2. Awal kehidupan baru.

13.3K 401 0
                                    

Suara televisi masih terdengar, namun orang yang melihatnya sudah tidak bersuara lagi, dengan kata lain tidur. Jadi sekarang televisi yang melihatnya.

Di sisi lain Dito terbangun dari tidurnya, ia melihat jam dinding yang menunjukkan jam satu pagi tetapi tidak melihat wajah Ara di sampingnya ataupun dikamar itu.

Ia bangun dari tempat tidurnya hendak mencari Ara, setelah keluar kamar ia melihat televisi sedang menyala dilantai bawah dan akhirnya ia terpaksa langsung turun, "Dasar jam segini masih nonton televisi,"

"Eh," cicitnya waktu mendekat ke sofa samping televisi.

Bagaimana tidak kaget? Ia kira Ara belum tidur nyatanya sudah tidur meringkuk di sofa tanpa selimut. Sekarang ia merasa bersalah, ia enak tidur di ranjang empuk tapi tidak memikirkan seorang cewek yang sekarang sudah menjadi istrinya.

Ia menghela nafas, ingin sekali menggendong Ara ala bridal style sayangnya gengsi mengiringinya. Alhasil ia mengambil selimut untuk menyelimuti Ara, setelah itu ia ikut tidur di sofa seberang Ara.

-

Kening Ara mengernyit ketika apa yang ia lihat pertama kali adalah orang yang menjengkelkan baginya.

Ah sepertinya ia mulai bimbang, haruskah ia menjadi istri yang baik mulai saat ini? Tapi apa bisa? Daripada gundah mending ia mencobanya.

"Aaaaaaaaaa,"

"Heh ada apa?" kesadaran Dito yang belum terkumpul sepenuhnya mengharuskan ia membuka matanya lebar-lebar dan berlari ke sumber suara.

"I-ini minyak gorengnya kena gue," ucap Ara sambil mengusap lengannya.

"Astaga, lo tu ah bikin ribet ya? Kalau nggak bisa masak tuh gak usah masak,"

"Kan lo yang bilang gue harus belajar masak, nah sekarang lo malah marah-marah, lo pikun atau gimana?"

Astaga sekarang rasanya kepalanya ingin meledak seketika, "Lo- eh, eh," bahkan telur yang Ara ceplok itu sekarang gosong karena lupa tidak dimatikan kompornya.

Helaan nafas panjang samar samar terdengar oleh Dito, "Gue kan udah bilang, gue nggak bisa masak. Lo nya maksa sih," Emang kapan Dito maksa? Pikir Dito.

"Lo itu seharusnya cerai in gue, lo itu nggak pantes buat gue. Eh salah, maksudnya gue yang gak pantes buat lo, lo itu ketua osis di SMA pelita kan? Pasti ketua osis itu pinter, disiplin, mandiri, tegas dan apalah lainnya. Pasti banyak yang suka lo dan pastinya lo mudah cari cewek yang jauh pinter dari gue. Jadi kita itu nggak cocok, lo nggak suka gue, gue nggak suka lo! Dan ini semua nyiksa lo? Iya kan? Gue tahu lo punya cewek di sana, pasti nanti kecewa banget. Meskipun gue keliatan onar tapi gue punya hati, gue tahu perasaan cewek lo nanti gimana kalau tahu lo udah nikah! Kalau gue mah, kapan saja mau putusin gue siap, jadi kalau gue sih gak banyak masalah, cuma butuh adaptasi aja. Tapi gue gak yakin sama lo, lo pasti puyeng kan nikah sama gue? Jadi kita cerai diem-diem aja gimana?"

Tampaknya apa yang Ara lakukan akan membuahkan hasil karena Dito terlihat sedang menimang sesuatu, dan- "Udah curhatnya? Gue lebih santai dari pada lo!" tungkasnya.

Ah bukan jawaban seperti ini yang Ara harapkan. Seharusnya jawaban 'iya'lah yang di ucapkan.

Dari pada berdebat, Dito memilih untuk pergi ke kamar.

Karena hanya ada satu kamar dan pastinya hanya ada satu kamar mandi di dalam kamar pula, Ara harus menunggu Dito yang masih mandi di dalam.

Selesai mandi setelah Dito, ia berlari kecil ke garasi hendak naik mobil seperti biasa untuk berangkat sekolah.

Motor ninja hitam di garasi itu sepertinya tidak di pakai, sedangkan mobil yang Ara incar sepertinya sudah di siapkan oleh Dito.

"Keluar," ucapnya pada Dito.

Married with KetosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang