Saat luka merenggores jiwa, kegelapan lantas menelan tanpa menyisakan celah.
Saat itu akal sehat tak lagi berguna.
Sebab hati akan selalu menang,
dalam setiap perdebatan rasa.TIDAK, tidak. Ia tidak membuat kesalahan, 'kan?
Katakan, ia tidak membuat kesalahan, 'kan?
Hyun Ji melirik pada layar ponselnya yang menyala. Tak ada yang berubah.
June, 25th 2018
07.45 PM
Terlambat. Semua sudah terlambat. Gadis itu yakin, ia telah membuat kesalahan besar.
Jantungnya berpacu laksana langkah kuda yang dicambuk sang kusir dengan kejam dan bengis, terlampau cepat hingga menghasilkan detak yang tak kalah kuat. Getarannya bahkan nyaris menembus pertahanan dadanya sendiri, nyaris membuat benda itu melompat ke luar dan menghasilkan napas yang terengah.
Hyun Ji berusaha menyingkirkan anak rambut yang menghalangi pandang, tetap mempercepat langkah tak peduli kendati dadanya terasa sedikit sesak sebab telah berlari selama tiga puluh menit penuh. Keringat membasahi tubuhnya yang dibalut hoodie toska, menyisakan rasa gerah yang harus ditahan. Gadis itu bahkan sampai menubruk beberapa pejalan kaki lain secara tak sengaja, sebab matanya sendiri tak fokus antara menatap layar ponsel juga menyusuri sekitar taman Yeouido yang sudah penuh oleh remang cahaya lampu taman sebab langit sudah gelap.
Gadis itu berhenti sembari menumpukan tangan pada salah satu tiang lampu jalanan untuk mengatur napas sebentar. Keringat mencucuri pelipisnya dengan deras dan Hyun Ji sendiri yakin penampilannya benar-benar berantakan. Namun siapa peduli? Well, ia tidak dapat memikirkan hal kecil semacam itu di saat genting seperti sekarang.
Angin malam yang menerpa pun tidak terasa. Inilah mengapa, kepanikan dan kegelisahan selalu mengambil ahli otak dan hati, membuat semua hal di sekitar seolah mati. Matanya tetap mencari-cari pada seluruh isi taman, menyusuri tiap wajah manusia yang datang, kepalanya tetap ditolehkan pada seluruh bangku besi, kemudian pada tiap pejalan kaki yang menikmati pemandangan di jembatan atas kolam. Diam-diam hatinya tetap berusaha berpegang teguh pada sekecil harapan yang mungkin lebarnya hanya beberapa inci, walau pada akhirnya toh harapan itu juga hancur berkeping-keping. Patah, menyisakan retak kaca dan serpihan luka.
Matanya mendadak terasa panas. Hyun Ji menggeleng pelan, menggigit bibir bawah kuat semerta-merta hanya untuk menahan air mata yang mendadak ingin tumpah.
Wonwoo pasti sudah pergi.
Waktu tidak pernah salah, dan Hyun Ji menyesali fakta bahwa malam ini ia datang terlambat. Ini sudah satu jam lebih dari waktu yang dijanjikan, memang siapa pengangguran bodoh yang rela menunggu berjam-jam dalam taman ditemani udara dingin malam yang menerpa tanpa kepastian kalau lawan bicaranya akan datang?
Wonwoo pasti sudah pergi.
Hyun Ji menepis kasar anak rambut yang menempel di keningnya karena keringat, matanya dipejamkan dan gadis itu dapat merasakan setetes bulir bening hangat jatuh menuruni wajah. Telinganya tetap dipenuhi suara tawa dan bising aktivitas sekitar; di mana semua orang mendengungkan kebahagiaan setelah melihat keindahan berbagai pohon dengan dekorasi unik serta lampu warna-warni pada waktu malam. Mungkin ia akan menjadi pusat perhatian para pengunjung sebab berdiri di dekat tiang lampu taman sendirian bak orang dungu dan menangis tanpa sebab.
Namun Hyun Ji tak peduli. Ia tak lagi peduli akan pandangan orang terhadap dirinya sendiri.
Hatinya remuk, sesuatu di dalam sana menjeritkan sebuah penyesalan yang teramat dalam; andai saja ia tidak datang terlambat. Andai Wonwoo masih menunggunya. Andai ia masih dapat mendengar kebenaran, tak peduli sehina apa pun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Well, You Said It Was Over [Jeon Wonwoo]
Fanfiction[T E L A H T E R B I T] "Apa masih pantas bagi kita untuk kembali bersatu, setelah kau sendiri mencoba pergi dan mencari pengganti yang lebih baik?" ●○●○●○ Lee Hyun Ji tak pernah menyangka dunianya akan berbalik seratus delapan puluh derajat saat Wo...