PART 10

409 15 2
                                    


Mereka semua duduk di ruang keluarga Qilla. Jovan pengecualian papa Qilla itu langsung menuju kamar. Sementara Riana, Qilla dan juga Bryan duduk sambil di temani minuman.

"kamu beneran serius sama Qilla, by?" tanya mama Riana.

"tentu ma, Bryan serius dengan Qilla."

"kayaknya papa kalian lagi merajuk, tolong di maklumi ya By, wajar kan Qilla anak perempuan satu-satunya. Mungkin dia belum siap kehilangan Qilla. Dia juga tidak mau Qilla sampe sakit hati. Mama tau, cinta sama sakit itu satu paket. Kalo udah siap mencintai juga harus siap di sakiti. Kalo udah siap jatuh harus siap buat berdarah atau bahkan mati."

"Bryan mengerti dan paham ma.. saya akan berusaha meyakinkan papa untuk merestui hubungan kami. Terimakasih mama sudah menerima saya lagi." Riana tersenyum mengangguk, lalu berdiri menyusul suaminya.

"Qill?"

"iya?"

"saya udah baca semuanya."

"hm?"

"diary kamu. bagus, bisa ya bikin saya sampe kadang nangis kadang ketawa, bisa banget kamu mainin perasaan saya di saat kamu bahkan nggak ada di samping saya. Saya baca diary kamu udah ribuan kali sampe mungkin saya hafal sama isinya."

Wajah Qilla memanas, sampe segitunya ya efek jatuuh cinta sama Qilla?

"kamu tau nggak kalimat yang paling saya ingat?"

"apa?"

"Aku menyukaimu, lebih dalam saat aku melihatmu. Aku menyukaimu, lebih tinggi saat aku menggapaimu. Aku menyukaimu, lebih dan lebih alay dari apa yang kamu sebut lebay." Qilla tersenyum.

"Seperti matahari dan aku bunganya, mataku selalu berporos pada sinarnya." Pipi Qilla semakin bersemu. Qilla menggigit bibirnya sambil mengulum senyum.

"Dia nyata tapi semu. Seperti angin, yang dapat aku rasakan tapi hanya berhembus sesaat. Menyejukkanku, lalu menghilang. Jangan kayak angin ya Qill.." Qilla berdebar sekarang.

"mas.. jantung Qilla kok nyebelin sih?"

"kenapa?"

"dangdutan tapi nggak ngajak-ngajak. Bisa denger nggak? kok rasanya Qilla bisa dengerin ya? Ini jantung Qilla lagi dangdutan, demo, apa tawuran sih?" perlahan Bryan menggenggam tangan Qilla, membawanya ke dada laki-laki itu. bryan tersenyum lembut menatap Qilla.

"dia lagi bicara sama punya saya." Qilla tersenyum.

"jantung kita lagi ngomongin apa?"

"nggak tau. Cuman mereka yang ngerti."

---

Sore ini Bryan mengajak Qilla keluar. Bryan sudah bersiap dengan pakaianya. Kemeja biru dengan jeansnya serta sepatu Vans hitam. Bryan menghampiri rumah Qilla. Sesampainya di sana dia di sambut ramah oleh mbok Issah. Bryan tersenyum ramah, bisa di lihat papa Jovan sedang duduk di teras rumah memandangnya tajam.

"sore pa."

"udah jam 7 bukan sore lagi, ini di Pare bukan Jakarta."

"oh baik, selamat malam pa."

"saya bukan pacar kamu yang butuh salam kamu." Bryan menggaruk tengkuknya, dia jadi bingung harus bersikap bagaimana mendengar jawaban dingin dari papa Jovan.

"emh.. Qilla ada pa?"

"ada tapi dia lagi sibuk."

"boleh saya ketemu dia pa?"

DEAR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang