Kau mengehentakkan kakimu kesal kearah lantai.
Hujan turun dengan sangat deras saat ini. Membasahi seragam yang sedang kau gunakan saat ini dengan sempurna.
Dengan volume rendah kau mengutuk saudara lelakimu yang tak kunjung menjemputmu sampai saat ini.
Kau kedinginan dan baterai ponselmu habis. Sungguh perpaduan yang sangat sempurna.
Hari ini merupakan hari yang buruk bagimu.
Tadi pagi, kau terlambat bangun yang mengakibatkan kau harus dihukum oleh pihak sekolah.
Lalu, kau ternyata lupa membawa tugas sekolah milikmu yang seharusnya dikumpulkan hari ini.
Dan terakhir, baterai ponselmu habis disaat kau belum sempat menanyakan tentang keberadaan saudara lelakimu.
Tentu saja buruk.
Setiap hujan turun, selalu ada saja nasib buruk yang menimpamu.Kau kembali menghela nafas berat saat melihat bahwa tidak ada tanda-tanda bahwa hujan akan segera berhenti.
Kau menatap bingung kearah halte yang menjadi tempat berlindungmu saat ini.
Hujan sangat deras namun anehnya hanya kau dan seorang laki-laki yang memilih untuk berteduh disana.
Para siswa dan siswi lainnya tampak lebih memilih untuk berlari menerjang hujan daripada berteduh.
Kau menatap lelaki yang terduduk di sudut halte tempatmu berlindung dengan tatapan bingung.
Ia tidak berasal dari sekolah yang sama denganmu.
Kau mengenal dengan sangat jelas seragam yang digunakan oleh anak lelaki itu. Sekolah elit yang berada cukup jauh dari sini.
Lantas apa yang dilakukannya disini?
Kau terus menatap lelaki itu dengan tatapan meneliti sampai secara mendadak lelaki itu mengalihkan pandangannya yang semula terfokuskan pada ponselnya menjadi kearahmu.
Dan untuk pertama kalinya, pandangan kalian bertemu.
Lelaki itu tampan. Sangat tampan. Kau bahkan tanpa sadar membuka sedikit mulutmu karena rasa takjub.
Setelah tersadar akan perbuatanmu yang memalukan itu, kau mengalihkan pandanganmu darinya.
Pipimu bersemu merah menahan malu.
Kau mengutuk dirimu sendiri atas tindakan bodoh yang kau lakukan.
Sekarang lelaki itu pasti berpikir bahwa kau adalah perempuan yang aneh. Bagus sekali.
Namun saat kau sibuk merutuki dirimu, kau merasakan sesuatu yang berada di atas kepalamu dan menutupi pandanganmu.
Sebuah Cardigan.
Kau menariknya dari atas kepalamu lalu melirik kearah lelaki yang entah sejak kapan telah berada di sebelahmu.
Entah mengapa lelaki itu tidak menatapmu sedikitpun.
"Ini apa?"
"Cardigan."
Saat kau hendak kembali membuka mulutmu, lelaki itu sudah terlebih dahulu memotong niatmu.
"Baju kamu tembus pandang."
Matamu terbelalak. Dengan cepat kau mengalihkan pandanganmu kearah seragam yang kau kenakan. Dan benar saja, karena air hujan yang membasahi bajumu, baju itu melekat dengan sangat sempurna di tubuhmu.
Reflek, kau menutup tubuh bagian atasmu menggunakan tanganmu. Wajahmu bahkan sudah memerah dengan sempurna karena rasa malu.
Lelaki itu berdeham—untuk menutupi rasa canggungnya.
"Dipakai aja.""Boleh?"
Lelaki itu mengangguk dengan cepat.
Kau menatap kearah cardigan yang berada di genggamanmu selama beberapa saat. Kau seperti familiar dengan design dari cardigan ini namun kau tidak dapat mengingatnya dimana kau pernah melihatnya.
Karena tak kunjung mengingatnya, kau akhirnya menyerah dan memutuskan untuk memakainya.
Kau menatap puas cardigan yang sedang kau gunakan saat ini. Ukurannya sangat sesuai denganmu.
"Udah?"
"Udah."
Lelaki itu akhirnya memberanikan dirinya untuk menatapmu.
"Belum pulang?" Tanyanya.Kau menggeleng.
"Ah, belum. Kakakku—"Namun sebelum kau menyelesaikan perkataanmu, bunyi klakson dari sebuah mobil yang baru saja tiba mengejutkanmu.
Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya.
"Itu kakakmu?"Kau mengangguk.
"Iya. Aku pulang dulu." Pamitmu.Lelaki itu mengangguk pelan sembari tersenyum tipis.
"Hati-hati." Ucapnya.
Dan untuk pertama kalinya, hujan terasa tidak semenyebalkan itu dimatamu.
[H — Now playing]
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Her
FanfictionI'm not her, Nor do i want to take her place. Please understand.