

(AUTHOR)

Dua bulan pun tanpa terasa berlalu sudah, Athaya yang sudah terbiasa dengan suasana kantornya di Turki tampak tengah berjalan dipelataran sebuah taman dengan seorang pria dewasa berjenggot. Ya... Beliaulah Pak Ustadz Abu, guru pembimbing Athaya selama di Turki dulu.

Ustadz Abu menyambut baik kedatangan Athaya di Turki, langsung saja ia kenalkan Athaya kepada anak laki-lakinya bernama Hafiz. Ya... Ibrahim tak luput pula dengan euphorianya menyambut kedatangan sahabat berjuangnya itu, sampai-sampai setiap jam ia ajak Athaya jalan-jalan mengitari Turki bersama.

"Ya Athaya, ada satu hal yang ingin ku katakan kepada mu" Ujar Pak Ustadz Abu seraya menghentikan langkah kakinya, Athaya pun mengikuti.

"Apa itu Pak Ustadz Abu?"

"Bersediakah engkau bila aku nikahkan dengan anak perempuan ku Az-Zahra?" Ujar Ustadz Abu, membuat Athaya tertegun mendengarnya.

Athaya tidak menyangka, bila Pak Ustadz Abu akan meminta secara langsung kepadanya untuk menikahi anak perempuan satu-satunya itu. Bahkan mereka tidak pernah saling bertemu sekalipun. "Jika engkau merasa keberatan, tak apa Athaya. Saya bisa memahaminya"

"Bukan, bukan saya merasa keberatan Ustadz Abu. Hanya saja, saya sedang bertanya-tanya kepada diri saya, apakah pantas saya menjadi menantu dari seorang Ustadz baik seperti Ustadz Abu?" Ujar Athaya menjelaskan, agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara mereka. Pak Ustadz Abu pun lantas tertawa mendengarnya.

"Sudah pernah saya katakan kepada mu. Tiada orang lain yang terhormat kedudukannya, kecuali Allah SWT. Ya Athaya, saya hanya manusia biasa, begitu pula engkau. Tidak ada derajat yang membedakan diantara manusia, baik kaya ataupun miskin, baik sehat atau sakit, semuanya adalah umatnya Allah SWT." Ungkap Ustadz Abu, Athaya pun kembali tertegun mendengarnya.

Sejenak termenung dan menimbang rasa, Athaya pun akhirnya kembali mengeluarkan suaranya, "Ya... Kalau memang saya diperizinkan, saya siap meminang anak Ustadz"

"Alhamdulillah" Seru Pak Ustadz Abu lantas menempuk-nepuk tenang pundak Athaya. Mereka pun lantas saling tersenyum hangat bersama.

Bismillahirohmanirohim, semoga langkah yang telah diambil Athaya ini benar adanya. Tak salah bila menikahi seorang perempuan yang sudah siap untuk dihalalkan. Apalagi, Athaya telah mengenal baik Pak Ustadz Abu sebagai orang tuanya.

*********

Athaya yang telah kembali ke rumah tinggalnya di Turki pun berlalu menghubungi Ayahnya, meminta Ayahnya agar segera datang untuk menemaninya meminang anak Ustadz Abu. Sontak saja Ayah Abi kagetlah mendengarnya.

"Apa kamu benar-benar sudah meyakininya anak ku?" Tanya Ayah melalui saluran teleponnya.

"Ayah... Manusia tidaklah bisa menentukan takdir, apa yang akan terjadi kepada dirinya? Jika Allah berkehendak, maka itulah yang akan terjadi. Aku telah mengenal keluarganya dengan baik, apa salahnya menikahi seorang perempuan yang sudah siap untuk dihalalkan? Bukannya pernikahan adalah sesuatu hal yang diharuskan dalam Islam" Jawab Athaya, Ayah Abi pun tampak tak bisa berkata apa-apa lagi. Jika keputusan anaknya begitu, maka ia pun akan selalu menyetujuinya.

"Kan ku kirimkan tiket ke Turki untuk Ayah hari ini, besok Ayah berangkat" Lanjut Athaya, Ayah Abi pun mengiyakan.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh Ayah" Akhir Athaya.

"Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh" Sahut Ayah mengakhiri pula.

**********

KEKASIH HIJRAH KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang