68. The Animals On My Farm Always Kill Their Newborns

310 32 2
                                    

Whew! Cerita yang saya terjemahkan sendiri dari website creepypasta.com datang lagi! Haha. Kali ini ceritanya lumayan panjang. Waktu membaca diperkirakan 10 menit. Selamat membaca.

***

Sebelum aku mengakhiri hidupku sendiri malam ini, aku perlu menuliskan apa yang membawaku sampai ke titik ini. Hanya demi kewarasanku sendiri, seperti halnya katarsis. Jika aku cukup berani, aku akan mempostingnya di internet setelah selesai menuliskan semuanya. Dan jika aku melakukannya - jika aku benar-benar berbicara dengan jiwa manusia di luar sana - ketahuilah bahwa aku berada dalam kedamaian abadi ketika kalian membaca ini.

Hewan favoritku di peternakan tunanganku adalah Sausage. Dia adalah seekor babi besar yang mungkin kelihatannya tidak ramah jika belum terbiasa dengan orang baru. Sausage berperilaku seperti anjing setiap kali aku datang, selalu ingin bagian belakang telinganya digaruk dan membuat dengusan-dengusan kecil kalau aku belum memberikannya perhatian yang cukup. Faktanya, dia adalah satu-satunya hal yang berhasil membuatku menyukai segala hal tentang peternakan. Awalnya sangat menakutkan bagiku untuk pindah ke rumah Anthony dan tinggal bersama-sama dengan domba, kambing, ayam, kalkun, babi, keledai, dan kucingnya; sebelumnya, aku hanya memelihara dua ekor ikan hias dan seekor kepiting pertapa (kelomang).

Tetapi aku jatuh cinta pada Anthony. Dan dia juga jatuh cinta padaku, bahkan dengan segala kecemasan, maniak, dan fobiaku. Maka aku pun mengambil keputusan dengan penuh keteguhan, pindah ke peternakan seluas 40 hektar miliknya di Midwest beberapa bulan sebelum pernikahan. Ayahnya membesarkannya di sini, namun telah meninggal setahun sebelum kami berkenalan. Setelah beberapa hari, aku berhenti mengomelinya untuk menjual peternakannya dan pindah ke tempat yang lebih dekat dengan kota. Hanya beberapa hari – itulah waktu yang diperlukan Sausage untuk mengajarkanku bahwa hewan di peternakan tidak seperti "hewan peliharaan tetapi, seperti, caramu menilai dirimu sendiri," seperti yang telah ku katakan pada Tony. Sausage benar-benar pintar dan penyayang. Dia adalah temanku. Tak memerlukan waktu yang lama bagiku untuk memiliki perasaan sentimentil yang sama terhadap seluruh anggota keluarga baruku.

Sausage sedang hamil ketika aku pindah ke sini, dan diperkirakan ia akan melahirkan seminggu setelah aku dan Anthony pulang dari bulan madu kami. Walaupun aku rawan terkena serangan panik, aku ada di sana untuk menyaksikan dari awal sampai akhir proses kelahiran bayi-bayi babi kami. Mereka terlihat sehat dan aku sangat bangga pada diriku sendiri.

Pada hari berikutnya Tony membawa dua orang anak laki-laki yang tinggal di seberang jalan, sebagai sebuah tradisi, untuk memberi nama bayi-bayi babi itu. Salah satu bayi babi itu, secara tidak terlalu kreatif, dibaptis dengan nama Peewee. Selama beberapa hari semuanya berjalan dengan baik. Bayi-bayi baru ini memang butuh perawatan yang ekstra tetapi mereka sangat lucu. Lagipula, aku sangat percaya diri dengan naluri pengasuh yang dimiliki Sausage dan keahlian yang dimiliki Tony, mereka dapat memperbaiki apapun yang aku kacaukan.

Bayi-bayi babi itu baru berumur beberapa hari ketika semuanya terjadi. Setelah semua pekerjaan rumah tangga hari itu selesai, Tony dan aku tidur saling berpelukan layaknya pasangan pengantin baru yang bahagia. Kami telah tertidur cukup lama ketika sebuah jeritan memekakkan menghancurkan tidur nyenyakku. Aku menjauh dari Tony dan mengintip melalui jendela. Aku bahkan tak bisa mendeskripsikan perasaan yang muncul di dadaku ketika mendengar suara itu. Suaranya terdengar melengking, putus asa, dan ngeri. Kami berdua segera berlari menuruni tangga menuju ke kandang babi. Tepat ketika kami sampai di pintu depan, jeritan itu terdengar semakin melengking seperti suara stereo yang kabelnya dicabut. Hanya memanfaatkan cahaya bulan untuk menuntun kami, aku tak mengerti apa yang terjadi sampai kami berada tinggal beberapa langkah lagi dari kandang.

Astaga, aku menangis setiap kali aku mengingat ini. Peewee yang malang. Tubuh kecilnya telah hancur. Ia terlihat seperti baru saja dibanting ke dinding berkali-kali. Kakinya terkilir, tubuhnya bengkak dengan bekas memar, hidung mungilnya berkedut seakan-akan itu adalah tahap awal untuk bisa bergerak lagi. Namun nyatanya ia tak akan pernah bergerak lagi. Mata mungilnya yang berkaca-kaca menatap ke arah kami saat kami menerobos gerbang.

Creepy PastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang