"Dejun kan?"
Dejun menganggukkan kepalanya cepat sembari sesekali mencuri pandang kearah lelaki dewasa yang duduk dihadapannya.
"Adikku sebentar lagi datang kemari jadi bisakah saya menanyakan beberapa hal?"
Dejun lagi-lagi mengangguk dengan cepat. Walaupun ia sendiri hanya pernah bertemu sekali-dua kali dengan Siwon yang berarti ia sendiri tak tahu bagaimana karakter lelaki itu, tapi kali ini ia yakin Siwon tengah menahan amarahnya.
.
.
.
.
.Jena tidak pernah merasa lebih mengerikan daripada saat ini. Kepalanya berdenyut dan sekujur tubuhnya terasa berat. Namun saat ia hendak bangkit, sepasang lengan telah terlebih dahulu membantunya untuk bangun.
"Pelan-pelan." Ujar sosok itu yang dibalas dengan senyuman lebar dari sang perempuan.
"Kak Suho!"
Suho menarik pipi yang lebih muda pelan. "Jangan teriak-teriak. Sekarang atur dulu pernapasan kamu. Masih sesak ga?"
Jena menggeleng. Perempuan itu kemudian mulai menanyakan bagaimana bisa Suho berada di sekolahnya.
"Temen kamu yang nelfon kak Siwon. Dia bilang kamu sekarat di sekolah."
"Yangyang?!"
Suho menaikkan sebelah alisnya. "Yangyang siapa? Yang nelfon tadi Dejun namanya."
"Cuma Dejun?" Jena kembali memastikan. Pasalnya seingatnya sosok yang membawanya ke ruang kesehatan adalah Yangyang dan bukannya Dejun. Dan lagi pula, jika memang Dejun ikut kemari bukankah kekasihnya seharusnya juga ikut berada disini?
Namun anggukkan kepala yang ia terima sukses membuat harapannya hancur berkeping-keping. Jena mengenggam erat ujung selimut diatas pangkuannya tanpa sadar dan hal itu tidak luput dari pengelihatan Suho. Karenanya, lelaki itu memutuskan untuk duduk sembari mengelus punggung tangan Jena dengan lembut—memberikan kode agar gadis itu berhenti menyakiti dirinya sendiri.
"Kakak gatau siapa yang kamu harapin ada disini tapi kenyataannya memang itu, Jena. Waktu kakak dateng kesini, yang ada di ruangan cuma kak Siwon dan siswa yang namanya Dejun."
"Jadi kenapa Dejun nelfon kak Siwon dan bukannya koko?"
Suho tersenyum. Gadis dihadapannya ini memang selalu membuatnya gemas. "Koko kamu kan lagi pulang ke Kanada. Lupa? Dan kayaknya anak itu cukup dekat sama ko Henry karena dia tau kalau ko Henry lagi ga disini makanya dia pilih buat ngehubungin kak Siwon yang juga ada di kontak darurat kamu."
Jena memegang pergelangan tangan Suho erat. Tatapannya terlihat serius. "Kak, jangan sampai koko tau, ya?"
"Kakak gabisa janji Jen. Kalau kak Siwon ga cepet datang tadi, kita gatau apa yang bisa terjadi sama kamu dan kakak rasa ko Henry berhak tau."
Pegangan Jena mengerat. "Kak."
Suho menghela nafas. Percuma saja berdebat dengan Jena karena anak itu tidak akan pernah melepaskannya sebelum ia menuruti permintaannya. "Yaudah. Tapi janji, kamu gaakan nerima minuman dari orang asing lagi."
Jena menggigit bibirnya.
"Jena."
"Iya kak, Jena janji."
.
.
.
.
."Jadi kamu pacarnya Jena?"
Hendery mengangguk. "Ya, soal kejadian ini saya—" namun belum sempat Hendery melanjutkan perkataannya, Siwon sudah terlebih dahulu mengangkat sebelah tangannya ke udara—memberikan gestur agar Hendery berhenti bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Her
FanfictionI'm not her, Nor do i want to take her place. Please understand.