Ambisi 18

987 70 3
                                    

Maap kalau ada typo, Enjoy guys 😊😇😆

————————

Gadis kecil itu tersenyum lebar. Matanya penuh binar menatap kolam renang yang terbentang luas di depannya. Ia sudah tak sabar untuk berenang di dalam sana, merasai air itu merendam tubuh mungilnya ini. Namun amat disayangkan, kedua orang tuanya melarang.

"Abang, aku mau belenang!" rengek sang gadis kecil pada anak laki-laki yang setahun lebih tua di atasnya. Anak laki-laki itu tersenyum lembut sambil mengacak puncak kepala adiknya dengan gemas.

"Ntar aja ya. Kita baru aja pindah ke sini, masih banyak barang yang perlu dipindahkan dari truk. Apalagi airnya banyak daun tuh, masih kotor!"

Sang gadis semakin cemberut. Selama hari nan sibuk itu, ia hanya bisa memandang memelas kolam itu dengan boneka beruang yang dipeluknya erat dari tepian. Ia memasukkan kakinya dalam kolam itu, menggoyangkan maju mundur hingga permukaan air yang tadinya tenang menjadi beriak. Daun-daunan bergoyang kesana kemari akibat gelombang air. Anak gadis itu terkikik geli melihat ulahnya. Karena saking asiknya dengan gelombang air, boneka beruangnya sampai jatuh hingga mengapung di air. Gadis itu terkejut. Dengan tangan kecilnya, ia berusaha menggapai-gapai. Boneka itu bergesekkan dengan jari mungilnya, namun malah semakin membuat boneka itu menjauh. Anak gadis itu pun semakin tipis duduknya di tepi kolam. Hingga tubuh kecil itu tertelan penuh dalam genangan air itu. Gadis kecil tersentak kaget hingga membuatnya harus menelan dan menghirup banyak air. Dengan suara yang tersendat, ia berteriak minta tolong. Ketakutannya semakin besar. Tubuhnya bagai ditarik lebih dalam oleh tangan kasat mata. Dikedalaman kolam itu, ia merasakan dingin yang menusuk. Ia menggigil ketakutan dalam sisa kesadarannya. Hingga di detik-detik kesadarannya lenyap, bisa ia lihat sosok Abangnya berenang mendekat.

"Ella!"

"Abang!" bisiknya.

"Abang!"

Mata coklat yang tadinya terpejam sekarang malah melotot. Keringat di dahinya bercucuran, padahal suhu ruangan bisa dibilang dingin. Nafasnya memburu seperti sehabis lari sprint. Serta rasa pening yang menghantam menambah penderitaannya. Sungguh, mimpi tadi membuatnya amat ketakutan.

"Kamu sudah siuman?" suara lembut itu menolehkan kepala Bhila ke kanan. Di sana ada Kinar -Mama Zion- datang dengan nampan berisi sepiring makanan dan segelas air putih. Bhila baru sadar bahwa ia telah berbaring nyaman di kasur empuk dengan bad cover pink, begitu pun dengan dindingnya. Bisa dipastikan kamar ini adalah kamar kakaknya Zion.

"Udah, Tante," jawab canggung Bhila dengan suara lemah. Meletakkan nampan di atas narkas samping tempat tidur, Kinar membantu Bhila yang berusaha untuk duduk.

"Gimana keadaan kamu?"

"Hmm, baik kok, Tan. Cuma pusing doang, dan dada aku agak sesek." Bhila menjawab sambil mengelus dadanya.

"Syukurlah. Tante tadi cemas lihat kamu yang tak sadarkan diri digendong Zion pas baru masuk rumah. Langsung saja Tante suruh dia buat baringin kamu di kamar kakaknya. Dan kata dokter kamu juga baik-baik saja. Tante khawatir. Kenapa kamu bisa kecebur, sayang?" Nada cemas di suara Kinar sama sekali tak dibuat-buat. Hati Bhila menghangat seketika.

"Tadi mau ambil bola Deon yang mengapung aja, Tante. Eh, tau-taunya malah kepleset. Maaf udah ngerepotin Tante."

Kinar tersenyum lembut. Tangan yang mulai keriput itu terangkat, mengusap pelan kepala Bhila penuh sayang. Seketika itu pula Bhila tertegun. Perhatian dari wanita ini menggetarkan hatinya yang haus akan belaian sang Ibu.

"Gak papa, kok. Makanya lain kali hati-hati, ya. Sekarang lebih baik kamu makan. Pasti belum makan dari tadi siang, kan? Ini udah malam, jangan sampai perut kamu keroncongan!" Cerewet memang, tapi Bhila malah menitikkan air mata haru. Namun dengan sekali kedipan mata, ia menghapusnya.

Ambitious GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang