AURORA DREAM
BAB 5
Halaman 55
Musim semi pada tahun ketiga, aku ingat sakura yang bermekaran dimana-mana. Seoul dipenuhi bunga, hatiku ditumbuhi semua rasa suka. Bahagia berpendar dalam tiap sudut hati, saat itulah kami bertemu untuk pertama kali.
Otakku masih merekam semuanya dengan jelas dan nyata. Benakku masih mengabadikan hari terindah dalam satu nakas penting yang kuyakin tak 'kan pernah kulupa. Matanya indah. Bibirnya mengukir senyum dan suaranya tatkala menyebut namaku terdengar lembut. Aku tahu candu seharusnya tidak ada dalam tiap insan, seharusnya racun tidak ditaburkan dalam setiap senyum dan tawa gadis.
Tetapi seperti pemuda kasmaran lain, pada akhirnya kutemukan diri terjebak dalam serangkaian rasa manis cinta. Rasanya indah dan memabukkan. Euforiaku bertambah.
Benar kata orang, sebenarnya tak butuh sebuah kesempurnaan dalam membangun sebuah hubungan. Hanya dengan saling menerima, saling memeluk kelebihan dan kekurangan; suka dan duka, kemudian merangkup dengan satu ulasan ringkas, 'Aku menerimamu. Dengan apa adanya dirimu.'
Seharusnya semua sesederhana itu.
Namun hidup membawaku dalam sebuah guncangan hebat sepanjang masa. Sudahkah kubilang bahwa tuntutan untuk sempurna terkadang menjadi penghalang paling besar? Mimpiku dalam subuh, semua rencana-rencana akan masa depan seolah runtuh.
Lupakan soal cinta, aku malah membuangnya demi balasan yang tak dapat kubanggakan. Berlian seindah dirinya kutukar cuma-cuma demi lembar uang tak berharga.
Kendati jemari ini benar-benar berusaha untuk mempertahankannya dalam hati yang rapuh, aku tahu aku sudah terlebih dulu ternoda sebab berendam dalam lumpur rasa bersalah yang nista.
Jadi berhari-hari keresahan menyelimuti. Pertanyaanku tetaplah sama; apa aku masih pantas untuk merengkuhnya kembali?
•
•
•◇
BAB 5
Halaman 56
Harapanku pudar dalam keegoisan yang tinggi. Saat realita menampar dan mataku terbuka untuk kedua kali; aku sadar, sesuatu berjalan di luar kendali.
Dia terhilang.
Lagi-lagi untuk kesekian kali, aku kehilangan separuh jiwaku lagi.
Barangkali, sebuah tekad seharusnya sudah menjadi utuh dalam kepala; aku hanya perlu realisasi, aku hanya perlu membuat semua keinginan itu menjadi nyata dengan upaya yang keras. Setelah aku menuliskan ini, setelah aku berhasil untuk mencapai semua mimpi dan asa, aku ingin mencarinya sekali lagi, menggenggam hatinya dalam tanganku lagi, merengkuh pinggangnya dalam jemariku kembali.
Tetapi, tidak.
Tak ingin kuhancurkan untuk kedua kali.
Aku sudah cukup merasa kehilangan; sudah cukup merasa berdosa dengan menelantarkan hati yang hilang.
Sebab katakan, bagaimana aku bisa menjadi utuh kalau separuh jiwaku pergi dan tak kembali?
Gadis itu; aku berjanji, akan merenggut setengah jiwaku daripadanya sekali lagi.
Dan pada waktu itu juga, aku akan mencuri hatinya untuk kedua kali, membawanya berdansa dalam susunan rencana masa depan yang kubuat bersamanya dengan seulas kalimat lugas, "Menikahlah denganku."
Sederhana saja sebetulnya;
Hanya sebuah akhir yang bahagia. Itu sudah cukup.
***
[Notes from Hyun Ji]
Jeon Wonwoo, terima kasih telah memercayakan hatimu direngkuh jemariku yang rapuh.
Perputaran cinta dan segala asa; mari kita selesaikan semuanya dengan akhir yang bahagia.
***
[Notes from Wonwoo]
Dan saat itu tersisa serpihan memori kecil, yang aku ingat kini bukan hanya getir. Bukan hanya luka dan pahit. Sebab hari itu aku berhasil memasangkan sebuah cincin dengan liontin berlian pada jari manisnya yang mungil. Bertahun-tahun kumenanti, kini, Tuhan menjawab doaku dengan pasti.
Bertahun-tahun, akhirnya mimpiku terwujud lagi. []
•
•
•◇
-Well, You Said It Was Over-
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
Well, You Said It Was Over [Jeon Wonwoo]
Hayran Kurgu[T E L A H T E R B I T] "Apa masih pantas bagi kita untuk kembali bersatu, setelah kau sendiri mencoba pergi dan mencari pengganti yang lebih baik?" ●○●○●○ Lee Hyun Ji tak pernah menyangka dunianya akan berbalik seratus delapan puluh derajat saat Wo...