29. Witch and All Her Negative Mind

903 130 34
                                    

KALAU ada satu hal yang tidak bisa dibeli dengan harta, maka itu jelas adalah cinta.

Soo Ri meremas ujung bajunya lebih erat. Namun putaran kejadian itu tetap mengalun dalam benak.

Aku tidak memilih siapa-siapa. Sebab memang aku tidak pantas untuk siapa-siapa; baik kau ataupun Hyun Ji.

Gadis itu menggeleng kuat, tanpa sadar telah menggigit bibirnya sendiri demi menahan isak tangis yang mendesak untuk terus keluar.

Jeon Wonwoo dan segala pikirannya itu memang susah untuk dicerna.

Dengkusnya berembus kasar, gadis itu buru-buru memalingkan wajah dan menatap langit-langit ruangan. Tungkainya digerakkan menyapu lantai lebih cepat, semakin cepat seiring dengan bulir-bulir air mata yang jatuh tanpa dapat dikendalikan.

Bahkan setelah diusap berkali-kali, wajah serta kedua matanya yang memerah tak menunjukkan perubahan yang pasti. Irisnya masih tetap sembab, membulat bengkak dan napasnya memburu dalam marah. Kepalanya meluap oleh panas, hatinya masih membara dengan semua emosi yang ditekan.

Rencananya tidak berjalan seperti ini, seharusnya semua tidak berakhir secepat ini.

Tidak, tidak. Bukankah sebenarnya sederhana? Membuat perjanjian, mendesak Wonwoo untuk menandatanganinya, kemudian menjalankan acara tunangan resmi sebagaimana yang telah tertulis. Hanya akan menunggu masa, mengumpulkan semua bukti nyata yang dapat menggiring pelaku kejahatan yang sesungguhnya ke penjara, kemudian mereka akan menikah.

Iya, seharusnya semua berjalan semulus itu.

Ini semua karena Hyun Ji.

Soo Ri menghentikan langkah untuk menumpukan tangan pada dinding sebentar, mengatur napasnya yang tersengal sembari menepis helai rambut dengan kasar. Rambut wavy itu sudah tidak sebagus biasanya, sudah tidak tertata rapi dan kini bercampur keringat. Basah. Tak beraturan. Beberapa helai bahkan menempel pada leher jenjangnya yang dibalut chocker burgundy gelap dengan juntaian lintonin perak yang indah.

Wajahnya diusap kasar sebagai bentuk kekesalan, alisnya diangkat tinggi-tinggi semata-mata hanya untuk menghilangkan denyut sakit pada kening. Inilah sebabnya Soo Ri sangat benci menangis; semua tidak berguna dan menyebabkan dirinya menderita. Sekarang, siapa yang menderita karena perih pada mata dan pening yang hinggap? Tangisan adalah sampah; sia-sia.

Tetapi toh kalau ada satu hal yang dapat ia tangisi dengan puas tanpa rasa bersalah maka itu jelas adalah Wonwoo. Jeon Wonwoo, pria pertama yang dapat memikat hatinya dalam seulas senyum. Pria pertama yang mampu membangkitkan hasrat dalam diri untuk dapat memiliki, untuk menjadi egois. Pria pertama pula yang menjadi pusat dunianya saat ini. Oleh karena itu tatkala ia memutuskan pergi, dunianya mendadak runtuh. Kiruh. Kalang-kabut. Pada akhirnya hancur.

Soo Ri bahkan buta mendadak, ia tak tahu kalau semua rencana hanya akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Perjanjian itu mendadak hanya sampah, digunakan sebagai senjata pun rasanya percuma.

Wonwoo bukannya tipikal orang yang mudah membalikkan ucapannya hanya demi kepentingan pribadi.

Lantas kalau begini, apa yang bisa ia lakukan demi merebut Wonwoo kembali?

Pikirannya buntu. Benaknya yang tadi kalang kabut mendadak hilang arah dan terhenti pada satu titik tak tentu; gelap tanpa ada penunjuk apa pun. Ia lelah jujur saja, baik fisik maupun mental. Hatinya luar biasa sakit namun yang terlintas dalam keseluruhan hanyalah api yang membara. Panas emosi menggelayut dalam dada.

Well, You Said It Was Over [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang