14. Mereka gak sayang lagi?

8.5K 305 5
                                    

Secercah cahaya menusuk celah mata seorang gadis yang masih tidur dengan selimut tebal di tubuhnya, "Ehmm," ia meregangkan ototnya.

Matanya melirik jam yang berada di atas nakas sebelah kiri, dia bergumam di dalam hati karena ia bolos sekolah lagi, tidak mungkin jam delapan ia akan masuk sekolah.

Seketika ia melirik ke bawah selimutnya, lebih tepatnya melirik tubuhnya yang masih memakai gaun seksi milik Friday.

Dan seketika juga ia membayangkan bagaimana reaksi orang yang dengan enaknya berpelukan sama perempuan lain.  Dan entah bagaimana ia bisa ada di rumah, mungkin sahabatnya kemarin sedang mengumpulkan keberanian untuk mengantarnya pulang, atau laki-laki itu mencarinya? Tapi sepertinya tidak mungkin.

Ia menoleh ke kanan. Niatnya hanya ingin memeluk guling di samping kanan. Tetapi ia malah mendapati sebuah sapaan manis yang membuat dirinya menegang.

"Hai,"

Ara tidak bisa melihatnya.

Ara tidak mau bersedih lagi ketika melihat wajah itu.

"Ashh," ringisnya ketika berusaha bangun tetapi kepalanya terasa pusing, ia baru kali ini minum minuman memabukkan bahkan bedanya aja tidak tahu.

Pandangannya sedikit kabur. Apa seseorang itu tidak ada niatan untuk menolongnya?

Sungguh Ara tidak kuat untuk sekedar duduk. Padahal hanya segelas. Tidak beribu-ribu gelas.

Dia tadi melihat Dito?

Bukannya dia ke sekolah?

Ih kenapa sih pandangannya ngaco sekali!

Sekali lagi ia menoleh ke kiri. Dito tersenyum sangat manis. Auranya tenang. Seperti tidak terjadi apa-apa.

Apakah Ara sedang mimpi sekarang?

Ara memalingkan wajahnya kembali. Wajah itu tetap berada di tempatnya, berbaring satu selimut dengannya.

"Ra?"

Deg

Dadanya seketika sesak mendengar suara itu. Ia kembali mengingat memori yang mengecewakannya.

Ara gak boleh sedih. Gak boleh berubah. Biasa saja. Toh Dito bukan punya Ara.

Tapi, Dito pernah bilang kalau Ara milik Dito. Dan Dito milik Ara. Jadi semua itu hanya omongan saja.

"Iya?" ia tidak menatap Dito. Sungguh dia tidak bisa. Kepalanya masih pusing. Di tambah lagi ia menahan seribu aliran air yang ingin keluar dari tempat persembunyian.

"Masih pusing?" suaranya lembut. Sangat lembut. Gak ada yang namanya nada marah.

Temannya bilang apa sih kok Dito gak marah?

Ara diam.

"Gue tahu lo gak bakal ada niatan minum-minuman beralkohol," ujarnya lagi. Sungguh lembut. Membuat Ara ingin menoleh tapi segera ia tahan. "Gue buatkan bubur mau? Setelah itu lo minum obat. Biar berkurang rasa pusingnya,"

Ara masih diam.

"Lanjutin aja tidurnya. Gak usah gerak, nambah pusing. Ntar kalau udah selesai gue bangunin,"

Tempat tidurnya terasa bergerak. Menandakan Dito bangkit dari tempatnya.

Jadi, Dito bolos?

Ara menoleh, dia sudah tidak ada.

Lalu ia menoleh ke kiri dan kanan.

Ponselnya mana?

Ah. Busuk!

Married with KetosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang