Ambisi 4

1.2K 75 11
                                    

Zion menyeka sisa air dari seragamnya. Baru saja ia membersihkan noda jus akibat perbuatan Bhila. Ia menggerutu kesal seraya menunduk. Rasa kesal masih ada padanya. Bayangan bagaimana kelakuan dari gadis itu hingga bajunya seperti ini masih teringat.

"Ck! Kampret emang tuh cewek!" masih saja menggerutu sembari berjalan di koridor yang ramai. Saat mengangkat kepala, sebuah sosok yang sangat amat ia rindukan tertangkap. Senyum lebar pun mengembang, membuat para cewek di sekelilingnya terpekik girang. Segera ia berlari kecil menghampiri sosok yang ia rindukan itu. Akhirnya yang ditunggu kembali, bisiknya dalam hati.

"Hay, Hanna sayang." Gadis yang dipanggil Hanna itu menoleh lalu tersenyum kepada Zion.

"Hay, Zion," balas gadis itu dengan suara lembut. Teman yang sebelumnya berbincang dengan Hanna mulai mengundurkan diri. Meninggalkan dua sejoli itu.

"Kapan lo pulangnya? Kok gue nggak dikabarin?" Zion pun bersandar di dinding dengan mata menatap Hanna. Gadis berkulit putih cerah, rambut hitam sepinggang, mata bulat dengan manik coklat gelap yang menurut Zion sangat menggemaskan, lalu pipi tembem dengan lesung pipi dalam. Gadis di depannya ini tidak tahu seberapa besar rindu Zion saat ini.

"Baru kemarin gue tiba di Indonesia. Maaf gue nggak sempat ngabarin lo," jelas Hanna. Zion mengangguk.

"Trus, ada kan, oleh-oleh dari Paris buat gue?" Zion mencoba menggoda Hanna. Tertawa kecil adalah balasan godaan itu, jelas jika gadis ini tidak terpengaruh.

"Ada kok, tapi di rumah. Gue bawa oleh-oleh buat Kak Leon doang, lo besok aja, ya, gue bawain," pengujaran Hanna seketika membuat senyum Zion luntur. Hatinya seketika panas. Kenapa disaat gadis ini bersamanya masih saja mengingat lelaki itu.

"Emang tuh cowok bakal terima oleh-oleh dari lo?" ucapnya kemudian. Sangat jelas senyum Hanna juga ikut luntur. Mata yang tadi menatapnya binar berubah tajam. Dan Zion sadar akan hal itu.

"Iya, gue yakin Kak Leon bakal terima oleh-oleh dari gue. Kenapa sih lo nethink mulu sama Kak Leon!" marah Hanna dengan rengutan sebal.

"Gimana nggak, lo tahu sendiri dia udah punya gandengan. Masih aja dikejar. Gue yakin tuh cowok nggak bakal terima oleh-oleh dari lo, dia ngehargain ceweknya juga Han!" Jelas Zion sambil memegang bahu Hanna yang menunduk.

"Dia bakal terima, gue yakin!" batu Hanna. Zion yang sangat jelas mendengar itu menghela nafas. Tangannya pun beralih mengacak rambut kasar.

"Huft, kalo lo lupa dia udah nolak coklat lo pas valentine kemarin. Nolak bekal yang udah susah lo buat. Nolak bunga dari lo juga. Apa lo nggak sadar, dia sama sekali nggak tertarik sama lo, Han! Kenapa lo masih saja ngejar tuh cowok, hah? Apa kelebihannya sampai buat lo tergila-gila kayak gini?" Zion semakin emosi. Bagaimana tidak, orang yang disukainya menampakkan ketertarikan kepada lelaki lain tepat di depannya lagi. Dia bukanlah cowok sabar.

"Banyak!" balas Hanna dengan menantang mata biru Zion.

"Oh, ya? Apa? Sebutin!"

"Lo kenapa sih, Yon?!" Hanna mengernyit.

Zion menyugar rambut lalu berkata, "Gue cemburu!" Seketika orang-orang yang berada disana terdiam. Hanna menarik nafas berat lalu mengeluarkannya lelah.

"Yon, gue kan udah bilang kalau gue nggak suka sama lo, bera... "

"Lo bukannya nggak suka sama gue, tapi lo nggak sadar kalau suka sama gue," potong Zion yakin. Hanna terkekeh seraya bertolak pinggang.

"Lo kok percaya diri banget. Yang tahu perasaan gue, ya gue sendiri. Bukan elo. Dan gue tahu kalau gue sukanya sama Kak Leon, bukan elo!" setelah mengatakan itu dengan suara lantang Hanna pun berbalik pergi memasuki kelasnya yang mulai ramai, menandakan jam pelajaran akan segera dimulai. Orang-orang yang dari tadi menonton juga ikut bubar. Membiarkan Zion yang mulai tersulut emosi.

Ambitious GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang