Di hari baru ini, tak lupa mereka melakukan pekerjaannya masing-masing.
Tak terkecuali, ayah Meera pun demikian. Ia dengan murah hati berpamitan kepada istrinya dengan mencium kening istri dambaan.
Meera, yang tanpa mereka sadar memantau beberapa meter dari rumahnya, langsung memasuki rumah begitu memastikan ibu dan ayahnya benar-benar meninggalkan rumah.
"Dimana aku harus mendapatkannya?"
Ia memasuki kamar orangtuanya. Mengacak seluruh isi laci yang tertata. Mulai dari kartu keluarga, ijazah, buku nikah, akta kelahiran, akta tanah, semua ada disana. Namun, dokumen yang menunjukkan jawaban atas teka-tekinya belum nampak.
"Jika aku jadi ibu, akan kutaruh mana dokumen itu?"
Seluruh sudut kamar sudah ia tempuh. Namun, ia tak menemukan apapun.
"Dengan mbak Meera?" sopir membuka kaca mobil.
"Benar pak" jawabnya.
"Sebenarnya siapa mereka ini?"
"Diantara mereka siapa kakakku?"
"Apa mereka semua kakaku?"
"Tapi bagaimana....."
Sepanjang perlanan ia terus memikirkan hal yang sama."Ayo pergi dari sini" tiba-tiba Aiden menarik Meera yang baru sampai.
"Kenapa?"
"Ayo!"
"Kita belum pamit"
"Sudah, ayo!"
"Tap...tapi"
...
"Aku terus membayangkan apa saja yang mereka lakukan dengan para gadis itu" ujar Rona."Sebenarnya mereka ini melakukan itu atas dasar apa?" sahut Sintya.
"Kenapa aku merasa mereka melakukan itu karena ada keuntungan yang sangat besar. Kalau tidak, mana mungkin mereka sudi melakukan ini" sambungnya."Apa mungkin mereka menjual gadis-gadis itu?" kata Rona.
"Apa mereka ini barang sewaan?" kata Sintya.
"Kupikir itu bisa juga terjadi" kata Rona.
"Sekarang permasalahannya, bagaimana kita menyelesaikan ini?" lanjutnya."Pertama...." Rona mengambil sebuah map dan mulai membuka halaman pertama.
"Meera, salah satu korban selamat melarikan diri. Kedua, Dian. Wanita berusia 22 tahun ditemukan tak bernyawa di sekitar rumahnya. Dan, dua gadis sahabat Meera yang masih terperangkap disana. Pasti ada korban yang lain. Tidak mungkin mereka hanya menyediakan gadis yang terbatas ketersediaannya" tutur Rona.
*Hari ditemukannya mayat wanita berusia 22 tahun.
Subuh, pukul 04.00Pria tua hendak melakukan ibadah jamaah pada masjid dekat rumahnya saat itu. Tanpa ia sengaja, ia menemukan beberapa orang yang tidak ia kenal sebagai warga kampung, ia curigai. Terlebih, sekelompok itu terlihat membuang sebuah tuas hitam besar di lahan yang kosong.
Pagi itu suasana tempat kejadian perkara dikerumuni warga sekitar.
Rona, Sintya, Gani termasuk petugas yang menangani kasus ini ikut turun tangan membawa sebuah tas hitam mencurigakan tersebut.
Dibukanya tas temuan itu.
Benar-benar keji. Wanita cantik ini harus dibungkam. Kaki tangan terikat. Luka lebam sekujur tubuh, darah segar menebar anyir.
"Kita memerlukan autopsi untuk ini" kata Rona pada Sintya.
"Jangan lakukan itu!" ayah sang korban mendengar percakapan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meera
Teen FictionKehidupan Meera benar-benar hancur ketika resmi menerima surat pernyataan dari sang kepala sekolah. Dia yang jauh dari keluarganya tidak ingin memberitahukan hal ini sebab tidak ingin mengkhawatirkan mereka. Untuk memenuhi kehidupannya, ia rela menj...