Kepribadian Ganda 2

12 2 0
                                    

Aiden, nampak tersenyum menyeringai usai ia dinyatakan bukanlah pelaku yang sebenarnya.

Dengan tudungnya yang menyelimuti kepala, ia memaparkan senyuman itu sesaat setelah masuk dalam rumahnya.

Sementara, Meera masih sibuk menebak-nebak kasus ini dengan terus memandangi bagan yang telah ia gambar.

...
Pada tempat yang lain, seorang perempuan yang sedang lemah, diseret perlahan menimbulkan suara nyaring.

Seseorang telah menarik ikatan rambut kuda guna menyeretnya.

"Brukk!!!" di dorongnya dengan kasar.

Rupanya dia, pria bertudung yang melakukannya. Ia menyeringai seolah mendapat hadiah besar.

Kelopak mata terbuka perlahan. Sayup-sayup pandangannya. Ia menganga begitu melihat tali melilitnya.

Pria bertudung datang mendekat membawa segepok kayu di genggamannya. Wajahnya tak terlihat. Hanya seperti bayangan hitam dibalik tudung itu.

"Buk..!! Buk..!!! Buk...!!!" tongkat kayu itu mendarat pada tempurung berambut ekor kuda, berkali-kali.

Tersingkap lengan bajunya, menunjukkan tanda hitam di pergelangan tangan pria itu.

"Criattt!!!" percikan warna merah mengenai separuh wajahnya, termasuk bibirnya.

Dinggap mengganggu, diusapnya titikan merah itu dari bibirnya.

Kobaran si jago merah menghanguskan setelan pakaian menimbulkan banyak asap di malam ini. Tentu pria bertudung pembakarnya.

***
Pagi menjelang siang. Meera mulai bosan dengan dirinya sendiri sebab tak ada aktivitas lain selain menatap layar televisi sambil berdiam diri sementara pekerjaan pun ia tak memilikinya.

Pekerjaan tak ada, teman tak punya.

"Kamu dimana?" ia menelepon Aiden, secara video call.
"Uhm? Wajahmu pucat. Sakit?"

"Nggak, mungkin karena capek"

"Aku kesana boleh ya. Pasti kamu belum makan"

"Emang nggakpapa kamu kesini? Atau perlu aku jemput?"

"Nggak usah. Kirim lokasi aja"

...
"Mbak Meera?"

"Iya pak" masuklah ia ke dalam mobil.

...
"Ini pak, kembaliannya ambil aja"

"Terima kasih ya mbak"

"Benar ini kan rumahnya" katanya memastikan.

Satu kantong plastik besar ia tenteng ke dalam.

"Ting tong!"

"Waduhh..." dengan sigap ia mempersiapkan diri, mengambil jam tangan miliknya dan segera memakainya.

"Wah, nggak nyangka ini rumah perjaka yang tinggal sendiri" kagumnya begitu menginjak lantai rumahnya.

"Perlu bantuan?"

"Nggak usah, kamu duduk aja"
...
"Garamnya mana?" ia membuka seluruh lemari dapur.

"Disitu nggak ada?"

"Mana nggak ada"

"Aku beliin dulu"

"Oh, oke"

Sememtara untuk menunggu Aiden kembali membawakan garam, dengan isengnya Meera mengelilingi rumah CEO muda itu.

"Woahhh" dercaknya.
...
"Kamarnya mana ya?" ia penasaran.
...
"Ini mungkin ya" membuka perlahan pintu ruangan.

Ia memasuki ruangan yang benar, kamar Aiden.

MeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang