3.9K 1K 115
                                    

"Kita ketemu lagi." Ucap Hendery saat melihatmu berlari mencari perlindungan dari derasnya hujan kearah halte tempatnya duduk.

Kau tersenyum saat melihat lelaki itu.
"Iya. Kita ketemu lagi."

"Sendirian?"

"Engga. Aku berdua."

Hendery melirik kearah sekelilingmu.
"Siapa?"

"Sama kamu."

Lelaki itu tertawa
"Bener juga."
"Kamu belum dijemput?"

"Belum."

"Aku ga pernah liat kamu disini sebelumnya."

"Eh, kemaren-kemaren kan kita ketemu?"

Lelaki itu kembali tersenyum.
"Maksud aku sebelum waktu itu."

"Sebelumnya? Kamu selalu disini bahkan sebelum itu?"

"..."

"Kenapa?"

Hendery hanya tersenyum menanggapi pertanyaanmu.

Kau pun terdiam. Keadaan berubah menjadi canggung saat itu juga.

"Yǔ.." ucapnya tiba-tiba.

"Um?"

"Yǔ." Ucapnya sekali lagi. Namun kali ini ia mengatakannya sembari menatap kearahmu.

Kau menunjuk kearah dirimu sendiri.
"Eh? Aku?"

Lelaki itu mengangguk.
"Ya, kamu."
"Yǔ untuk xià yŭ."

"Hujan?" Tanyamu.

Senyum diwajah lelaki itu merekah.
"Ya."

"Kenapa?"

"Karena kita selalu ketemu pas hujan turun."

Kau tertawa saat mendengar alasan yang diucapkan oleh lelaki itu.
"Kamu bener."

"Hendery..." panggilmu.

"Hm?"

"Boleh kan aku manggil kamu gitu?"

"Tentu aja boleh."

Lelaki itu menatap kearah pakaianmu.
"Kamu ga pake outer lagi?"

Kau tersenyum.
"Lupa."

Hendery menggelengkan kepalanya sebelum mulai memindahkan posisi tasnya yang sebelumnya terpasang dibahunya menjadi keatas pangkuannya.

Kau menatap lelaki itu bingung—tidak mengerti apa yang ia coba lakukan.

Lelaki itu merogoh isi tasnya. Tak lama ia menarik keluar sebuah cardigan.

Ya, cardigan yang dulu sempat ia pinjamkan padamu.

"Ini. Pake aja." Ucapnya sembari mengulurkan benda itu padamu.

Kau menggelengkan kepalamu cepat.
"Aku gabisa nerima ini."

Lelaki itu tampak kecewa.
"Kenapa? Karena cowok kemarin?"

Kau menggaruk kepalamu yang tak gatal.
"Bukan gitu juga.."

"Jadi?"

"Aku cuma ga enak. Maksudku kita bahkan belum saling kenal dan kamu udah ngasih aku barang." Jelasmu.

Hendery mengangguk mengerti. Ia meletakkan cardigan yang sebelumnya ia pegang ke atas tasnya. Kemudian ia berdiri dari posisi duduknya sembari membenarkan posisi sweater biru dongker serta celana seragam sekolah yang sedang ia gunakan.

"Umm.. Kamu ngapain?"

Secara tak terduga lelaki itu menyodorkan telapak tangannya padamu.
"Aku Hendery, 17 tahun, dari SMA X."

Kau tersenyum saat menyadari maksud dari perbuatan yang dilakukan oleh lelaki itu. Kemudian kau membalas jabatan tangannya.
"Aku Jena, 17 tahun, dari SMA Y."

Lelaki itu tampak terkejut saat mendengarmu memperkenalkan diri.

"Kenapa?" Tanyamu.

"Ah, engga. Nama kamu bagus."

"Oh ya?"

"Iya, Na." Lirihnya.

"Apa? Kamu ngomong apa?"

"Nama kamu bagus. Nah, sekarang kita udah kenalan kan? Ini cardigan untuk kamu. Anggap aja hadiah pertemanan dari aku."

Kau akhirnya memutuskan untuk menerima cardigan itu.
"Makasih banyak ya, Hendery."

"Bukan hal besar." Ucapnya.

"Yǔ." Panggilnya.

"Apa?"

"Daripada manggil pake nama asli, boleh aku manggil kamu gitu?"

Menertawakan ucapannya, kau membalas.
"Tentu aja boleh."

"Kamu ga keberatan?"

"Kenapa harus keberatan?"

"Siapa tau kamu ga suka dikasih nama panggilan."

"Udah biasa kok. Temenku malah ada yang manggil aku Yingying."

Hendery tampak tertarik dengan topik pembicaraanmu.
"Yingying? Kenapa?"

"Di kelasku ada anak kembar. Salah satu dari mereka namanya Yangyang."
"Karena aku akrab sama Yangyang, kembarannya jadi manggil aku Yingying."

"Yangyang?" Wajahnya perlahan memucat saat mengucapkan nama itu.

"Iya, Yangyang. Kamu kenal?"

Lelaki itu menggelengkan kepalanya.
"Ga. Aku ga kenal. Kalau kembarannya, siapa namanya?"

Kau mengerutkan keningmu saat menyadari betapa anehnya pertanyaan yang dilontarkan oleh Hendery.

Dan lelaki itu sepertinya menyadari perubahan pada raut wajahmu sehingga ia dengan cepat meralat ucapannya.
"Udahlah, lupain aja. Aku nanya apa sih." Rutuknya.

"Aku cuma heran. Kalau kamu mau tau juga sih gapapa."
"Namanya Renjun."

"Renjun?"

"Ya, Huang Renjun."

Kali ini raut terkejut tak dapat disembunyikan olehnya. Kedua bola matanya terbelalak lebar saat mendengar nama Renjun keluar dari mulutmu.

"...Huang Renjun?"

"Ya. Kamu kenal?"

"........mungkin." Bisiknya.

"Apa?"

"Yǔ." Panggilnya sekali lagi.







"Kalau aku bilang aku tertarik sama kamu, aneh ga?"

Not HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang