Ambisi 8

1K 70 15
                                    

Helaan nafas lelah keluar dari bibir mungil merah muda Bhila. Gadis itu terbaring lelah di atas kasur lusuhnya dengan seragam sekolah yang masih melekat di badan. Jam dinding yang menggantung di atas pintu berdetak dengan jarum pendek menunjuk angka tujuh. Baru sepuluh menit mobil Zion menjauhi rumah kecilnya. Tapi tak ada niatan untuk segera menukar baju.

Badannya rasanya remuk, tingkah adik Zion ternyata diluar prediksi. Bukan termasuk anak yang sangat nakal, tapi lebih ke over hyperaktif. Tidak mau diam barang sedetik pun. Dan Bhila kewalahan untuk itu. Sekarang yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana cara untuk menarik Deon untuk belajar.

Brak!!

"Bagus kamu, ya. Bukannya kerja malah enak tidur-tiduran!" Bhila sontak beranjak duduk ketika mendengar bentakan itu.

"Ibu? Kapan balik?" ia mendekati sang Ibu yang berkacak pinggang.

"Alah nggak usah basa basi! Sudah dapat kerja kamu, hah?" Bhila tertunduk tak bisa melawan.

"U.. Udah, Bu."

"Trus, ngapai kamu masih di sini?"

"I.. Itu, aku jadi guru les adik temen aku. Jadwalnya sampe sore doang," Bhila memilin tangan gelisah.

"Heh? Guru les? Berapa yang bisa kamu dapat jadi guru les? Lebih baik kamu kerja seperti saya saja! Lebih banyak dapatnya! Kamu nggak bosan hidup susah mulu?" caci Gia, sang ibu dengan amarah.

"Tapi nggak harus jual diri juga, Bu. Aku digaji cukup besar kok, bisa buat hidup kita berdua, Bu. Jadi Ibu berhenti aja, ya. Aku nggak mau Ibu kerja di sana. Nggak baik, Bu," dengan suara lembut Bhila mencoba membujuk Gia. Namun respon wanita dewasa itu hanya gelak tawa sinis.

Plak!

"Anak kecil kayak kamu nggak usah ikut campur sama pekerjaan saya. Kamu harusnya bersyukur bisa tetap hidup dari uang itu! Kalau nggak kamu nggak akan hidup sampai sekarang!" Bhila menggigit bibir dalamnya kuat. Menahan segala gejolak emosi yang berkobar serta panas yang menyerang pipi kanannya. Tapi ini tidak sebanding dengan yang ia terima setelah kabur dari klub malam itu.

"Huft! Kamu saya izinkan untuk jadi guru les itu. Tapi kalau kebutuhan saya belum juga terpenuhi, kamu saya bawa lagi. Ngerti kamu!" Bhila mengangguk patuh kemudian. Melihat itu, Gia segera keluar dengan ketukan hell yang menyertai. Tak lama setelah itu, suara pintu yang dibanting menggema. Membuat Bhila yang dilanda kecemasan serta kesedihan langsung tersentak.

Bulir kesedihan pun berjatuhan. Bhila terduduk di lantai dengan bibir yang dibekap, menahan isakan tangis yang amat dibencinya. Ia benci bersikap lemah, benci menangis. Tapi air mata kurang ajar ini malah keluar tanpa diperintah. Membuatnya jengkel, tapi ia membutuhkan air ini untuk sekarang. Beberapa detik setelahnya, tangis itu berhenti, ia berdiri kembali lalu membuka cardigan yang membalut tubuhnya. Memperlihatkan lebam biru dan hijau di setiap lengan, menandakan itu baru saja didapatkannya. Menghirup nafas dalam, ia menguatkan diri atas semua masalah hidupnya. Ia tidak boleh bersikap lemah. Tidak boleh!

💢💢💢

"Kapan lo jadian sama Bhila, Yon?"

Byurrrr!!!!!!

"Anj*ng!" umpat Faroy dengan mata tertutup serta wajah basah penuh minuman soda. Genta sang pelaku menyengir lebar seraya mengelap wajah Faroy dengan sebuah kain.

"Sorry, Roy! Gue sengaja!"

"Apa?" mata tajam Faroy terbuka.

"Eh, eh! Gak sengaja maksudnya, typo! Suer gue!"

"Ngomong pake typo sega.... Aish! Woy, kampret! Ngapain lo lap muka gue pake kaos kaki futsal lo, anjay! Pantesan baunya agak asem!" langsung saja Genta kena dampratan maut dari Faroy. Lelaki cebol itu mendorong Genta lalu memukul tubuh gempal itu bertubi-tubi.

Ambitious GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang