Chapter 20 : The Guilt

86 5 1
                                    

Hong Kong International Airport
Hong Kong

Kenzhou Ishikawa menatap kosong barisan ramai pengunjung yang memadati pusat informasi Air Pasific tidak jauh darinya.

Kedua matanya masih terlihat memerah karena terus terjaga selama menempuh empat jam perjalanan udara dari Singapore menuju Hong Kong.

Sambil menggenggam jasnya di tangan, Ishikawa terus berdiri terdiam ditempatnya.

Ia sudah berada disini sejak satu jam yang lalu. Namun ia belum sedikitpun melangkah mendekati pusat informasi tersebut.

Rasa takut dan risau menyergap dirinya sesaat dirinya tiba di bandara ini. Ia merasa belum siap mendengar secara langsung kepahitan yang dilihatnya dalam beberapa tayangan berita tadi.

Ia bahkan sengaja mengabaikan puluhan suara dering yang terdengar dari ponselnya. Karena ia tahu di setiap dering tersebut pasti menanyakan hal yang kini memenuhi kepalanya.

Sama seperti mereka, Ishikawa juga membutuhkan sebuah jawaban. Tapi ia tidak punya keberanian untuk menghadapinya.

Ishikawa tidak ingin jawaban itu kelak menyakitinya.

Dalam hati kecilnya, ia masih tidak percaya seseorang yang dia pedulikan tiba-tiba menghilang begitu saja.

Ia masih berhutang sebuah permintaan maaf padanya.

Perlahan Ishikawa mengalihkan pandangannya ke deretan kursi tunggu yang kosong. Dengan langkah pelan, ia membawa dirinya menuju salah satu kursi disana lalu duduk bersama orang-orang yang berwajah cemas sama sepertinya.

Dengan tangan gemetar, Ishikawa mengusap wajah letihnya. Ia pejamkan matanya sebentar sambil mengingat saat-saat terakhir ketika bersamanya.

Meskipun sudah tidak ada lagi yang tersisa diantara mereka, Ishikawa berharap bisa memulai segala sesuatunya lagi dari awal dengannya.

Ia tahu sosok itu pasti terluka mendengar semua kejujuran yang disampaikannya, tapi ia tidak ingin mengulur waktu lagi untuk mengungkapkan semua hal yang seharusnya ia katakan sejak lama.

Bagi Ishikawa, keputusannya kemarin adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan.

Sambil membuka matanya perlahan, Ishikawa menatap kembali pusat informasi yang terletak tidak jauh darinya.

Berulang kali ia mencoba menyangkal situasi pahit yang ada di hadapannya. Semua kepedihan yang dialaminya saat ini masih terasa tidak nyata baginya.

Seharusnya ia tidak meninggalkan sosok tersebut begitu saja di malam itu. Ia harusnya tetap tinggal dan berada disisinya.

Jika hal tersebut dilakukannya, maka situasi yang berlangsung saat ini tentunya akan jauh berbeda.

Sosok tersebut akan tetap berada di Boston untuk menunggunya pulang, dan ia tidak perlu duduk terpaku disini sambil menyalahkan dirinya sendiri seperti sekarang.

Sambil menarik nafas panjang, Ishikawa akhirnya memutuskan bangkit dari kursinya.

Suara isak tangis pelan seorang perempuan disebelahnya lama kelamaan membuatnya merasa jengah. Rasa sesak yang memenuhi dadanya beberapa saat tadi kini semakin membuat dirinya putus asa.

Run Baby RunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang