Jena tengah berpelukan dengan beberapa teman perempuannya untuk merayakan suksesnya pertunjukkan kelas kalian saat Shuhua menepuk pundaknya pelan sembari menunjuk kearah belakang dimana sosok Hendery tengah tersenyum lepas sembari melambaikan tangannya.
Shuhua mendekatkan bibirnya kearah telinga Jena lalu mulai berbisik. "Cepet pergi, Jen. Munpung Dejun lagi sibuk ganti baju dan Renjun lagi gaada disini."
Ah, berbicara tentang Renjun membuat Jena menyadari bahwa laki-laki itu memang tidak berada ditempat yang sama dengan yang lainnya. "Renjun kemana?"
"Gatau. Dia langsung kabur. Yangyang juga. Ganti baju mungkin."
.
.
.
.
."Udah nunggu lama?"
Hendery menggelengkan kepalanya lalu mengusap pucuk kepala kekasihnya dengan sayang. "Engga kok. Anything for you."
Jena tertawa lebar sembari mengeratkan pelukannya pada lengan kanan Hendery. Dari sudut matanya, ia dapat melihat tatapan tertarik yang ditujukan oleh beberapa murid padanya dan Hendery.
Tentu saja, siapa yang tidak tertarik melihat lelaki setampan Hendery datang kesana? Terutama dengan seragam sekolah elit yang saat ini melekat ditubuhnya semakin menambah daya tariknya. Beruntung Jeno dan yang lainnya tidak ikut datang. Jika mereka datang, Jena tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi dengan anak-anak perempuan di sekolahnya.
Saat Jena tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, sebuah sensasi dingin pada punggung tangannya berhasil membawanya kembali kedalam dunia nyata.
Minuman dingin? Milkshake?
Jena melirik kearah tangannya dan kearah wajah kekasihnya secara bergantian. "Huh?"
Hendery kembali tersenyum sembari menarik salah satu telapak tangan kekasihnya dan membukanya untuk meletakkan minuman itu di genggaman Jena. "Kesukaan kamu, aku beli khusus untuk kamu tadi karena kamu keliatan capek."
Jena melirik kearah gelas minuman itu dengan ragu.
'Kesukaanmu?'
Jena mengerutkan kening—berusaha mengingat-ingat kapan ia pernah mengatakannya pada Hendery. Namun nihil, tak ada ingatan apapun yang muncul.
Hendery yang melihat Jena kembali larut dalam pikirannya memutuskan untuk menarik pipi sang kekasih pelan yang lagi-lagi sukses membawa perempuan itu kembali kedunia nyata.
"Kenapa? Kamu gamau?"
Jena menggeleng dengan cepat. Wajah Hendery tampak sangat kecewa saat menanyakan hal tersebut jadi pada akhirnya ia memilih untuk tidak berpikir lebih lanjut dan menegak minuman itu.
Hendery mempertahankan senyumannya namun hal tersebut tidak bertahan lama karena sesaat setelah Jena meneguk minumannya, tubuh perempuan itu tiba-tiba ambruk ke lantai dengan napas yang terdengar tak beraturan. Sukses membuat para murid perempuan yang tengah berdiri disekitar mereka memekik.
Ia bahkan belum sempat kembali dari masa shocknya saat tubuhnya tiba-tiba ditarik kearah belakang oleh seseorang dengan tenaga yang cukup besar. Belum sempat ia mengenali sosok yang mebarik tubuhnya itu, sebuah tinjuan sudah terlebih dahulu melayang dengan sempurna di rahang kanannya. Baru setelah tinjuan itu selesai, akhirnya Hendery tahu siapa yang menariknya.
Xiao Dejun.
Dejun tampak marah. "Lo gila?! Apa yang lo kasih ke Jena tadi?!"
Hendery tampak bingung. "Gue—
Pertengkaran keduanya terjeda saat seseorang dengan kostum pangeran yang mencolok membelah kerumunan. Matanya menatap tajam kearah Hendery dan Dejun sekilas sebelum lelaki itu akhirnya mendorong kasar keduanya untuk berlutut—membuat gestur ingin membawa perempuan yang kehilangan kesadarannya itu kedalam rengkuhannya.
Saat itu juga kesadaran Hendery kembali secara sempurna. Lelaki itu sontak berjalan mendekat kearah kekasihnya—mengabaikan nyilu di rahangnya saat lelaki berpakaian pangeran tadi menghempas tangannya kasar.
"Stay right where you are. Don't touch her."
"Yangyang—"
"Don't Yangyang me you motherfucker. Gue gaada waktu buat dengerin semua bualan lo. Jena prioritas gue disini." Wajah Yangyang yang biasanya terlihat ramah itu kini tampak penuh dengan amarah. Ia bahkan tidak repot-repot memalingkan wajahnya kearah kerumunan yang menatapnya dengan tatapan tertarik.
Yangyang mengeratkan pelukannya ke tubuh Jena. "It'll be alright" Ia terus menerus membisikkan kata-kata tersebut bagaikan mantra sembari berlari membawa perempuan dipelukannya ke klinik milik sekolah mereka.
.
.
.
.
.Hendery tak banyak bicara bahkan setelah ia ditarik menjauh oleh Hendery menuju salah satu sudut sekolah yang terlihat sepi. Sepertinya kejadian tadi benar-benar membuatnya terkejut.
"Lo." Dejun menggertakkan giginya. "Lo udah gila? Sengaja mau bunuh Jena?"
Hendery membelalakkan kedua bola matanya—terkejut dengan tuduhan yang dilayangkan padanya secara sepihak itu. "Apa?!"
"Lo masih mau ngelak? Jangan pura-pura bodoh, Dery. Dari awal lo beli milkshake pistachio di salah satu stan, gua udah liat semuanya. Awalnya gue pikir lo beli untuk diri lo sendiri makanya gue diem aja. Tapi ternyata lo malah beli itu untuk Jena." Dejun memejamkan kedua matanya sembari mengepalkan kedua tangannya erat—berusaha menahan amarah. "Lo bener-bener gila, Hendery."
"Tapi ada apa sama pistachio?"
Dejun membelalakkan kedua bola matanya sembari menatap tak percaya kearah Hendery. "Lo bego? Lo pacarnya kan? Bahkan idiot pun tahu kalau jena alergi sama pistachio."
Hendery menarik rambutnya. Matanya terlihat tak fokus. "Tapi gimana bisa?" Ucapnya frustasi. "Gue inget banget kalau Jena selalu beli apapun dengan varian rasa pistachio."
Dejun menatap kearah Hendery dingin.
"Gue bakal nanya satu hal dan gue harap lo bakal jawab dengan benar." Ucap Dejun. "Apa warna kesukaan Jena?"
Hendery mengerutkan keningnya—tak mengerti mengapa topik pembicaraan tiba-tiba melenceng menjadi warna kesukaan Jena. Tapi lelaki itu pada akhirnya tetap menjawabnya. "Kuning."
Dan bahkan sebelum Hendery sempat menyadarinya, sebuah tinjuan lagi-lagi mendarat dengan sempurna ke wajahnya.
Dejun mengeraskan rahangnya.
"Bangun, Hendery! Yang ada disebelah lo sekarang itu Jena bukan Yena!"
"Kenapa bawa Yena-"
"Kenapa kata lo?" Sinis Dejun. "Semua memori yang lo sebut tadi itu punya Yena! Jena alergi pistachio dan dia benci warna kuning!"
Hendery merasa kakinya melemas.
Apa yang sudah ia lakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Her
FanfictionI'm not her, Nor do i want to take her place. Please understand.