Ambisi 2

1.4K 87 11
                                    

Selama dua jam pelajaran terakhir Zion tidak bisa fokus belajar. Tapi itu tidak masalah, ia memang tidak pernah selalu fokus belajar di sekolah. Jadi jangan heran.

Yang membuatnya gelisah adalah game yang tadi saat jam istirahat dimainkan oleh dirinya dan para kacungnya. Seantero sekolah akan geger jika tahu kalau ia kalah dalam game kali ini. Dan jangan lupakan hukuman gila yang ia ujarkan tadi. Hukuman itu berbalik ke dirinya. Sekarang ia hanya bisa mendesah frustrasi seraya mengacak rambut. Penampilan yang sebelumnya kusut sekarang tambah kacau. Tapi percayalah satu hal, banyak wanita yang malah semakin menjerit histeris. Tampilan kusut ala badboy menambah pesonanya.

"Huahahah! Nggak sabar gue nunggu hari esok." Tawa yang sangat menjengkelkan itu keluar dari mulut Faroy. Zion mendengus seraya menyandang ransel hitam putihnya.

"Sialan lo! Kalau bukan karena tuh cewek sok pintar, gue nggak bakal kalah! Mana sepatu gue juga belum ketemu lagi!" gerutu Zion lalu menatap kakinya yang hanya sebelah ditutupi. Faroy dan Genta tertawa keras, sontak membuat wajah Zion semakin kusut.

"Gue juga nggak sabar liat Dedek Zion pakai rok ke sekolah besok. Kayaknya makin cakep, dah!" goda Genta kemudian sebuah tas melayang tepat di kepalanya.

"Adoh! Sakit, njir!"

"Aw! Kenapa gue juga kena!" suara cempreng Faroy menggelegar. Khafi yang beruntung tidak mendapat bagian tertawa terbahak-bahak melihat dua remaja bocah itu menghindar dari pukulan maut tas Zion.

"Woy, Faroy! Jangan kabur lo! Piket!" Faroy yang berusaha keluar kelas terhenti mendengar suara Selfi. Tapi hanya sesaat, kemudian lelaki itu sudah berlari keluar kelas dengan kecepatan luar biasa. Gadis tadi merengut lalu melanjutkan piketnya.

"Woy! Cebol tungguin gue!" teriak Genta. Namun tidak ada tanda-tanda akan menyusul Faroy.

"Dasar, cuma bangke aja yang gede. Tenaga mah nol!" celetuk Khafi.

"Eh, tenaga gue juga gede, kok. Cuman beralih aja jadi lemak! Hehehehe," Genta terkekeh.

"Oy! Itu sepatu gue!" semua orang sontak menoleh ke Zion yang baru saja teriak. Cowok itu tampak melotot lalu berjalan cepat menghampiri Bhila yang akan membuang sebuah sepatu ke dalam tempat sampah. Tempat sampah itu berada di depan kelasnya yang berhadapan dengan kelas Zion. Gadis itu menaikkan satu alis, tidak peduli dengan teriakan itu ia pun melepaskan sepatu tersebut hingga sempurna masuk ke tempat sampah.

"Eh, jangan! Woy, budeg lo, ya? Kan, udah gue bilang itu sepatu gue!" bentak Zion lalu mengambil sepatunya dengan sedikit meringis jijik.

"Oh, gue pikir itu sampah." Zion melongo mendengar penuturan Bhila.

"Sampah? Lo bilang sepatu mahal gue ini sampah! Wah, songong amat!" Zion tertawa sinis. Bhila menggidikkan bahu acuh.

"Semua yang kotor menurut gue itu sampah! Apalagi tuh sampah gue nemu ditas gue, ngotorin!" jawabnya lalu berlalu meninggalkan Zion dengan tampang cengonya.

"Wahahahaha, bangke. Sialan tuh cewek!" desis Zion. Ia menyugar rambut hitamnya lalu menghembuskan nafas kasar.

"Udahlah Yon, jangan emosian sama cewek. Yang penting sepatu lo udah balik." Khafi menepuk pundak Zion pelan.

"Siapa diantara kalian yang masukin sepatu gue di tas tuh cewek?" Zion pun menatap tajam dua temannya itu.

"Bukan gue, sepatu yang gue sembunyiin punya si Faroy." jawab Khafi tenang. Beralih ke Genta. Cowok itu sedikit gelisah dan tentu saja Zion menangkap gelagat itu.

"Gen? Lo yang narok?" Genta menggeleng cepat.

"Si Genta nyembunyiin sepatu gue. Dia telat keluar tadi jadi bisanya cuma nyembunyiin sepatu gue di pot bunga deket pintu. Makanya gue yang menang." Itu Khafi yang menjawab. Berarti hanya satu orang tersangka sekarang.

Ambitious GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang