Oh, empuknya! Aku mengoleskan bumbu ke atas steak itu hingga permukaannya berkilau terkena lampu panggung. Porsinya harus benar-benar tepat. Jika bumbunya terlalu banyak, rasanya takkan pas dan itu adalah hal terakhir yang kuinginkan. Aku menatap ke arah para juri yang berjalan mengelilingi kami dengan papan penilaian serta terlihat mencentang kotak-kotak yang tak terlihat oleh kami.
Ketika aku meletakkan dagingku ke dalam oven, aku menghapus keringat dari alisku dan melirik kompetitorku yang lain. Mrs. June tampak berantakan, terlihat panik ketika ia mengelapkan tangannya ke celemeknya. Aku merasa kasihan padanya. Ia tampak tak bisa mengatasi stressnya. Keluarganya ada di kursi penonton, berusaha menyemangatinya. Salah seorang anaknya terlihat menangis.Kemudian ada Mr. Alverson yang menggigit bibirnya cukup kuat hingga tampaknya akan berdarah. Ia tampak berkonsentrasi dengan potongan daging di hadapannya. Aku kemudian menjadi cemas dengan kenyataan dimana aku sudah menaruh steak-ku di dalam oven, sementara yang lain masih berusaha menyempurnakannya.
Terdengar teguran para juri yang mengatakan waktu kami semakin menipis dan menyuruh semua orang untuk menaruh masakan mereka ke dalam oven. Mrs. June mulai menangis dan Mr. Alverson, tanpa ia sadari, menyumpah dengan keras. Aku merasakan secercah kelegaan.
Kami menanti, detik-detik dan menit terasa seperti berjam-jam. Akhirnya, masakanku matang juga. Aku mengeluarkannya dari oven dan melakukan penyesuaian akhir, seperti melumurinya dengan minyak zaitun dan menambahkan daun kemangi. Dengan jantung berdegup tak beraturan, aku membawa nampanku ke meja juri. Lantai berderit ketika kakiku menginjaknya. Akhirnya, yang lain selesai pula.Kami berdiri di sana, berderet bertiga. Semuanya menahan napas ketika juri mulai mengiris tiap steak kami dan mencicipinya, sembari berbisik satu sama lain dan menandai papan penilaian mereka. Akhirnya, kepala juri berdiri, menghadap semua orang di kursi penonton.
“Keputusan telah dibuat untuk ketiga finalis. Pemenang ronde ini adalah Mr. Alverson.”
Aku hampir melompat kaget ketika Alverson berteriak dengan kegirangan.
“Dan Mr. Farrel!”
Aku menarik napas lega.
Mrs. June menjerit. Ia mulai memohon. Salah satu anaknya berlari menembus penjagaan dan memeluknya, namun itu takkan ada gunanya.
Para algojo maju ke depan, mencampakkan anak itu, dan menangkap Mrs. June. Salah seorang menggorok lehernya, sementara yang lain menancapkan kait ke kakinya dan menggantungnya terbalik. Darahnya segera terkucur habis, menetes di atas plastik yang melapisi lantai.
Aku menahan napas ketika instruksi yang baru diberikan oleh para juri.
“Nah, tuan-tuan... menu terakhir kita adalah sup ginjal.”
Aku merinding ketika melihat para algojo merobek perut wanita itu dan memotong kedua ginjalnya kemudian memberikannya kepada kami.
Aku kembali ke mejaku untuk mempersiapkan makanan terpenting dalam hidupku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Creepy Pasta
HorrorJangan terlalu terpengaruh. Nikmati saja. Karena masih ada yang lebih menakutkan dari hantu. Manusia.