"Aku tidak mungkin salah lihat" celotehnya.
"Tapi aku juga tidak melihat tanda itu di tubuhnya"
"Ahhhhhh....." menjambak rambutnya sendiri.Sempoyongan ia melanjutkan perjalanan dengan transportasi manual, kedua kakinya.
Hingga tanpa ia duga, seseorang memotong jalannya dari suatu gang sempit secara tiba-tiba membuatnya terkejut bukan kepalang.
Mata mereka saling melakukan kontak. Secara, tubuh mereka nyaris berdekatan. Meera yang mendongak, sementara orang bermasker itu menunduk.
Dilihat, dia merupakan seorang laki-laki.
Sama-sama terkejut, sama-sama terbelalak pula mereka bertatapan.
Kontak mata membuatnya melangkah mundur perlahan. Laki-laki itu pun merasa canggung dihadapan Meera, kemudian melarikan diri dengan kepala yang menunduk.
"Hufh.... Syukurlah dia bukan penjahat atau apapun itu" gumamnya.
Gang sempit itu semakin jauh seiring Meera berjalan makin jauh.
...
"Hoooaaaammm" melebar mulut menguap."Hah!!" bangun dari tidurnya dengan cepat.
"Bapak sama ibu sudah pulang belum ya?"
"Handphoneku masih disana. Semoga aja nanti dibawa pulang""Tap...tap...tap" langkahan kaki terdengar cepat.
"Bu? Pak?" panggilnya sembari berlari.
"Belum datang ya?" gerutunya.
"Terus bagaimana? Aku tidak mau kembali kesana"...
"Mbak, ibu sama bapak dimana?"Terpaksalah Meera kembali ke rumah kakaknya.
"Ay, sarapannya udah siap?" kakaknya datang.
Disitulah tubuh Meera mulai gemetaran mengingat kembali perlakuan kakaknya kemarin malam.
Namun, Meera menemukan keanehan pagi ini.
"Eh! Anak curut" sapa akrab kakaknya pagi ini.
Ekspresi kakaknya kemarin dengan hari ini pun sudah terlihat sangat berbeda.
Lalu, kemana ekspresi yang ia tunjukkan kemarin?
Raut wajah Meera berubah kebingungan usai mendengar sapaan hangat kakak laki-lakinya.
"Kemarin dia bersikap dingin padaku" herannya dalam hati.
"Kenapa tegang begitu?" kata Raka.
"Uhm, aku kesini mau ambil handphoneku" katanya terbata-bata.
...
"Aku pulang! Beritahu bapak sama ibu aku pulang duluan!!!" teriak sambil berlari keluar."Hey! Tidak mau sarapan dulu?" jawab mbak Maya.
"Sudah kenyang!!!"
"Kenapa dia seperti tegang sekali?" Raka bergeming kebingungan.
Tiga orang polisi saling berhadapan, membicarakan map coklat yang membingungkan.
"Bagaimana mereka bisa percaya diri mengirimkan map itu?!" kata Rona.
"Dan mustahilnya, tidak ada jejak satu pun di beberapa gedung tua yang sudah diselidiki" kata Gani.
"Bagaimana jika mereka tidak menggunakan gedung tua atau rumah kosong" ketus Sintya.
"Benar juga. Kita tidak dianjurkan melihat segala sesuatu dari penampilan kan?" sambung Rona.
"Maksud kalian?"
Gadis belia tersandar pada dinding tak berwarna. Kedua tangan serta kedua kakinya terpasung. Penampilannya acak-acakan. Ia baru terbangun dari tidurnya yang tak pulas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meera
Teen FictionKehidupan Meera benar-benar hancur ketika resmi menerima surat pernyataan dari sang kepala sekolah. Dia yang jauh dari keluarganya tidak ingin memberitahukan hal ini sebab tidak ingin mengkhawatirkan mereka. Untuk memenuhi kehidupannya, ia rela menj...