Dua minggu setelah Kirani dan Athifa dirawat karena DBD, tepatnya di hari jum'at tanggal 17 Juni 2016, dan sudah memasuki bulan Ramadhan, Kirani kembali masuk ke Rumah Sakit, karena panas tinggi dan timbul bercak-bercak merah di seluruh badannya. Diagnosa Dokter jaga IGD, Kirani terkena campak dan harus dirawat inap lagi, karena ditakutkan adanya komplikasi, mengingat Kirani belum mendapatkan imunisasi campak.
Inilah ke 4 kalinya Kirani harus kembali dirawat di Rumah Sakit, namun karena Kirani menderita campak, ia harus dirawat diruang isolasi. Aku sangat beruntung saat itu, karena ruang isolasi anak di Rumah Sakit tersebut masih ada, dan Kirani bisa langsung dipindahkan ke ruang isolasi.
Ruang rawat isolasi anak di Rumah Sakit itu, tepat berada di sudut ruangan dan hanya ada 2 tempat tidur disana. Ruangan itu benar-benar dikucilkan dari pasien lainnya, mungkin karena penyakit campak itu memang menular, jadi benar-benar harus terisolasi.
Selama terkena campak, Kirani kali ini pun harus dirawat selama 7 hari, sampai kondisinya benar-benar pulih. Barulah Dokter Khatin yang biasa menangani Kirani, memperbolehkan Kirani pulang ke rumah dan kontrol kembali satu minggu kemudian.
Saat Kirani pulang ke rumah, puasa Ramadhan sudah menginjak hari ke 16, dan selama dirumah Kirani mulai rewel, juga terbangun di tengah malam. Kadang Kirani terbangun dengan menangis, namun kadang Kirani mengajakku untuk bermain. Pikirku mungkin karena Kirani masih terlalu kecil, jadi waktu tidurnya belum teratur. Sampai disini pun aku dan suamiku belum kepikiran, jika putriku itu diganggu mahluk halus.
Malam-malam berlalu selalu seperti itu, Kirani terbangun di tengah malam. Hingga takbir berkumandang menandakan Hari Raya Idul Fitri telah tiba, malamnya badan Kirani kembali panas tinggi. Karena sudah terlalu sering ia seperti itu, dan aku pun sudah berputus asa. Malam itu aku tidak membawanya ke Rumah Sakit ataupun ke Klinik, Aku hanya memberinya obat penurun panas dan berharap panasnya akan segera turun.
Walau setelah minum obat, panas badan Kirani tidak kunjung turun, aku tetap tidak membawanya ke Rumah Sakit. Aku berpikir jika aku mebawa Kirani ke Rumah Sakit, Ia pasti akan dirawat lagi.
Dihari Raya Idul Fitri, badan Kirani masih panas dan aku hanya memberinya obat penurun panas. Aku juga hanya dirumah saja, tanpa bersilaturahmi ke rumah saudara-saudaraku. Idul Fitri hari ke 2 aku baru pergi ke rumah mertuaku di Jakarta, itu pun tanpa membawa Kirani, aku menitipkannya kepada orangtuaku, karena aku takut jika mengajaknya akan memperburuk keadaannya. Aku juga tidak lama dirumah mertuaku, karena kepikiran kondisi Kirani yang masih panas. Sore hari aku sudah kembali lagi ke rumahku.
Hari ke 3 setelah Idul Fitri, Ibuku meminta suamiku untuk mengantarnya bersilaturahmi kerumah keponakan ibuku namanya bude Endah. Ibuku pergi kerumah Bude Endah bersama suamiku dan Athifa, sedangkan aku hanya dirumah saja bersama ayahku dan Kirani yang masih sakit.
Kebetulan dirumah Bude Endah, ada salah satu anaknya yang bisa mengobati orang-orang yang terkena gangguan mahluk halus, namanya Mpok Siti. Selama berada di sana, Ibuku menceritakan kondisi Kirani yang sering sakit-sakitan, dan sudah 4 kali masuk Rumah Sakit. Setelah diterawang, mpok Siti melihat ada almarhum abangku sedang berdiri di depan tempat tidurku, ketika Kirani mulai panas malam takbiran itu.
Mpok Siti membuatkan air yang dibacakan doa-doa olehnya, untuk dibasuhkan ke tubuh Kirani dan juga untuk diminum. Selain itu mpok Siti juga bilang, kalau Kirani ini keberatan nama, jadi saran Mpok Siti kalau bisa diganti saja nama panggilannya tanpa harus mengganti nama aslinya.
Setelah semua jelas, Ibuku pamit pulang untuk segera memberikan air obat tersebut kepada Kirani. Sesampainya dirumah, air obat itu langsung diminunkan, dan badan Kirani dibasuh dari kaki, tangan dan juga wajahnya. Ibuku juga memberitahukan apa yang disampaikan mpok Siti kepadaku.
Keesokan harinya aku dan suamiku berjiarah ke makam almarhum abangku, yang letaknya dibelakang kontrakan ayahku, tidak jauh memang dari rumahku, tapi entah kenapa aku memang tidak pernah berjiarah lagi setelah menikah dan punya anak.
Aku dan suamiku membersihkan rumput dan daun-daun pohon yang berserakan disana, lalu kami membacakan Surah Yasin untuk almarhum abangku. Setelah selesai membacakan Yasin, aku menaburi makam almarhum abangku, dengan bunga dan air mawar yang kubawa. Tidak terasa air mataku mengalir mengingat kembali, semasa abangku masih hidup
"Abang maafin Salwa, jika selama ini lupa sama abang, tidak lagi kirim-kirim doa buat abang. Bahkan ketika hari raya kemarin pun, aku tidak datang ke makam abang, maafin Salwa ya, bang" ucapku dalam hati.
Air mataku semakin deras mengalir, dan suamiku melihatnya lalu berusaha menenangkan aku.
"Andai saja abang masih ada, mungkin abang bisa membantuku dan ayah. Dan aku juga tidak merasa sendirian ketika ayah sakit" bathinku berkata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahluk Hitam Itu Menyukai Putriku
Mistério / SuspenseIni adalah cerita tentang putri kecilku bernama Kirani, yang disukai oleh Mahluk tak kasat mata, berbulu hitam dan bermata merah, atau sering disebut Gandaruwo. Sejak usia 5 bulan putriku mulai jatuh sakit dan harus dirawat di Rumah Sakit. Keterbata...