"Sini" ia membalut ibu jari Meera dengan plester itu. Sementara Meera masih dalam keadaan membungkam mulutnya.
Suasana menjadi hening sejenak.
"A....aku, membeli minuman dulu" kata Meera terbata-bata.
"Biar aku aja. Kamu tunggu disini" tawarnya.
"Ya" jawabnya singkat, masih tak berani menatap mata Aiden.
Aiden keluar dari mobil, dipantau oleh Meera yang mulai memaparkan rasa kecurigaan terhadapnya.
"1...2...3"
Dalam hitungan ketiga, bergegas ia meninggalkan kendaraan roda empat.
Dari dinding kaca yang tembus pandang, Aiden terlihat membuka kulkas minuman, mengambil beberapa botol minuman dari sana. Sadar akan ada sesuatu yang hendak pergi, dilemparnya botol itu begitu saja, membingungkan pelayan kasir.
"Meera!!!" teriaknya.
"Huh..." Lantas ia mempercepat langkahan larinya.
"Tap...tap...tap"
"Buk...buk...buk"
"Hah...hah...hah"
"Jedug...jedug...jedug"Teriknya matahari tak menghalangi. Suara langkahan kaki, nafas terengah-engah, jantung yang berdebar semua campur aduk menjadi satu.
Langkahan kaki yang tak beralas berlomba-lomba dengan kaki yang bersepatu kanvas.
"Cepat!!" Aiden menggertak pada seseorang melalui telepon.
"Hah...hah...hah..." nafas berat terus berhembusan. Ia berusaha mencari pertolongan, berlari ke arah jalan aspal yang sepi, berharap seseorang pengendara menemukannya.
"Brum...brum...brum..." suara mesin motor mendekat.
Meera melambaikan tangannya pada cahaya lamput motor yang menyorotnya.
"Ciiiiiiiiittttt"
Pengendara itu turun dari motor, melepas helm teropongnya.
Langkah Aiden semakin dekat dengan titik berdirinya Meera.
"Hah...hah...hufh....haha" Aiden menghentikan langkah, menyeringai, disertai gelak tawa kecil dari bibirnya.
"Mas Raka??" Meera bergeming menyaksikan seseorang dihadapannya.
Raka hanya tersenyum pahit melihat adiknya yang nyaris jantungan.
Merasa dirinya terancam, dirogohnya tas selempang miliknya.
"Menjauhlah kalian!!!" Ancamnya, menodongkan sebilah pisau.
Dua pria itu mundur perlahan.
Bergegas, Meera berlari ke arah yang sebelumnya. Lantas dua pria itu terus mengejar Meera.
Melihat mobil Aiden yang masih terparkir, ia menduduki kursi sopir dan mulai menyalakan mesin.
"Hap!" Aiden melompat tepat di depan mobil.
"Meer? Tenanglah" ucapnya.
Sesekali Meera menghembuskan nafasnya.
"Kamu tidak mengingatku?" kata Aiden.
"Kamu sedih ketika menemukan kucing mati dijalanan"---
Saat itu,
"Halo, kucing manis" seorang anak laki-laki menyapa seekor kucing di pinggir jalan yang sepi."Kraakk!!" Suara tulang-tulang yang patah.
Anak itu tersenyum puas usai meretakkan leher hewan yang manis itu setelah sempat menyapanya.
Kucing kecil itu tergeletak karena leher yang patah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meera
Ficção AdolescenteKehidupan Meera benar-benar hancur ketika resmi menerima surat pernyataan dari sang kepala sekolah. Dia yang jauh dari keluarganya tidak ingin memberitahukan hal ini sebab tidak ingin mengkhawatirkan mereka. Untuk memenuhi kehidupannya, ia rela menj...