Desember kelabu bag:2

119 5 0
                                    

Baru setengah batang aku menghisap rokokku, tiba tiba rokokku terlepas sendiri dari mulutku dan jatuh ke tanah, seiring aku mendengar seperti suara letusan yg sangat dahsyat, dan banyak orang yang panik dan berteriak.

Dari belakang kios aku dan dimas maju ke tengah jalan dan melihat ke ujung jalan Ahmad yani, banyak orang yg berlarian ke arah kami atau ke arah simpang lima, baik dengan motor maupun berlari dengan kaki. Kemudian orang orang yg sudah dekat dengan kami sambil teriak menghadang para pengendara motor untuk segera berbalik kembali ke arah simpang lima.

"Baliiikk!!! Baliiiikkk!!!"

Terdengar suara teriakan orang orang di dalam kerumunan yg berlari ke arah kami.

Sesaat kemudian aku melihat ada yg keluar menyembul menghitam dari selah pertokoan dari arah belakang pertokoan dari arah sungai. Aku semakin panik dan belum tahu sebenarnya itu adalah air tsunami yg menerjang yg berwarna hitam pekat itu.

Aku sempat berfikir itu adalah asap beracun yg keluar dari dalam tanah, karena tadi aku sempat mendengar suara dentuman yg sangat kuat.

Orang orang dalam kerumunan di tempat kami mulai kocar kacir, Bu Ayu beserta anaknya dan suaminya sudah pergi dari tadi, begitu juga dengan Erwin sudah tak nampak lagi batang hidungnya. Aku menarik lengan Dimas yg kulihat masih bengong memperhatikan orang orang yg panik dan kucar kacir untuk segera berlari dari tempat itu.

Aku menarik tangan dimas dan berlari ke arah pangkal jalan Ahmad yani, di depan balai Teuku Umar yg berada di dekat kodam Iskandar Muda kami berhenti sebentar karena nafasku sudah ngos ngosan. Aku berpaling ke arah sungai Krueng Aceh.

"Astaghfirullah...."

"Ini tsunami Mas!" kataku pada Dimas dengan bergetar dan dengan ketakutan yg amat sangat, setelah ku lihat air sungai yg sudah penuh mengalir dengan sangat kencang berlawanan arah, sambil membawa benda benda material bekas bangunan rumah, sampah sampah yg menggunung serta boat ikan para nelayan.

Suasana semakin mencekam ketika aku mendengar suara suara dari benda benda yg hanyut dari sungai dan suara sirine yg berbunyi dari salah satu boat ikan yang hanyut.

Kini giliran ku yg terbengong memperhatikan semua itu, secepat kilat Dimas menarik tanganku untuk segera berlari lagi mencari tempat perlindungan.

Dari depan balai Teuku Umar tsb kami kemudian berlari ke arah kodam Iskandar Muda yg tak jauh dari tempat itu. Sampai di halaman belakang kodam aku mengajak Dimas untuk segera naik ke gedung kodam yg berlantai tiga itu, saat itu keadaan di atas gedung masih kosong dan tak banyak orang di seputar itu, aku tak peduli langsung mengajak Dimas untuk naik ke gedung itu, dan disusul yg lainnya yg makin lama semakin ramai berdatangan dan anggota tni yg berada disitu juga menyuruh untuk semua naik ke gedung.

Kami sudah berada di lantai tiga gedung itu, orang orang semakin ramai memenuhi gedung itu. lantai tiga jadi penuh sesak, sisanya bertahan di lantai dua.

Beberapa detik kemudian aku lihat air hitam mulai memasuki halaman gedung, orang orang yg masih berada di jalan berusaha menyelamatkan diri berjibaku dengan ganasnya air tsunami. Tak lama kemudian air semakin meninggi dan dorangan air semakin kuat sehingga pagar kodam yg di di buat dari beton roboh di hantam air tsunami yg masuk melalui jalan Sri Ratu Safiatuddin. Hingga ketinggian air disitu sedikit lagi hampir menyentuh lantai dua gedung.

Ku raih ponsel nokia 3315 ku untuk menghubungi semua anggota keluarga ku, tapi semua tak bisa di hubungi, semua di luar jangkauan, Dimas yg juga meminjam hp ku untuk menghubungi keluarganya karena hpnya tak sempat di bawa tertinggal di dalam kamar tidurnya juga sama, semua di luar jangkauan, membuaat ku semakin kalut.

SENYUM YANG DI RAMPAS (revisi).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang