14. NANTI KITA KESEPIAN, PAK USTADZ

53 4 0
                                    

(ZOURA)

Siang ini selepas Dzuhur, aku pun kembali duduk diatas kursi kerja ku. Ku tinggalkan mba Nimas yang tengah menikmati makan siangnya, tidak... Sebenarnya ia lah yang membiarkan aku untuk pergi ke ruang kerja saja karena diriku yang berpuasa.

Sebelumnya tadi aku sedang bertelepon ria bersama Kak Ali, mengatakan bahwa aku akan memesan tiket pesawat ke Palembang hari ini dan mengajaknya untuk pulang lebih cepat, esok hari. Mumpung Pak Athaya memberikan kami kebebasan untuk bekerja. Alhamdulillah... Kak Ali menyetujuinya.

Tak sabar rasanya berjumpa bersama Ayah dan Ibu, teramat sangat aku merindukan mereka. Eits... Tapi tenang Ya Allah, sungguh hanya Engkau yang selalu aku rindukan.

"Ayo, kenapa senyum-senyum sendirian begitu?" Tegur mba Nimas yang tiba-tiba saja datang mengagetkan ku.

"Mba... InsaAllah besok aku pulang ke Palembang"

"Apa? Besok?" Seru mba Nimas.

Sudah ku prediksi, mba Nimas pasti akan kaget mendengarnya. "Kok buru-buru, bukannya kata kamu minggu depan ya?"

"Iya mba, mau nya gitu, tapi kan kita sudah selesaikan janji kita ke Allah SWT. Lagian kantor juga lagi masa-masa bebasnya mba" Jelas ku. Entah kenapa, mba Nimas tiba-tiba saja mengerutkan wajahnya. Aku bingung, apa ia marah karena aku akan meninggalkannya liburan?

"Mba... Mba kenapa?" Tanya ku. Jujur saja, pantang bagi ku untuk menyakiti perasaan orang lain.

"Mba marah sama kamu" Tungkas Mba Nimas, tertegunlah aku mendengarnya.

"Astafiruallahalazim, kenapa mba?"

"Kan mba udah bilang ke kamu, kasih tahu mba kalau kamu mau berangkat. Mba kan belum sempat jadinya beli oleh-oleh untuk Ayah dan Ibu kamu" Tutur mba Nimas, lantas membuatku menghela lega nafas ku. "Kok kamu menghela nafas seperti itu Zoura? Jadi, kamu nolak nih dengan pemberian oleh-oleh mba?"

"Astafiruallahalazim, maaf mba. Aku ngga bermaksud seperti itu. Aku menarik lega nafas ku, karena aku bersyukur, mba marah kepada ku bukan karena aku hendak pergi liburan meninggalkan mba" Jelas ku, semoga mba Nimas dapat memahaminya, aamiin...

"Siapa juga Ra yang mau melarang kamu liburan? Itukan haknya kamu. Ya udah deh gini aja, nanti malam mba antarkan oleh-olehnya ke rumah kamu ya sama mas Gibran. Awas, jangan kemana-mana kamu"

"Tapi aku baru dirumah sekitar habis Magrib ya mba, soalnya mau belanja dulu sama Kak Ali"

"Iya deh boleh. Duh... Senangnya yang mau liburan ketemu Ayah dan Ibu" Goda mba Nimas membuat aku tersenyum malu mendengarnya.

Semoga saja hari kepulangan ku dan Kak Ali esok lancar, tidak ada kendala apapun. O'Iya, aku tanya Kak Ali saja nanti. Apa aku yang akan mengabarkan ke Ayah dan Ibu atau Kak Ali saja? Atau... Ya... Pilihan terakhir, tidak memberitahu Ayah dan Ibu, untuk membuat kejutan. Haha... Tidak, Kak Ali tidak akan mengizinkan itu. Kasihan Ibu dan Ayah, nanti kaget, seperti itulah nasihat Kak Ali.

*********

Waktu pun tanpa terasa telah menunjukkan pukul 4 sore, aku sudah berdiri menunggu jemputan Kak Ali dipagar kantor. Tak lama terdengar bunyi klakson yang sudah tidak asing lagi ditelinga ku, ya... Itu bunyi klaskon mobil milik Pesantren. Aku pun lantas melangkah masuk ke dalam mobil setelah Kak Ali membukakannya untuk ku. Selalu seperti itu, semua orang yang tidak akrab dengan ku, selalu mengira bahwa Kak Ali adalah kekasih ku. Biarkan saja ya Kak...

Mobil pun berlalu melaju dengan tenangnya, tidak cepat, tidak pula terlalu lambat, ya... Setidaknya tidak mengganggu para pengguna jalan lainnya.

Lucunya saat kami berhenti dilampu merah, selalu saja kami mendapati ada pengguna kendaraan yang menerobos lampu merah seenaknya saja. Sungguh aku tertegun melihatnya, sedangkan Kak Ali selalu menggeleng-gelengkan heran kepalanya.

KEKASIH HIJRAH KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang