Jena menarik nafasnya dalam. Ia harus memikirkan hal lain yang bisa membuat suasana hatinya membaik sebelum ia mempermalukan dirinya sendiri dengan berteriak histeris ditengah kerumunan karena merasa frustasi.
Perempuan itu menutup kedua matanya dan mulai mencoba untuk memikirkan hal-hal indah dan mensugestikan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Pikirkan tentang marshmallow yang Shuhua bawa. Pikirkan tentang kejutan yang Hendery bilang akan ia berikan nanti. Pikirkan tentang boneka beruang yang sudah menunggu untuk dipeluk di kamar tidur. Pikirkan tentang menu makan malam apa yang akan dihidangkan nanti. Pikirkan tentang Henry yang sudah menunggu untuk mengajak pulang ke Kanada—
Oh sial.
Jena mengacak rambutnya kasar lalu menenggelamkan wajahnya keatas meja makan yang sukses membuat Shuhua dan Chani menatap aneh kearahnya.
"Lo kenapa?" Chani bertanya. Lelaki itu tahu Jena itu aneh (Karena ayolah, semua anak kelasnya juga tahu seberapa aneh Jena dan Yangyang), tapi dia tidak pernah tahu kalau anak ini ternyata seaneh ini.
Mereka bahkan belum ada lima belas menit duduk bersama dan Jena sudah menanpilkan raut wajah yang berbeda-beda disetiap menitnya. Sebentar-sebentar dia akan terlihat senang, sebentar-sebentar dia akan terlihat sedih, sebentar-sebentar dia akan terlihat berpikir keras. Dan sekarang, dia terlihat depresi. Chani hanya berharap kalau semua tingkahnya ini bukan tanda-tanda kalau dia akan berubah menjadi orang gila sebentar lagi.
Karena yang benar saja. Dia bahkan sebenarnya tidak berniat duduk menemani kedua perempuan ini. Seminggu yang lalu ia duduk di meja ini karena ketidaksengajaan. Saat itu tidak ada lagi kursi kosong dan tahu-tahu Shuhua sudah menariknya untuk duduk bersama denganny dan Jena. Dan entah sejak kapan, ketiganya mulai selalu duduk bersama setiap istirahat makan siang.
Makan bersama Jena dan Shuhua sebenarnya tidak buruk jika kau melupakan sikap aneh Jena dan mengabaikan tatapan penuh harap yang selalu ia berikan pada Renjun dan Dejun yang tentu saja selalu diabaikan setiap kedua lelaki itu lewat didekat mereka. (Sebenarnya Yangyang terkadang balas melihat dan lelaki itu terlihat seperti ingin menghampiri mereka sebelum akhirnya ia kembali mengekori Renjun seperti bebek. Tapi siapa yang perduli.)
Jika ditanya, Chani sebenarnya tidak menyangka bahwa ia akan melihat perpecahan antara persahabatan mereka. Karena sepanjang yang ia tahu, walaupun Dejun dan Renjun beberapa kali berselisih paham, mereka semua memiliki hubungan baik dengan Jena dan Yangyang.
Maka dari itu saat ia pertama kali mendengar bahwa persahabatan keempatnya diambang kehancuran, Chani pikir semua itu terjadi karena perselisihan antara Dejun dan Renjun. Tapi pada kenyataannya, keduanya malah menjadi dekat dan semuanya seperti memusuhi Jena.
"Chani.." Jena memanggilnya dengan suara lirih yang tidak jelas. "Kalau gue gaada, kira-kira mood Renjun bakal membaik ga?"
Chani berhenti memotong daging sapinya dan mengadahkan pandangannya kearah Jena yang masih menyembunyikan wajahnya diatas meja. Bahkan Shuhua berhenti memainkan jus jeruknya dan ikut melakukan hal yang sama seperti yang Chani lakukan. Keduanya saling bertukar pandangan saat menyadari alarm bahaya itu.
"Jangan bego, Jena." Komentar Chani pedas. Shuhua yang kesal langsung menyikut rusuknya dan membuat lelaki itu terenyak dan mengerang menekan rusuknya.
Yang benar saja, sikutannya benar-benar menyakitkan!
Mengabaikan tatapan tajam yang ditujukkan padanya, Shuhua mendorong jauh-jauh jus jeruknya dari hadapannya dan menjulurkan tangannya untuk menggenggam milik Jena. Perempuan itu menatap khawatir terhadap sang teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Her
FanfictionI'm not her, Nor do i want to take her place. Please understand.