LEE Hyun Ji tidak pernah menyalahkan siapa-siapa untuk semua hal yang bergulir dalam hidupnya. Untuk dirinya yang terlahir bukan dari kalangan sosialita, untuk ibunya yang harus bekerja keras demi kelangsungan hidup, sampai untuk Wonwoo yang memilih pergi lalu tiba-tiba kembali kendati hubungan mereka sudah resmi tak berstatus lagi. Gadis itu percaya, seburuk-buruknya jalan yang ditempuh, pada akhirnya akan ada satu titik dimana kebahagiaan dapat dituai; dimana semua afeksi dan kesabaran yang terus dipendam akhirnya menghasilkan buah ranum yang menyejukkan mulut. Dan di sanalah, penantian akan berujung bahagia.
Ia percaya pada harapannya yang sudah tumbuh subur dalam lapangan hati.
Namun untuk sebuah kejujuran dalam hidup, gadis itu ingin menangis tersedu-sedu. Harapannya tidak seperti ini. Semua terjadi di luar kehendak, hidup seolah-olah sedang mengangkutnya dalam kapal sementara badai bergelora dahsyat, mengombang-ambing perasaan dan membuat tumbang semua asa.
Hyun Ji barangkali tak akan pernah lupa ekspresi ibu Wonwoo yang menatapnya terkejut, kilat amarah juga sepercik kesedihan dalam bola mata gelap itu. Bagaimana makian dilayangkan, bagaimana air mata tumpah, bagaimana hati menjerit dengan rasa malu yang tak tertahankan kendati ia sendiri tak paham di mana letak kesalahannya.
Baiklah, tenang dulu. Wonwoo pasti membelanya, bukan?
Iya, pasti begitu. Tak dapat dipungkiri, Hyun Ji sendiri berharap Wonwoo akan datang, ia kira Wonwoo akan menghubunginya dan berkata bahwa ini hanyalah salah paham belaka, bahwa makian-makian tadi dilayangkan tanpa maksud apa-apa.
Namun berjam-jam gadis itu menunggu, tatkala bel berdenting dan Hyun Ji tersenyum semringah, tatkala jantungnya berdegup kencang dan mengharapkan wajah Wonwoo terpapar, tatkala tangannya sudah siap membuka pintu, hatinya lagi-lagi mencelus oleh kekecewaan.
Rasa sakit menguar, gadis itu meringis bersamaan dengan terlepasnya pedih.
Sebab alih-alih Wonwoo, yang ia temukan berdiri tepat di depan pintu apartemennya adalah Lee Chanーsahabatnya yang terkasih.
Tidak, ia tidak menyalahkan Dino sebab mengetuk pintu rumah di saat gadis itu mengharapkan Wonwoo untuk datang. Kedengarannya egois sekali, padahal kalau dipikir-pikir, sudah lama sejak terakhir kali Hyun Ji dan Dino bertukar sapa. Hubungan teman tetap harus dijaga, bukan? Jadi gadis itu berusaha memaksakan senyum, mengikuti alur basa-basi singkat yang Dino berikan.
Tetapi alur kehidupan juga tak ada yang menyangka. Siapa tahu Dino yang penuh lawakan dan menyebalkan itu dapat berubah menjadi melankolis tatkala tahu masalahnya?
Bagaimana bisa ...?
Namun apapun itu, ia bersyukur memiliki Lee Chan di sisinya. Bukan sebagai seorang pria, melainkan sebagai seorang sahabat. Dan untuk itulah ia memiliki kekuatan tatkala siang ini ponselnya berdenting, menampilkan satu notifikasi singkat yang membuat jantungnya bertalu-gila-gilaan, kelegaan merangsek masuk dalam hati, namun anehnya kebahagiaan serta rasa sakit juga menguar hingga perutnya mendadak mulas.
Dari Wonwoo.
Jeon Wonwoo
Ada hal penting yang harus kita bicarakan sore ini.
Kita bertemu di café biasa dekat perpustakaan pukul 6 tepat.
Singkat. Tanpa basa-basi yang biasanya pemuda itu lontarkan sebelum masuk pada inti pembicaraan. Hyun Ji menggenggam ponselnya lebih erat, lidahnya mendadak berubah kelu dengan getir yang mengiris. Semua berbaur menjadi satu, menjadi kudapan misteri yang mencekik lambung. Gadis itu menahan napas tanpa sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Well, You Said It Was Over [Jeon Wonwoo]
Fanfic[T E L A H T E R B I T] "Apa masih pantas bagi kita untuk kembali bersatu, setelah kau sendiri mencoba pergi dan mencari pengganti yang lebih baik?" ●○●○●○ Lee Hyun Ji tak pernah menyangka dunianya akan berbalik seratus delapan puluh derajat saat Wo...