18. Have A Sweet Date With Me? Would You?

1.4K 156 7
                                    

FAJAR mulai menyingsing. Surya yang bangkit diam-diam menggiring cahayanya masuk menelusup pada celah tingkap dan terpantul pada dinding. Biasanya, hal paling menyebalkan yang pernah ada di pagi hari adalah ketika membuka mata dan melihat pantulan cahaya sudah mengenai kepala. Risih, menganggu orang tidur saja. Tapi pagi ini berbeda, alih-alih merasa kesal dengan sinar matahari yang menembus jendela, Dino malah tersenyum lebih lebar tatkala menemukan dirinya sudah dalam keadaan bersih dan wangi ke luar kamar mandi.

Diam-diam pemuda itu melirik ke arah jam dinding, pukul 7 tepat, masih waktu yang sangat pagi untuk membenahi diri. Tumben sekali, pikirnya pada diri sendiri. Toh biasanya meski ada kuliah pagi pun, jam bangun paling pagi yang bisa ia capai tak jauh dari angka sepuluh. Lalu mandi dan bersiap tiga puluh menit, kesadarannya baru dapat terkumpul penuh pukul setengah sebelas. Bukankah sebuah keajaiban kalau ia dapat bangun sepagi sekarang?

Tapi, rasanya hari ini berbeda, ya.

Dino bahkan tak dapat menahan senyumnya untuk tak merekah lebar setiap detik, berusaha untuk terduduk diam di kursi meja makan sembari terus mengeringkan rambut dengan handuk yang diusap perlahan. Benaknya masih memutar kejadian semalam, diam-diam gejolak aneh pada perutnya kian membesar.

Bagaimana rona merah samar menghampiri pipi Hyun Ji, bagaimana gadis itu tertawa sembari memukul lengannya pelan, bagaimana tawa menutup semalam dengan sempurna. Semua melekat erat dalam kepala. Indah, mesra, bahagia. Sejak kapan, ya, terakhir kali tidak merasakan rasa nyaman seperti ini?

Hyun Ji memang berbeda.

Gadis itu spesial, dengan apa yang ada pada dirinya sendiri. Tidak perlu polesan make up tebal, tidak perlu rentetan gelang, kalung, serta perhiasan emas yang menyilaukan mata, apalagi fashion kekinian yang kadang membuat Dino geleng-geleng kepala. Terlalu terbuka, ew.

Dengan kesederhanaan yang nampak elegan, juga kepolosan yang entah mengapa terlihat memikat, semua itu terpadu dalam satu paket spesial yang membuat Dino jatuh hati tanpa perlu menunggu waktu lama. Terkadang cinta itu aneh, datang tanpa diundang, tinggal tanpa diminta, lalu seenaknya memporak-porandakan hati orang yang sebelumnya tertata rapi tanpa gangguan.

Kalau sudah kasmaran begini, memangnya bisa apa? Cinta mengambil ahli semua jalan pikiran dan otak, kadang tidak sinkron, aneh, tidak logis bahkan membuat orang lain yang melihat geleng-geleng kepala, padahal tidak menutup kemungkinan hal yang serupa juga terjadi padanya. Tapi itulah letak keunikan sebuah rasa-berani memberikan hati dikontrol orang lain tanpa alasan yang jelas. Semua terjadi begitu saja, tanpa kendali apa-apa.

Ponselnya berdering tiba-tiba, dalam sekejap sukses membubarkan khayal dan menyita atensi yang tadi sempat kehilangan arah. Pemuda itu mengernyit, menatap dengan kening berkerut nama si penelepon yang terpampang di layar. Namun tak perlu waktu lama untuk sudut bibirnya terbit-walau hanya seulas tipis dan sama sekali terkesan tidak menarik.

"Halo? Tumben sekali menelepon pagi-pagi. Jangan bilang kau rindu pada adik tirimu ini. Astaga, padahal baru beberapa hari yang lalu kita bertemu," cerocosnya asal.

Terdengar dengkus sebal di sebrang telepon. "Ew, jijik. Jangan berbicara yang tidak-tidak, deh. Aku hanya mau menanyakan soal rencana kepulanganmu. Jangan lama-lama mengungsi, rumah jadi terasa beribu kali lebih menyebalkan setelah semua orang di sini mengkhawatirkanmu, bodoh."

Dino memutar bola mata tak acuh. Setelah sadar lawan bicaranya tak akan bisa melihat reaksinya sekarang, pemuda itu baru berdeham pelan dan membalas dengan nada sindiran yang menyebalkan, "Oh, masih peduli? Aku kira kakak tiri kesayanganku ini lebih mementingkan tunangannya yang tampan itu daripada masalah keluarganya sendiri."

Well, You Said It Was Over [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang