14 : Rindu

533K 32.7K 2.3K
                                    

SETELAH menyiram tanaman, Syasya memilih istirahat. Dia tidak boleh terlalu capek, takut hal yang tidak di inginkan terjadi pada kandungannya.

Syasya menyenderkan kepalanya di penyangga kasur. Baru saja ia memejamkan matanya, suara ponselnya membuat Syasya langsung kembali membuka matanya. Ia menatap nama yang muncul di layar ponselnya.

Hiza...

Adik keduanya, buru buru ia memencet tombol hijau sebagai tanda ia menerima panggilan.

"Hallo za?" Sapa Syasya bahagia.

"Kak Asya! Astaga aku rindu banget sama kakak. Apalagi Nina, dia sampe ngigau tahu." Suara Hiza tiba tiba saja membuat Syasya tersenyum bahagia.

Setidaknya dalam keluarganya, masih ada yang menganggapnya.

"Kakak minta maaf ya Za. Kakak terlalu mikirin diri sendiri sampai nggak inget sama kalian." Ucap Syasya parau.

"Tuh kan, Hiza jadi makin rindu sama kakak yang nggak salah apa apa tapi selalu minta maaf."

Ya, Hiza tahu betul sifat Syasya yang selalu meminta maaf. Entah apa yang ada dipikiran kakaknya, selalu berkata maaf tanpa tahu apa kesalahannya.

Syasya menarik sudut bibirnya, "kakak juga rindu sama kamu," balas Asya.

"Oh ya kak aduh sampai lupa aku tujuan mau nelfon kakak." Ucap Hiza dari sana sembari menepuk jidatnya.

"Emang apa?"

"Nenek mau ketemu kakak."

Syasya terdiam sejenak, meresapi apa yang di katakan adiknya.

"Nenek kangen sama kakak. Keluarga besar kita sudah kumpul kak. Nenek udah tahu semuanya, dan..yah dia menangis. Dia menangis karna kakak pergi." Penjelasan Hiza membuat Syasya kembali pada perilaku ibu dan ayahnya yang begitu kejam dan menusuk.

"Kak Asya jangan diem aja ih!"

"Ma-maaf za. Terus kakak harus apa?"

"Dateng. Kita tunggu di rumah. BYE!"

Nit. Baru saja Syasya mau memberi alasan, tetapi Hiza sudah memutuskan sambungannya sepihak. Astaga, adiknya satu ini...

Lagi lagi ia terdiam. Dalam keluarganya, yang paling berpihak padanya hanyalah Nenek -Dari ibu-. Nenek paling sayang sama Syasya. Bahkan dahulu, syasya sempat tinggal bersama nenek selama 2 tahun.

Tapi, ia masih teringat dengan ucapan ayahnya Sandi, bahwa ia sudah di buang, anggap saja seperti itu. Dia berkata bahwa dia lelah telah mengurusnya. Syasya tersenyum getir ketika perkataan menyakitkan itu kembali teringat di otaknya.

Dengan perasaan berkecamuk, Syasya tetap harus berangkat menemui neneknya dan adik - adiknya. Ya, hanya itu tujuannya kembali ke rumah itu.

...

Syasya memasuki pekarangan rumahnya. Dengan senyum tercetak dibibirnya, ia terus melangkahkan kakinya sampai di pintu rumah.

Sebelum memencet bel, Syasya menarik nafasnya terlebih dahulu.

Beberapa lama menunggu akhirnya pintu terbuka, dan menampilkan gadis dengan tinggi yang hampir sama dengannya. Dia Hiza, adiknya.

Dengan senyum sumringah, Hiza langsung memeluk Syasya dengan sangat erat. Mendapat serangan tiba tiba dari Hiza, syasya sempat terkejut lalu membalasnya.

"Miss me, girl?"

Hiza melepaskan pelukannya lalu mengerucutkan bibirnya sembari menatap Asya sebal, "Yaiyalah. Aku jadi nggak bisa curhat lagi tahu." Ucap Hiza.

Asya Story (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang