39. Losing You, Losing All Of My Euphoria

1K 121 19
                                    

PENJARA yang terlihat di depan mata ternyata jauh lebih buruk dari semua spekulasinya dulu kecil. Hyun Ji barangkali sudah membuat sumpah dan meyakinkan diri sendiri bahwa malam itu hanya akan menjadi kali yang pertama dan terakhir untuk dirinya menginjakkan kaki dalam tempat tahanan itu. Tidak untuk kedua kali, ia tidak mau lagi. Sudah cukup pemandangan atas kengerian hebat, ketakutan merayap dalam tiap hela napas, juga rasa sedih namun berujung sengatan getir.

Melihat jeruji besi yang mengurung puluhan insan atas tiap dosa yang mereka perbuat, bertemu secara langsung dengan aparat kepolisian, mendengar penjelasan panjang mengapa ayah tirinya yang licik itu tiba-tiba ditangkap dengan bukti serta penyelidikan yang kuat benar-benar membuat Hyun Ji muak. Bukan hanya sebab nanar pahitnya realita, namun juga untuk tergoresnya sebuah luka baru yang tak akan pernah ia lupa.

Sesakit itu. Seperih itu.

Bahkan kalau ia boleh jujur sedikit, Hyun Ji yang dilanda gelisah pernah berpikir bahwa semua ini adalah sebuah kesalahan. Barangkali hanya jebakan Soo Ri, barangkali ayah tirinya adalah orang baik yang tidak bersalah apa-apa namun Soo Ri mengada-ada laporan itu sebab ingin Hyun Ji menderita.

Bisa jadi, 'kan?

Namun saat Hyun Ji kembali ditampik realita, tatkala ibunya datang ke Seoul dengan tangis pedih, tatkala melihat bahwa ayah tirinya sama sekali tidak merasa bersalah dan malah terus melawan fakta, rasa-rasanya gadis itu juga ingin menampar pipi sendiri. Harusnya dari awal ia sadar, inilah kenyataan pahit yang harus ditenggak; ayah tirinya tak lebih dari seorang pria bejat yang cinta harta.

Barangkali pula, hidup ingin memberitahunya soal keadilan. Iya, tentu saja; dimana yang jahat akan ditemukan, akan mendapat ganjaran atas apa yang sudah mereka perbuat tak peduli seberapa lama memori busuk sudah dipendam. Bukankah memang teorinya selalu berputar demikian? Kalau begitu, inilah realisasinya. Inilah bukti aktual yang dapat dilihat mata.

Lantunan memori malam itu jelas-jelas masih melekat dalam benakーkendati saat diputar benar-benar persis seperti kaset rusak. Buram. Samar. Tetapi sakitnya ketara. Hyun Ji bahkan masih ingat sensasi perih tatkala hidungnya menangis semalaman penuh, cengkraman Ara yang menguat pada bahunya, semata-mata untuk memberi kekuatan serta mengisi relung hati dengan kehangatan walau sebenarnya sia-sia. Ibunya yang baru pulang dari Busan dan langsung datang ke kantor polisi dengan wajah bersimbah air mata, penuh kebingungan, dipenuhi kekalutan.

Tetapi tak ada opsi lain selain duduk berhadapan dengan polisi.

Andai pun memang ada, Hyun Ji tak yakin opsi kedua akan lebih baik. Sebab ayah tirinya berdosa, kebenaran sudah terkuak, bangkai busuk tercium baunya.

Semua dibuka gamblang sekarang. Gadis itu bahkan masih ingat suasana tegang yang menyelimuti saat mereka ditempatkan pada satu ruang khusus. Hyun Ji dan ibunya dipeluk ketakutan dan kekalutan. Bukan hanya dalam hati, namun juga merengkuh kulit. Wajah ayah tirinya benar-benar tampak menyeramkan saat melotot galak, tangannya diborgol dan untuk bertatap muka saja, mereka harus membuat jadwal dengan jam tertentu. Waktunya pun tidak lama; hanya beberapa menit yang entah mengapa terasa seperti hitungan detik.

Namun itu waktu yang cukup untuk membuat ayah tirinya mendadak tersulut emosi, segera berdiri dan ingin mencekik Hyun Ji kalau saja para polisi tidak segera mengamankan pria itu kembali ke sel.

Tidak, tidak. Itu benar-benar bukan sosok ayah heroik yang ia kenal. Itu bukan orang yang dulu pernah menyelamatkan nyawanya. Hyun Ji sadar, ia tak bisa menilai seseorang dari perspektifnya sendiri. Siapa sangka pria bertopeng manis itu nyatanya adalah sang penipu ulung.

Hyun Ji menangis serapuh-rapuhnya. Malam itu benar-benar malam krusial yang pernah ada. Kalimat ibunya bahkan tak pernah berhenti menggema dalam benak; Ibu benar-benar tidak menyangka dia tega melakukan ini, Ji. Berjanjilah kepada ibu, kau tidak akan berhubungan atau berurusan apapun dengan dia lagi. Ibu tidak ingin kau terluka. Maafkan ibu.

Well, You Said It Was Over [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang