Puspa indah taman hati_Bukan kau yang pertama 2

265 7 0
                                    

Bang Rahman kembali ke mobil dan membuka pintu mobil lalu memintaku keluar.
Dengan mengikuti seorang karyawan yang bekerja di situ kami di antar ke sebuah pondok yang tak jauh dari paviliun utama tersebut.

"ini pondoknya bang! silahkan beristirahat!" kata karyawan yang bernama Nuril itu, setelah membuka pintu kamar pondok lalu mempersilahkan kami masuk.

"terima kasih dik..! ucap Bang Rahman, dan kemudian memesan minuman dan beberapa makanan ringan pada Nuril, lalu memberi sedikit uang tips padanya.

"oh ya bang.. kalau ada keperluan apa apa abang bisa hubungi saya melalui saluran telpon lokal di dalam pondok." kata Nuril.

"baik dik! terima kasih!" ucap Bang Rahman.

Lalu Nuril berlalu dari hadapan kami.

Aku duduk diatas spring bad yang berukuran besar. Sebuah tempat tidur yang muat untuk dua orang tersebut, sambil memencet remote televisi pada televisi yang berukuran 20 inch itu. Tak ada satu pun siaran yang menarik bagiku, dan cuma ada dua siaran lokal, selebihnya siaran luar yang di pancarkan melalui antena parabola.

"jam segini masih dengan acara kartun?" gumanku kesal.

Dan yang lainnya masih dengan siaran olah raga dan berita, lalu aku mematikan kembali siaran tv dan hendak keluar kamar.

"Adek mau kemana?" tanya Bang Rahman yang sedang membuka kemejanya.

"aku mau duduk diluar aja bang, di teras, siaran tv gak ada yang enak." kataku, lalu bergegas keluar dan berdiri diteras itu dengan satu siku ku menyandar ke atas dinding teras pondok tersebut.
Dengan masih memakai kaos putih, warna kaos favoritku, sambil sebelah tanganku memegang radio transistor mini yang aku bawa tadi pagi sebagai hiburan pikirku.

Sebuah radio mini yang bentuknya tipis sangat menarik perhatianku saat pertama kali aku melihatnya, dan langsung aku beli saat itu dengan uang dari pemberian dari pakcik.

Selagi aku termenung dengan pandangan ke arah laut tiba tiba Bang Rahman keluar dan memelukku dari belakang. Aku terkejut.

"ahh.. Abang.. lepasin bang!" kataku.

"kenapa?" tanya Bang Rahman.

"Adek tak mau abang peluk?" tanya bang rahman lagi.

"bukan itu bang.. kan enggak enak nanti dilihat orang, malu bang!" kataku.

"baiklah dek, kita duduk aja yuk..!" ajak Bang Rahman.

Lalu kami duduk di kursi yang ada di teras pondok itu dengan saling berhadapan dengan meja kecil di tengahnya.

Ketika beberapa patah kata kami bicara, Nuril datang dengan membawa pesanan Bang Rahman tadi, dua porsi mie goreng, dua gelas es teh, dua botol air mineral dan beberapa cemilan ringan lainnya.

"maaf bang..! agak lama nunggu, tadi kita siapin dulu yang lebih duluan pesan," kata Nuril, si pelayan cottage tsb.

"gak apa apa, belum lapar lapar amat koq," kata Bang Rahman.

Sesaat kemudian Nuril kembali ke tempat tugasnya semula.

"ayo dek.. di makan!" ajak Bang Rahman.

"ntar aja bang, masih panas, aku enggak biasa makan makanan panas." ujarku, lalu menyeruput sedikit es teh manis dulu.

"ohh ya.. gimana dengan kuliah adek?" tanya Bang Rahman yang seakan ingin melanjutkan pembicaraan kami di tempat prakteknya terdahulu.

"biasa saja bang.. rasanya aku mau berhenti kuliah saja bang!" ucapku datar sambil memandang ke arah laut.

SENYUM YANG DI RAMPAS (revisi).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang