Kau yang sedang mengeringkan rambutmu menggunakan handuk mulai bergerak gelisah saat merasakan bahwa kakak lelakimu menatap dirimu dengan tatapan menelitinya.
Akhirnya setelah beberapa lama, kau memutuskan untuk bertanya padanya.
"Kenapa?""Gapapa hehehehe."
"Dasar aneh."
"Hey, i'm your brother."
Kau memutar bola matamu malas.
"Yup, my weird brother."Lelaki itu tampak ingin mematahkan perkataanmu namun ia mengurungkan niatnya saat ia melihat suasana hatimu yang sedang kurang baik.
Sebagai gantinya, ia malah meminta maaf padamu.
"Maaf ya? Tadi koko lupa jemput kamu.""Yaudahlah. Terserah."
"Jangan marah ya? Kamu mau apa? Mau permen? Mau balon? Nanti koko beliin." Pintanya.
"Emangnya aku anak umur lima tahun apa?" Dengusmu.
"Tapi kamu tetep keliatan kayak anak umur lima tahun di mata koko. Tetep gemesin."
"Basi."
"Jangan marah ya? Ya? Ya? Ya?"
Kau menghela nafasmu kasar.
"Yaudah iya."Lelaki itu tersenyum lebar sembari membawamu kedalam pelukannya—tidak memperdulikan pakaiannya yang ikut basah karena memelukmu.
"Koko sayang kamu deh."Kau membalas pelukan lelaki yang lebih tua darimu itu dengan tak kalah erat.
"Aku juga sayang koko."Tak lama ia melepaskan pelukannya darimu.
"Baju koko ikut basah jadinya.""Salah sendiri. Yang nyuruh meluk juga siapa."
Lelaki itu tertawa lalu tak lama ia menghilang dari pandanganmu—memasuki kamar tidurnya.
Kau kembali memusatkan perhatianmu pada rambutmu yang basah.
Namun saat kau hendak kembali mengeringkannya, kakakmu berlari keluar dari kamarnya sembari membawa sepotong pakaian ditangannya.
Kau menatap lelaki itu dengan tatapan terkejut.
"Kenapa ko?"Lelaki itu tiba-tiba memegang kedua bahumu menggunakan kedua tangannya. Tatapannya terlihat serius.
"Ko, kenapa?"
"Kamu punya cowok?!" Tanya lelaki itu.
"Hah? Cowok?"
Lelaki itu mengangguk dengan cepat.
"Iya, cowok."Kau mendengus mendengar perkataan kakakmu.
"Cowok apa? Ngaco. Satu-satunya cowok yang selalu sama aku kan koko."Lelaki itu tampak mengangguk setuju.
"Bener juga."
"Tapi darimana kamu dapet cardigan ini?!"Kau mengerutkan keningmu.
"Carigan? Cardigan apa— AAH! CARDIGAN INI!" Teriakmu setelah menyadari bahwa kau masih memakai cardigan milik lelaki tampan di halte tadi."Iya. Cardigan ini. Dapet darimana kamu?"
"Dari cowok yang duduk sama aku di halte tadi! Koko kok ga bilang dari tadi sih?! Aku lupa ngembaliin."
"Loh, kok koko yang salah? Lagian tadi koko ga bilang apapun ke kamu karena koko pikir yang kamu pakai itu cardigan punya koko."
"Tapi pas koko ke kamar tadi ternyata cardigan-nya ada di lemari. Jadi yang kamu pake sekarang itu udah pasti bukan punya koko."Kau menjentikkan jarimu. Menyadari alasan mengapa kau terlihat sangat familiar dengan cardigan yang sedang kau gunakan itu.
Lelaki itu menaruh pakaian yang berada di genggamannya ke meja yang terletak disamping kalian sebelum kembali menatapmu dengan serius.
"Dia ga bilang apa-apa waktu kamu pamit?""Iya."
"Aneh, dia seharusnya sadar kalau kamu masih pake cardigan dia."
"Seharusnya gitu..."
"Kamu yakin dia bukan pacar kamu?"
"Yakin pakai banget. Aku aja baru ketemu sama dia hari ini."
Lelaki itu tampak berpikir sebentar.
"Aku gatau ada anak super kaya di sekolah kamu.""Dia memang bukan anak sekolah aku."
"By the way, apa maksudnya tentang anak super kaya?"Lelaki itu menepuk bahumu pelan.
"This fucking cardigan—""Language."
"Okay, I'm sorry. But seriously, cardigan ini mahal banget."
"Seberapa mahal?"
"About $1,000?"
Matamu terbelalak saat mendengar perkataan kakakmu.
"$1,000?""More than $1,000. Makanya koko kaget waktu dia biarin kamu bawa pergi cardigan-nya."
"Terus kenapa koko punya cardigan yang sama? KW ya?"
Lelaki itu menarik pipimu kencang.
"Enak aja. Ini dikasih sama kak Siwon. Inget ga?""Aaaaah, temen koko yang ganteng itu?"
"Iya. Dia ngasih ini buat hadiah ulang tahun koko kemaren. Ini keluaran terbaru."
"Tapi dia bisa ngasih ini karena dia anak direktur.""Astaga. What should i do?"
"Kembaliin. Besok setelah kamu pulang sekolah, koko anter ke sekolahnya. Kamu tau kan dia sekolah dimana?"
Kau mengangguk dengan ragu.
"Kalau diliat dari seragamnya sih kayaknya aku tau dia sekolah dimana.""Good. Besok tinggal tanya sama salah satu murid disana tentang kelasnya."
"Tanya gimana?"
Lelaki itu memutar bola matanya malas.
"Tinggal sebut namanya, idiot."Kau mengangguk setuju.
"Ah, iya. Tinggal sebut nama— AH! Sial!""Kenapa?"
"I just realised that i didn't know his name."
Please welcome
Henry Lau
As your brother
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Her
FanfictionI'm not her, Nor do i want to take her place. Please understand.