Akhir pekan akan menjadi hal yang rutin untuk Qilla dan Bryan menghabiskan waktu bersama. Entah itu hanya berjalan-jalan di taman atau pergi ke dokter untuk cek kandungan. Seperti pagi ini Bryan berencana mengajak Qilla jalan-jalan sebelum siangnya akan mengajak Qilla mengecek kandungan Qilla yang sudah menginjak 8 minggu.
"sayang.. dedek nya kok masih belum kelihatan sih? Kok perut kamu nggak mlembung-mlembung?" Qilla tertawa mendengar pertanyaan Bryan.
"emang perutku balon apa? Ya belum lah.. ini tuh masih 2 bulan mas.. masih lama.." Bryan tersenyum, merebahkan kepalanya ke paha Qilla, mencium perut rata Qilla.
"jangan nyusahin mama ya dek.. jadi anak yang pinter.. cepet keluar... papa nggak sabar pengen lihat kamu, gendong kamu, cium kamu.. pasti itu akan menakjubkan.. melihat kamu tertawa dan memanggil papa dengan matamu yang besar dan pipi kamu yang cakotable.
"dek jaga mama ya.. papa sama mama nunggu kamu di sini.. papa sama mama sayang sama kamu.." Qilla meneteskan air mata haru. Tapi lalu mengusapnya.
"udah ayo keluar kamar."
"yah tapi-"
"AAA!! Aduh?! sakit?!" Qilla dan Bryan saling memandang mendengar teriakan itu. bergegas keluar, lalu terkejut melihat Christ sedang terduduk di ujung tangga dengan kaki dan dahi yang berdarah.
"astaga Chris!" pekik Bryan. Berlari menghampiri Christ, menggendongnya keluar rumah. Qilla hendak mengikuti namun di tahan oleh Rikkie.
"kita ikuti, santai saja. Lukanya tidak separah itu."
"ada apa Rik? Siapa yang berteriak?" tanya papa Wardana yang baru keluar dari kamar.
"Chris." Rikkie menghela nafas lelah.
"ini masih pukul 6, tapi medusa itu sudah membuat drama konyol."
"aku dan Qilla akan menyusul mereka. Mama dan papa nggak perlu khawatir."
Rikkie langsung menggamit tangan Qilla keluar menyusul mobil Bryan. Rikkie tahu betul kemana Bryan akan membawa Chris kemana. Yang pasti ke arah rumah sakit Wardana. Sesampainya mereka di sana bisa Qilla lihat Bryan tengah duduk di tepi ranjang rawat Chris.
"gaya banget lo! di pukul dikit aja sampe di bawa ke rumah sakit. Itu nggak parah kan?" sindir Rikkie.
"apa maksudnya? Aku kan jatuh dari tangga! Kapan aku di pukul? Dan tadi dokter bilang tulang keringku retak. Jadi nggak boleh jalan dulu." Bela Chris.
"posisi mu jatuh tadi tidak memungkinkan tulang keringmu terluka cukup parah. Dan seharusnya posisi tadi bukan tulang keringmu tapi pergelangan kakimu." Jawab Rikkie dengan tenang.
"sudahlah Rik! Kenapa kau selalu saja bersikap seperti itu pada Chris?" sentak Bryan. Qilla hanya diam memperhatikan. Tapi sedikit mencelos saat tahu Bryan sedang membela gadis lain.
"buat apa aku bersikap lembut pada ratu drama seperti dia? Sudahlah kak, bukanya kakak ada jadwal mengantar Qilla untuk periksa ke dokter Raisa? 10 menit lagi kan jadwalnya?"
Bryan mengangguk, dia sudah akan beranjak namun Chris menahanya.
"kamu mau ninggalin aku sama Rikkie?"
Rikkie berdecak malas seraya memutar bola matanya. Sungguh! Dia muak! Kenapa kakaknya seakan hidup dengan gerayangan gadis-gadis medusa? Tidakkah dia merasa risih atau bahkan jijik?
"aku harus nganterin Qilla ke dokter dulu, kamu sama Rikkie sebentar. Atau langsung pulang aja, toh dokter tadi bilang kamu sudah boleh pulang."
"nggak mau! Aku mau pulang bareng kamu aja! By! temenin aku ya.. kamu kan tau aku sama Rikkie nggak pernah akur, biar Rikkie aja tuh yang nganterin Qilla."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR YOU
RomanceMengenalmu, mencintaimu, berjalan bersama mu mengajarkanku banyak hal. Termasuk bagaimana caranya aku membencimu. Aku pikir dengan membencimu aku akan dengan cepat kehilangan semua rasa rinduku bersama mu. Tapi ternyata tidak, aku terjebak dalam a...