Chapter 8 : The Red Notice

128 6 0
                                    

Feng biarkan Jacobson terus meracau disebelahnya selama mereka berada di dalam taksi. Ia terdiam sampai taksi yang mereka tumpangi sampai di sebuah lokasi ramai.

Tidak lama kemudian, secara tiba-tiba ia meminta pengemudi taksi menurunkan mereka berdua di pinggir jalan tidak jauh dari keramaian tersebut.

Setelah membayar taksi, ia ajak Jacobson untuk berjalan menuju pusat keramaian yang mereka lewati tadi untuk berkeliling sejenak, kemudian memasuki sebuah gedung kumuh yang didalamnya merupakan pusat perbelanjaan ramai.

Disana, Feng mendatangi sebuah toko tua yang terletak di ujung gang, lalu membeli dua ponsel disposable untuknya dan juga Jacobson.

"Burner phone?"

"Ya. Kita akan menggunakannya untuk berkomunikasi selama disini"

Sambil terus melangkah, Jacobson memperhatikan dengan cermat ponsel yang diberikan Feng padanya, yaitu sebuah ponsel bekas produksi lama, yang hanya memiliki fitur sebatas telepon dan short messages service (sms).

"Hey, seharusnya kau mengganti ponselku dengan yang lebih canggih daripada ini!"

Feng yang saat itu telah melangkah tenang di depan Jacobson, menyempatkan dirinya menoleh sebentar ke belakang dengan ekspresi datar.

"Smartphone tidak cocok untuk situasi kita sekarang ini, Jace"

Setelah mendengar jawaban singkat Feng, Jacobson segera menyalakan ponsel ditangannya dengan wajah kesal.

Sambil terus memaki dalam hati, ia masukkan ponsel tersebut ke dalam saku celananya.

Ia tidak percaya dirinya kini menggunakan disposable phone seperti ini.

Sebuah ponsel dengan nomor sekali pakai yang biasa digunakan kriminal dan teroris untuk berkomunikasi, karena sulit terlacak.

Jika bukan karena kondisi mereka yang terdesak, Jacobson pastinya sudah membuang ponsel tersebut ke tong sampah, lalu menggantinya dengan smartphone canggih seperti yang ia miliki sebelumnya.

"Jangan coba hubungi siapapun tanpa sepengetahuanku, Jace. Mereka bisa melacakmu dari nomor telepon yang kau hubungi"

Jacobson mendengarkan kalimat Feng dengan setengah hati. Hampir saja ia ingin menghubungi keluarganya di Virginia untuk mengabarkan kalau ia selamat dari kecelakaan pesawat tadi.

Ia tidak bisa bayangkan bagaimana respon kedua orang tuanya ketika melihat tayangan berita tentang kematiannya. Hati mereka pasti hancur berkeping-keping.

Dengan tergesa-gesa, Jacobson akhirnya menyamai langkah Feng yang semula berjalan cepat didepannya.

Ia tidak nyaman dengan tatapan orang-orang di sepanjang gang yang terus menatap heran kearahnya.

Penampilannya yang tinggi besar khas Afro-American memang menarik perhatian. Apalagi pasar tradisional yang mereka datangi kali ini, jarang sekali di kunjungi turis asing.

"Feng, kenapa kita harus lari dari bandara tadi? Bukankah kita bisa melapor pada Otoritas Bandara bahwa kita berdua selamat dari kecelakaan pesawat? Lalu kenapa kita tidak mendatangi US Embassy, melainkan ke pasar kumuh seperti ini?"

Run Baby RunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang