19. UNTUK KEBAHAGIAAN AYAH

47 3 0
                                    

(ATHAYA)

Pinta ku... Tuhan, selalu jaga hati ku untuk selalu kuat. Tuhan, percayakan aku akan takdir yang telah Engkau tentukan tidak akan menyakiti hati ku. Biar saja, ku ikhlaskan hati ku terluka, tapi tidak akan sedikitpun niat ku untuk melukai hati-Mu. Aku tidak akan menangisi duniawi, tapi ku persembahkan air mata ku hanya untuk-Mu. Sungguh, jangan Engkau palingkan wajah-Mu dari hidup ku Tuhan, karena tak ingin aku kehilangan diri-Mu.

Ku langkahkan kaki ku dengan damai menghampiri Ayah yang tengah duduk tenang diatas sofa ruang keluarga bersama dengan korannya. Ku tatap lekat Ayah, berharap ia akan tetap tenang, jika nanti aku ceritakan apa yang telah Ali katakan kepada ku pagi ini. Bismillahirohmanirohim, dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

"Ayah..." Panggil ku hangat, Ayah pun menyahutnya, walau tak ia palingkan wajahnya dari koran paginya. "Iya anak ku"

"Bismillahirohmairohim Ayah, aku telah menyatakan kemunduran ku" Untas ku, sukses membuat Ayah mengalihkan pandangannya kepada ku. Ayah terdiam, sudah ku pastikan hati Ayah tengah bertanya-tanya sekarang.

"Allah SWT. mengizinkan seorang laki-laki melangkah lebih duluan dari ku Ayah. Ternyata rencana Allah sungguh mengejutkan. Aku tidak ingin memaksakan diriku untuk tetap memasang tameng dan ikut berperang, karena perang amatlah dibenci Allah, kerukunanlah yang Allah banggakan" Tutur ku perlahan, hingga membuat Ayah ku mengerti akhirnya.

Ayah lantas menepuk pundak ku, ku tatap matanya yang berbinar seakan menguatkan aku, aku pun lantas tersenyum hangat membalasnya.

"Ayah... Tak akan ku teteskan air mata ku sedikitpun, walau jujur hati ku begitu perih menerimanya. Aku sudah memilih langkah yang benar kan Ayah? Aku benar kan Ayah? Ayah... Begitu jelas ku ingat nasihat-nasihat mu. Bila berjodoh, Allah tidak akan menjauhkannya dari mu. Sungguh aku mempercayai akan hal itu Ayah, karena aku begitu teramat mencintai Allah. Ayah... Iringkan aku dalam setiap doa mu, hingga beban yang ku pikul ini terasa ringan jadinya. Karena Ayahlah satu-satunya orang yang bisa membuat hati ku tenang" Pinta ku, Ayah pun berlalu memeluk erat tubuh ku.

Terasa hangat sekali, sampai tak ingin aku melepasnya. Ayah yang kuat, karena itulah aku pun ikut kuat pula. Ya Tuhan, jaga selalu Ayah ku, karena ia pelita dihidup ku.

**********

Sesampainya di kantor, ku telepon Pak Hans... Terpikir oleh ku untuk memberikan keputusan kepadanya. Ayah sudah tahu apa jawaban yang akan aku utarakan kepada Pak Hans, dan Alhamdulillah Ayah menyetujuinya.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh Pak Athaya" Sambut Pak Hans ramah melalui saluran teleponnya.

"Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh, Pak Hans" Balas ku tenang.

"Iya silahkan, ada apa Pak Athaya?"

"Saya sudah mengambil keputusan Pak Hans. Bismillahirohmanirohim. Ya... Saya ambil pekerjaan itu Pak" Tutur ku. Itulah jawaban ku. Aku memutuskan untuk mengambil alih menjadi pimpinan diperusahaan cabang Turki. Ayah mengikhlaskan pilihan ku, asalkan aku berjanji bukan karena perihal kesedihan terhadap Zoura lah aku lantas mengambilnya.

Jika kalian bertanya-tanya, apa alasan ku? Baiklah, akan aku katakan yang sejujur-jujurnya kepada kalian. Karena telah usainya pertanggungjawaban ku atas rencana ku disini, jadi hal apa lagi yang menahan ku untuk tidak mengambil rejeki besar dari Allah SWT. ini?

"Alhamdulilah. Ya sudah Pak, besok lusa akan saya siapkan tiket untuk Bapak pergi ke Turki. Terima kasih sekali lagi Pak" Seru Pak Hans berbahagia.

"Sayalah yang seharusnya berterima kasih Pak, karena perusahaan pusat telah mempercayai saja atas segala wewenang yang ada"

"Sama-sama Pak. Segera saya kabarkan kepada atasan kita ya Pak. Kalau begitu saya akhir duluan, assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh"

"Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh" Telepon pun berakhir.

Semoga langkah ku ini benar, semoga Ayah tak masalah bila aku tinggalkan sendirian lagi. Aku bekerja jauh untuk kebahagiaan Ayah, tiada lain. Sungguh...

**********

Telah ku sampaikan pula niat ku ini kepada para pegawai di kantor. Banyak kata selamat yang mereka berikan kepada ku, adapula yang tampak kecewa mendengarnya. Sudahlah, jangan disesali kepergian ku. Sudah ku bilang, aku ini bukan Tuhan yang pantas untuk ditangisi kepergiannya.

"Jangan lupa menyapa kami lagi ya Pak, bila Bapak liburan ke Indonesia lagi nanti" Ujar salah satu karyawan ku yang aku ingat, ia lah orang pertama yang aku panggil untuk memasuki ruang kerja ku. Eric namanya...

"Iya, insaAllah doakan saja Allah mengizinkan"

"Aamiin..."

"Kenapa Bapak memutuskan begitu cepat? Padahal Bapak baru saja dipindahtugaskan kesini?" Kali ini Nimas lah yang bertanya, aku pun sejenak menarik ringan senyum ku.

"Saya telah menyelesaikan pertanggungjawaban atas rencana saya disini. Jadi, tiada hal lagi saya hendak menolak rejeki yang telah Allah SWT. berikan" Terang ku, beberapa pegawai pun tampak menanggukkan kepalanya.

"Ya sudah, kembalilah bekerja. Hari ini adalah hari terakhir saya bekerja disini, besok saya tidak akan masuk lagi, karena harus mempersiapkan segala sesuatu untuk keberangkatan saya ke Turki lusa nanti. Maaf bila selama ini saya melakukan kesalahan, menyakiti hati kalian, apalagi membuat kalian terbebani. Saya tidak bermaksud untuk itu. Terima kasih, karena sudah menemani saya memimpin perusahaan, walau tak sampai satu bulan saya disini. Saya bersyukur kepada Allah SWT. karena telah dipertemukan dengan kalian yang begitu baik hatinya. Tak ada hal yang bisa saya berikan, hanya doa suci yang akan selalu saya panjatkan untuk keberhasilan dan kebahagiaan kalian. Baiklah saya akhiri, assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh"

"Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh" Para pegawai pun secara serentak melemparkan senyum manisnya, senyum yang akan aku simpan selalu sebagai kenangan diriwayat hidup ku. Terima kasih Tuhan, terima kasih kalian.

KEKASIH HIJRAH KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang