Malam itu, di Gedung Tua

26 6 0
                                        

"Dua green tea latte, tambah bubuk coklat, satunya tidak pakai gula" nampan berbentuk lingkaran menurunkan dua cangkir green tea latte pada meja pelanggan.

Bel pintu kaca menggema, dua pelanggan wanita mulai masuk.

Bel pintu kaca menggema, dua pelanggan wanita mulai masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei! Kalian sudah datang?" ia tersenyum riang.

Satu meja, dua kursi yang mampu menampung empat orang menjadi tempat berlabuhnya ketiga wanita istimewa.

Meera membuka percakapan dengan menunjukkan surat yang diberikan kepala sekolah kepada Rona dan Sintya. Rona lah yang membuka surat itu, membaca bersamaan dengan Sintya.

"Apa sebab surat ini ada di tangan kamu?" tanya Sintya.

Dua minggu empat hari. Selama itu ia terkurung dalam gedung tua dengan ikatan rantai di kedua kaki dan tangannya. Tanpa memberitahu kabar apapun kepada pihak sekolah, akibatnya surat itulah yang memutuskan.

Selama itu pula ia diperlakukan tidak layak bahkan selayaknya binatang kesayangan. Ia bahkan tidak berhak atas dirinya sendiri.

"Kalian dimana?"
Ia berjalan perlahan di tepi ladang. Membawa kantong plastik berisikan beberapa bekal untuk ia dan teman-temannya yang sebelumnya sudah ada janji untuk bertemu seperti hal yang biasa mereka lakukan.

"Aku sudah membawa dua rantang untuk kalian. Menu hari ini adalah ayam rica-rica" berbicara pada temannya melalui telefon.

"Wah, kita juga sudah membayangkan itu. Kamu memang mengerti apa yang kita inginkan" celotehnya.

"Oke, tunggu aku"

"Cepat, matahari sudah mulai turun"

Mendengar suara langkahan kaki orang lain, ia mengabaikan perkataan temannya dari telefon itu. Ia memantau situasi di belakang sana. Tidak ada seorang pun yang berdiri di belakang Meera.

"Meer? Kamu masih disana kan?"

"Iya, aku sebentar lagi sampai"

"Cepatlah, perutku sudah mulai galak"

"Siapa kalian?!!"
Meera membentak dua orang yang tidak ia kenal tiba-tiba menampakkan wujud aslinya di hadapan Meera.

"Meer? Siapa? Apa terjadi sesuatu?" kedua teman yang telah menunggunya di sebuah gubug reot tengah ladang mulai khawatir akan Meera yang tiba-tiba berteriak.

"Apa terjadi sesuatu padanya?" salah satu temannya menyahut.

"Entahlah, dia tiba-tiba berteriak. Sepertinya ada seseorang sedang bersamanya" jawabnya.

"Meer? Halo? Halo? Meera? Kamu dimana?" berkali-kali kedua temannya mengatakan ucapan yang sama. Namun telefon itu sudah terputus dengan ponsel Meera.

Rantang makan yang ia bawa terjatuh. Meera berlari berusaha mengalihkan pandangan mereka darinya. Ia membelokkan arah berlarinya masuk dalam seluk beluk tanaman jagung yang menjulang.

MeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang